BAB I
KOROSI SECARA UMUM
1.1 Korosi
Korosi berasal
dari
bahasa latin “Corrodere”
yang artinya perusakan
logam atau berkarat. Definisi korosi adalah proses degradasi/deteorisasi/perusakan material yang
terjadi disebabkan oleh lingkungan sekelilingnya. Beberapa pakar bersikeras definisi hanya
berlaku pada logam saja, tetapi para insinyur korosi juga ada yang
mendefinisikan istilah korosi berlaku juga
untuk material non logam, seperti keramik, plastik, karet. Sebagai contoh
rusaknya
cat karet karena sinar
matahari atau terkena
bahan kimia, mencairnya lapisan tungku
pembuatan baja,
serangan
logam yang
solid oleh logam yang cair (liquid
metal corrosion) (Rahman Arief dkk,2012).
Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang
bersifat alamiah dan
berlangsung
dengan sendirinya pada logam yang berada dalam suatu lingkungan
korosif baik itu berbentuk gas maupun cairan / elektrolit. Oleh karena
itu
korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali, tetapi proses korosi dapat dikendalikan,
sehingga akan memperlambat
proses
perusakannya.
Korosi disebut juga suatu penyakit dalam dunia teknik, walaupun secara langsung tidak
termasuk produk
teknik.
Studi
dari korosi
adalah sejenis usaha pengendalian kerusakan supaya serangannya serendah mungkin dan dapat melampaui nilai ekonomisnya, atau jangan ada
logam jadi rongsokan sebelum waktunya. Caranya adalah dengan pengendalian secara preventif supaya menghambat serangan korosi. Cara ini lebih baik daripada memperbaiki secara represif yang biayanya akan
jauh lebih besar. Korosi dapat berjalan secara cepat ataupun lambat tergantung dari material bahan, lingkungan, temperatur dan lain sebagainya. Dalam dunia teknik, material korosi yang sering disinggung adalah korosi pada logam (Rahman Arief dkk,2012).
1.2 Proses Korosi
Suatu proses korosi pada logam dapat terjadi karena terpenuhinya empat
syarat yaitu, ada yang
bertindak sebagai anoda, sebagai katoda, adanya elektrolit, dan adanya jalur listrik (electrical circuit) yang menghubungkan antara anoda dan
katoda ilustrasinya dapat dilihat pada gambar 2.1, dengan kehadiran empat komponen tersebut maka suatu bentuk proses elektrokimia yang disebut
dengan sel korosi (corrosion cell) akan terjadi pada logam, dan menyebabkan
logam menjadi terdegradasi / terkorosi (Rahman Arief dkk,2012).
Proses korosi juga
terjadi dikarenakan adanya kecenderungan suatu logam
untuk berubah menjadi keadaan yang lebih stabil melalui reaksi oksidasi, dimana kecenderungan oksidasi suatu logam bervariasi tergantung
pada potensial reduksinya.
Gambar 1.1 Proses
korosi
yang terjadi pada pipa
Degradasi logam terjadi pada wilayah permukaan yang bertindak sebagai anoda, dimana elektronnya tereksitasi dan mengalir melalui elektrolit sampai ke katoda. Pada anoda akan terbentuk residu hasil proses korosi berupa oksida
atau karbonat yang disebut dengan karat. Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3.nH2O,
yaitu suatu
zat
padat yang berwarna coklat
kemerahan Bentuk reaksi umum pada anoda adalah reaksi peluruhan logam menjadi ion, seperti yang ditunjukkan pada persamaan di bawah
ini.
M Mn+ + en- 1.1
Contoh pada besi (Fe) yang mengalami reaksi oksidasi / peluruhan, reaksi yang terjadi adalah:
Fe Fe2+ + 2e- 1.2
Elektron yang dibebaskan di anoda kemudian mengalir ke bagian lain dari besi yang bertindak sebagai katoda, di mana oksigen akan tereduksi dengan reaksi pada persamaan
berikut:
O2 2H2O+
+ 4e- 1.3 Persamaan 2.2 dapat juga disebut sebagai persamaan untuk
reaksi anodik,
sedangkan persamaan
2.3 disebut dengan
persamaan katodik,
sehingga
hasil keseluruhan persamaan
reaksi
oksidasi-reduksinya adalah
sebagai berikut:
2Fe + O2 + H2O 2Fe2+ + 4OH- 1.4
Setelah proses peluruhan, ion besi (Fe2+) akan secara merata teroksidasi
menjadi Fe3+ dan
akan bergabung
dengan ion hidroksida
(OH-)
pada katoda
membentuk produk yang
disebut karat (FeOOH atau Fe2O3.nH2O). yang perlu diperhatikan adalah bahwa proses peluruhan logam yang
terjadi pada anoda
berlangsung secara elektrokimia, sedangkan produk karat dihasilkan dari reaksi kimia kedua
1.3 Jenis-jenis Korosi
Terdapat beberapa jenis korosi yang
terjadi di alam diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Uniform Corrosion (korosi seragam)
Korosi seragam adalah korosi yang terjadi pada
permukaan logam akibat reaksi kimia karena pH air yang rendah dan udara yang
lembab, sehingga makin lama logam makin menipis.
Biasanya ini terjadi pada pelat baja atau profil,
logam homogen. Korosi jenis ini bisa dicegah dengan cara diberi lapis lindung
yang mengandung inhibitor seperti gemuk.
a.
Untuk lambung
kapal diberi proteksi katodik
b.
Pemelihara
material yang tepat
c.
Untuk jangka
pemakain yang lebih panjang diberi logam berpaduan tembaga 0.4%
2.
Pitting Corrosion (korosi sumuran)
Adalah korosi yang
disebabkan karena komposisi logam yang tidak homogen yang dimana pada daerah
batas timbul korosi yang berbentuk sumur.
Korosi jenis ini dapat
dicegah dengan cara :
a. Pilih bahan yang homogen
b. Diberikan inhibitor
c.
Diberikan coating dari zat agresif
3.
Errosion Corrosion ( korosi erosi )
Korosi yang
terjadi karena keausan dan menimbulkan bagian – bagian yang tajam dan kasar,
bagian – bagian inilah yang mudah terjadi korosi dan juga diakibatkan karena
fluida yang sangat deras dan dapat mengkikis film pelindung pada logam. Korosi
ini biasanya terjadi pada pipa dan propeller.
Korosi
jenis ini dapat dicegah dengan cara :
a. Pilih bahan yang homogen
b. Diberi coating
dari zat agresif
c. Diberikan inhibitor
d. Hindari aliran fluida yang terlalu deras
4. Galvanis
Corrosion (korosi galvanis)
Korosi yang
terjadi karena adanya 2 logam yang berbeda dalam satu elektrolit sehingga logam
yang lebih anodic akan terkorosi.
Korosi ini dapat dicegah dengan
cara :
a. Beri isolator
yang cukup tebal hingga tidak ada aliran elektolit
b. Pasang proteksi katodik
c. Penambahan anti korosi inhibitor pada cairan
5. Stress Corrosion (korosi tegangan )
Terjadi
karena butiran logam yang berubah bentuk yang diakibatkan karena logam
mengalami perlakuan khusus ( seperti diregang, ditekuk dll.) sehingga butiran
menjadi tegang dan butiran ini sangat mudah bereaksi dengan lingkungan.
Korosi
jenis ini dapat dicegah dengan cara :
a.
Diberi inhibitor
b. Apabila ada logam yang
mengalami stress maka logam harus direlaksasi.
6. Crevice
Corrosion ( korosi celah )
Korosi yang terjadi pada logam yang
berdempetan dengan logam lain diantaranya ada celah yang dapat menahan kotoran
dan air sehingga kosentrasi O2 pada mulut kaya disbanding pada bagian dalam,
sehingga bagian dalam lebih anodic dan bagian mulut jadi katodik
Korosi ini
dapat dicegah dengan cara :
a. Isolator
b. Dikeringkan bagian yang basah
c. Dibersihkan kotoran yang ada
7. Korosi Mikrobiologi
Korosi yang
terjadi karena mikroba Mikroorganisme yang mempengaruhi korosi antara lain
bakteri, jamur, alga dan protozoa. Korosi ini bertanggung jawab terhadap
degradasi material di lingkungan. Pengaruh inisiasi atau laju korosi di suatu
area, mikroorganisme umumnya berhubungan dengan permukaan korosi kemudian
menempel pada permukaan logam dalam bentuk lapisan tipis atau biodeposit.
Lapisan film tipis atau biofilm. Pembentukan lapisan tipis saat 2 – 4 jam
pencelupan sehingga membentuk lapisan ini terlihat hanya bintik-bintik
dibandingkan menyeluruh di permukaan.
Korosi
jenis ini dapat dicegah dengan cara :
a. Memilih logam yang tepat untuk
suatu lingkungan dengan kondisi-kondisinya
b. Memberi
lapisan pelindung agar lapisan logam terlindung dari lingkungannya
c. Memperbaiki lingkungan supaya tidak korosif
d. Perlindungan
secara elektrokimia dengan anoda korban atau arus tandingan.
e. Memperbaiki konstruksi agar
tidak menyimpan air,lumpur dan zat korosif lainnya.
8. Fatigue
Corrosion
Korosi ini terjadi karena logam mendapatkan beban
siklus yang terus berulang sehingga semakin lama logam akan mengalami patah
karena terjadi kelelahan logam. Korosi ini biasanya terjadi pada turbin uap,
pengeboran minyak dan propeller
kapal.
Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara :
a. Menggunakan inhibitor
b. Memilih bahan yang tepat atau memilih bahan yang
kuat korosi.
c. Memilih bahan yang tepat atau memilih bahan yang
kuat korosi (Utomo Budi,2009)
1.4 Hal-hal yang
Mempengaruhi Terjadinya Korosi
Hal-hal yang memperngaruhi terjadinya
korosi adalah sebagai berikut :
1. Temperatur
Semakin tinggi temperatur maka reaksi kimia akan
semakin cepat maka korosi akan semakin cepat terjadi.
2. Kecepatan Aliran
Jika kecepatan aliran semakin cepat maka akan merusak
lapisan film pada logam sehingga akan mempercepat korosi karena logam
kehilangan lapisan.
3. pH
Pada pH yang optimal maka korosi akan semakin cepat
(mikroba)
4. Kadar Oksigen
Semakin tinggi kadar oksiegen pada suatu tempat maka
reaksi oksidasi akan mudah terjadi sehingga akan mempengaruhi laju korosi (Utomo Budi,2009).
.
BAB II
TERMODINAMIKA
KOROSI
2.1 Korosi
Berdasarkan Hukum Termodinamika
Di alam bebas kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara
kimia disebut ore. Bijih-bijih ini
berupa oksida, sulfida, karbonat atau senyawa lain yang lebih kompleks. Dengan
adanya teori termodinamika dapat dikatakan bahwa bijih atau senyawa lain berada
pada energi yang terendah. Energi yang besar diperlukan untuk memisahkan logam
misalnya besi dari bijihnya seperti besi oksida, ini dilakuakan dengan melalui
pemanasan (dengan agen pereduksi) dalam blast
furnance dengan temperatur sekitar 1600oC. Oleh karena itu
logam-logam dalam keadaan tidak bergabung dengan bahan lain memiliki tingkat energi
yang tinggi. Hukum termodinamika menggambarkan keadaan energi yang tinggi yang
akan berubah ke energi yang rendah. Kecenderungan ini membuat logam-logam
bergabung kembali dengan unsur-unsur yang dilingkungan, yang akhirnya membentuk
gejala yang disebut korosi (Chodijah Siti.2008)
Selisih energi bebas antara logam dengan produk korosinya hanya
menggambarkan logam yang mengalami korosi bukan penentuan laju korosinya.
Energi bebeas merupakan faktor satu-satunya yang menentukan suatu korosi
berlangsung spontan atau tidak.
Semua korosi bergantung pada temperatur, ini karena tingkat energi bebas
unsur-unsur yang terlibat bergantung pada temperatur. Oleh sebab itu kita dapat
mengaplikasikan ke persamaan termodinamika sebagai berikut :
∆G = ∆Go + RT ln J 2.1
J
didefiniskan untuk suatu reaksi A + B = C + D
J = [C][D]/[A][B] 2.2
J mengandung
nilai berubah-ubah sesuai dengan perubahan energi pada keadaan tidak seimbang.
Jika sistem mencapai suatu titik dimana perubahan energi bebas tidak ada, maka
sistem itu berada dalam kesetimbangan dan ∆G=O .
Maka J = K dengan K adalah tetapan kesetimbangan
∆Go = -RT ln K 2.3
Seperti contoh reaksi diatas menggambarkan besi yang terkorosi dalam
larutan tembaga sulfat sebagai berikut :
Fe Fe2+
= 2e 2.4
Cu2+ + 2e Cu
2.5
Fe + Cu2+ Fe2+
+ Cu 2.6
Yang menggerakan reaksi tersebut adalah energi bebas sehingga didapatkan
persamaan
∆G= ∆Go + RT ln [Fe2+][Cu]/[Cu2+][Fe] 2.7
Berdasarkan persamaan yang dirumuskan Michael Faraday yang menyatakan
kerja yang dilakukan (perubahan energi bebas pada proses korosi) berdasarkan
beda potensial dan muatan yang dipindahkan :
∆G = E – zF 2.8
Keterangan :
E = potensial yang diukur (volt)
z = banyaknya elektron yang dipindahkan dalam reaksi
korosi
F = muatan yang dipindahkan oleh satu mol elektron
(96494 coulomb per mol)
Tanda negatif menunjukan bahwa elekron bermuatan
negatif.
Tanda (o) menyatakan kondisi baku sehingga
dapat dituliskan menjadi :
∆Go = - zFE 2.9
Sehungga kita dapat memasukan kedalam persamaan [2.5]
sebagai berikut :
- zFE = -zFEo + RT ln [Fe2+]/[Cu2+] E = Eo – RT/zF ln [Fe2+]/[Cu2+]
E = Eo –RT/zF lg
Hasil reaktan/reaktan 2.10
Dengan temperartur baku 298oK dan R= 8.3143
J/mol/K serta konversi ke logaritma berbasis 10 persamaan tersebut menjadi :
E = Eo -0.059/z
log Hasil reaktan/reaktan 2.11
E adalah ketidakseimbangan yang dibangkitkan pada
reaksi, dengan reaktan menyatakan konsentrasi reaktan dan hasil reaksi
menyatakan konsentrasi hasil reaksi.
Prilaku termodinamika dapat dijelaskan pada diagram
pourbaik/ E-pH. Dalam diagram ini menggambarkan hubungan pH dan potensial
elektroda dalam kondisi elektroda sehingga dapat memperlihatkan kondisi-kondisi
dimana logam akan terkorosi, tidak terkorosi atau mengalami pemasifan dalam
larutan dalam pelarut air.
*
**
Gambar 2.1
Stabilitas Termodinamika Pada Air, Oksigen Dan Hidrogen
Pada gambar 2.1 garis a menunjukan garis kesetimbangan
: H2 2H+ + 2e. Garis b menunjukan kesetimbangan 2H2O O2 _ 4H+
+ 4e, dimana tanda * mengindikasikan peningkatan driving force termodinamika untuk reduksi oksigen secara katodik
sebagaimana potensial turun dibawah garis b. Tanda ** menindikasikan
peningkatan driving force untuk
evolusi hydrogen secara katodik
sebagaimana potensial turun dibawah garis a (Chodijah Siti.2008)
Gambar 2.2
Diagram E-pH Aluminium
BAB III
PROTEKSI KATODIK DAN ANODIK
3.1 Proteksi
Katodik
Proteksi katodik adalah suatu metode yang bersifat elektrik yang digunakan
untuk pencegahan korosi pada struktur logam yang berada pada suatu lingkungan
korosif berupa elektrolit seperti tanah atau air. Terdapat dua metode dasar
untuk pengendalian korosi dengan proteksi katodik. Salah satunya adalah yang
menggunakan arus yang dihasilkan dari penggabungan dua logam yang berbeda
secara elektrokimia, metode ini dikenal sebagai metode Anoda Tumbal
(Sacrificial atau Galvanic Cathodic Protection Systems). Metode lainnya dari
proteksi katodik adalah yang melibatkan penggunaan sumber arus searah atau DC
(Direct Current) dari luar sistem yang dikenal sebagai metode Arus Paksa
(Impressed Current Cathodic Protection System).
3.1.1 Perlindungan
Korosi Dengan Anoda Korban
Ada dua jenis proteksi katodik, yaitu dengan metoda
anoda korban (sacrificial anode) dan dengan metoda arus tanding (impressed
current). Sacrificial anode merupakan suatu sistem perlindungan terhadap korosi
yang sering digunakan pada struktur pipa bawah laut. Hal ini dikarenakan proses
instalasi yang sederhana dan tidak membutuhkan media penghantar arus listrik
lain. Metode sacrificial anode juga dikenal sebagai galvanic anode, dimana cara
kerja dan sumber arus yang digunakan berasal dari reaksi galvanis dari anoda
itu sendiri. Prinsip dasar dari sistem anoda korban adalah dengan menciptakan
elektrokimia galvanis dimana dua logam yang berbeda dihubungkan secara elektrik
dan ditanam dalam elektrolit alam (tanah atau air). Dalam sel logam yang
berbeda tersebut, logam yang lebih aktif dalam seri galvanik akan menjadi anoda
terhadap logam yang kurang aktif dan terkonsumsi selama reaksi elektrokimia.
Logam yang kurang aktif akan menerima proteksi katodik pada permukaannya karena
adanya aliran listrik melalui elektrolit dari logam anodik dan logam yang
diproteksi tersebut akan menerima elektron. Terdapat jenis-jenis sacrificial
anode diantaranya bracelet anodes dan sled anode (Hudi.2012). Anoda korban
relatif lebih murah, mudah dipasang bila dibandingkan dengan metoda arus
tanding. Keuntungan lainnya adalah tidak diperlukannya peralatan listrik yang
mahal dan tidak ada kemungkinan salah arah dalam pengaliran arus (Trethewey,
1991).
Gambar 3.1 Bracelet
Anodes
Dalam mendesain sacrificial anode dibutuhkan parameter
desain pipa untuk mengetahui besar arus proteksi yang dibutuhkan. Dalam hal
ini, parameter desain pipa yang dibutuhkan adalah ketebalan dinding pipa dan
ketebalan selimut beton. Dalam melakukan analisis desain sacrificial anode
cathodic protection, terdapat beberapa kriteria perhitungan kebutuhan anoda
dalam melindungi pipa dari serangan korosi. Kriteria tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Kriteria perhitungan berdasarkan berat
total anoda
2. Kriteria perhitungan berdasarkan
keluaran arus anoda
3. Kriteria perhitungan berdasarkan potential
attenuation
4. Kriteria
berdasarkan jarak pemasangan maksimum anoda.
Keempat
kriteria tersebut akan dibandingkan untuk mendapatkan jarak terpendek
pemasangan anoda di sepanjang pipa bawah laut (Hudi.2012). Barangkali yang paling
sederhana untuk menjelaskan cara kerja proteksi katodik dengan anoda korban
adalah menggunakan konsep tentang sel korosi basah seperti gambar 3.2 Kaidah
umum dari sel korosi basah adalah bahwa dalam suatu sel, anodalah yang
terkorosi, sedangkan yang tidak terkorosi adalah katoda. Anoda-anoda yang
dihubungkan ke struktur dengan tujuan mengefektifkan perlindungan terhadap
korosi dengan cara ini disebut anoda-anoda korban (sacrificial anodes). Kita
dapat memanfaatkan pengetahuan mengenai deret galvanik untuk memilih suatu
bahan yang akan menjadi anoda. Anoda korban yang biasa digunakan di lingkungan
pantai diantaranya adalah seng dan aluminium (Trethewey, 1991).
Gambar 3.2 Sel korosi basah sederhana (Trethewey, 1991).
Untuk struktur yang lebih besar, sistem anoda tumbal
tidak dapat menyediakan kebutuhan arus yang cukup untuk perlindungan secara
menyeluruh, dan juga tidak ekonomis. Sistem proteksi katodik arus paksa
dikembangkan untuk mengatasi kelemahan tersebut.
3.1.2 Proteksi
Katodik Arus Paksa
Proteksi
katodik arus paksa atau dikenal dengan Impressed Current Cathodic Protection
(ICCP) merupakan salah satu metode proteksi katodik (Cathodic Protection)
dimana kebutuhan arus elektronnya disuplai dari luar system.
Proteksi
katodik biasa diaplikasikan ke struktur yang telah dilapisi dengan pelapisan
(coating) yang menyediakan bentuk primer dalam perlindungan korosi. Sedangkan
untuk sistem yang tidak terlapisi kebutuhan arus proteksi katodik biasanya
selalu berlebih. Metode ini biasa digunakan untuk perlindungan pipa-pipa dan
tangki yang dikubur, struktur di dalam perairan laut dan besi-besi penunjang.
A.
Prinsip Dasar
Sistem Proteksi Katodik Arus Paksa
Pada
prinsipnya sistem proteksi katodik arus paksa sama dengan anoda tumbal, hanya
saja kebutuhan arus elektronnya disuplai dari luar sistem yaitu dari anoda yang
dihubungkan ke sumber arus DC. Sumber arus DC dapat dihasilkan dari berbagai
sumber seperti baterai, solar sel, dan generator. Idenya adalah dengan
membanjiri struktur logam yang akan dilindungi dengan sumber elektron dari luar
sistem sehingga membuat struktur logam tersebut menjadi bersifat katodik dan
membuat struktur logam imun terhadap korosi. Komponen dasar yang membentuk
sistem proteksi katodik arus paksa terdiri dari katoda yaitu logam yang akan
dilindungi, sumber arus DC (Rectifier), anoda inert (Ground Bed atau Anode
Bed), dan kawat penghubung (Metallic Circuit) antara anoda dan katoda.
Pada sistem
ini, anoda dipasang di dalam tanah tempat logam yang akan diproteksi berada dan
dihubungkan ke terminal positif dari output rectifier. Sedangkan logam yang
akan dilindungi dihubungkan ke terminal negatif dari output rectifier. Aliran
arus akan mengalir dari anoda melalui elektrolit di dalam tanah dan sampai ke
logam. Sistem proteksi katodik arus paksa dapat memiliki banyak konfigurasi
anoda yang tergantung pada elektrolit dan logam yang akan dilindunginya.
Gambar 3.3 Contoh Impressed Current Cathodic
Protection (ICCP)
Dengan
menggunakan metode ini ada beberapa keuntungan yang tidak dapat dicapai dengan
metode-metode lain, yaitu:
1.
Besarnya
tegangan dan arus dapat di desain untuk range yang lebih luas dan sesuai
kebutuhan.
2.
Area yang luas
dapat di proteksi dengan hanya satu buah instalasi sistem proteksi katodik arus
paksa.
3.
Keluaran
tegangan dan arus yang bervariasi dan dapat diatur.
4.
Dapat
diaplikasikan untuk lingkungan dengan tingkat resistivitas yang tinggi.
5.
Efektif untuk
melindungi struktur yang dilapisi maupun yang tidak.
Selain
memiliki kelebihan yang menguntungkan, metode ini juga memiliki
kelemahan-kelemahan yang membatasi dalam penggunaannya, yaitu:
1. Dapat menimbulkan masalah interferensi katodik.
2. Dapat mengalami kegagalan suplai energi / power.
3. Memerlukan inspeksi dan maintenance secara berkala.
4. Memerlukan sumber daya dari luar, yang menyebabkan
tambahan pengeluaran bulanan.
5. Proteksi yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan
dari pelapisan.
Perlindungan
korosi dengan metode arus paksa secara efektif dapat mencegah terjadinya proses
korosi. Selama proses perlindungan, logam secara terus menerus menerima suplai
arus negatif untuk mempertahankan potensialnya dibawah potensial korosi
bebasnya. Sistem perlindungan ini adalah perlindungan yang paling unggul
dibandingkan dengan sistem perlindungan yang lain, terutama dari segi nilai
ekonomis dan kemudahan instalasinya.
3.2 Proteksi
Anodik
Metode
ini dikembangkan menggunakan prinsip kinetika dari elektroda. Perlindungan
anodik berbeda dari perlindungan katodik, teknik lain yang digunakan untuk
mencegah korosi dalam perangkat logam dan struktur logam.Dalam perlindungan
anodik, arus listrik digunakan untuk membuat lapisan pelindung teroksidasi pada
bahan dasar yang dilindungi, yang sering dikenal sebagai substrat.Perlindungan
anodik biasanya digunakan untuk melindungi logam dalam lingkungan yang terlalu
korosif sehingga metode perlindungan lain mungkin tidak akan efektif. Perlindungan
katodik berbeda dari teknik anodik karena perlindungan katodik menggunakan
batang logam yang disebut “katoda korban” agar terkorosi, menggantikan logam
dilindungi. Secara sederhana, proteksi anodik bekerja berdasarkan susunan
lapisan pelindung pada logam yang dihasilkan dari arus anodik yang dialirkan
dari luar Proteksi anodik mempunyai kelebihan yang unik, contohnya adalah arus yang dialirkan biasanya sebanding dengan
laju korosi dari sistem yang dilindungi. Sehingga proteksi anodik tidak hanya
melindungi tapi juga memberikan nilai langsung laju korosi untuk monitoring
sistem. Perlindungan
anodik umum digunakan untuk melindungi baja dari korosi akibat paparan
substansi dengan pH kecil (asam) maupun pH tinggi (basa). Teknik ini biasanya
ditemukan di pabrik-pabrik yang produksinya melibatkan berbagai senyawa asam
kuat atau basa kuat seperti asam sulfat, asam fosfat, atau asam kromat. Material
lain yang bisa pula dibuat lebih tahan dengan perlindungan anodik adalah
magnesium, titanium, dan seng. Perlindungan anodik bekerja dengan membentuk
lapisan pelindung yang disebut film anodik pada logam dasar. Lapisan film ini
merupakan lapisan teroksidasi terkontrol yang terbentuk di atas logam
menggunakan arus listrik terkontrol yang sekaligus dapat digunakan untuk
meningkatkan dan mengurangi ketebalan film anodik. Lapisan film lantas
bertindak sebagai penghalang antara logam dengan lingkungan korosif di
sekitarnya. Sensor digunakan untuk memantau arus listrik dalam larutan dan pada
logam yang dilindungi, yang berfungsi sebagai anoda Jika tingkat arus berada di
bawah level aman, maka sensor akan memicu alarm dan memperingatkan operator. Proteksi
anodik ini biasa digunakan untuk melindungi peralatan yang digunakan untuk menyimpan dan menanggani asam
sulfat (H2SO4) (Harsisto.2001).
BAB IV
STUDY KASUS
PENGGUNAAN ANODA KORBAN PADA LINGKUNGAN AIR LAUT
4.1 Korosi Pada
Media Air Laut
Korosi yang terjadi dilingkungan air laut di dorong
oleh faktor-faktor : kadar gas dalam air laut (aerosols), hujan (rain),
embun (dew), kondensasi (condensation) dan tingkat kelembaban (humidity)
serta resistivitas. Secara alami lingkungan air laut mengandung ion
khlorida (chloride ions) dengan kombinasi tingginya penguapan (moisture),
unsur yang terkandung dalam air laut dapat dan persentasi oksigen terkandung yang
juga turut memperparah korosi karena air laut. Korosi pada air laut sangat
tergantung pada :
· Kadar khlorida
· pH
· Kadar Oksigen
·
Temperatur
Air laut merupakan lingkungan yang korosif untuk besi
dan baja, terutama karena resistivitas air laut sangat rendah (+ 25 Ohm–cm)
dibandingkan resistivitas air tawar ( + 4000 Ohm–cm ). Proses korosi air laut
merupakan proses elektrokimia.
Faktor –faktor yang mendorong korosi pelat baja dalam
media air laut adalah :
a. Sifat air laut (kimia-fisika dan biologis)
b. Sifat logam (pengaruh susunan kimia dan mill
scale )
4.1.1 Sifat
kimia – fisika air laut
Kandungan garam yang terlarut dalam air laut dan
temperatur sangat menentukan penghantaran listrik pada air laut, yang merupakan
salah satu faktor mempercepat terjadinya proses korosi. Pada kadar garam yang
sama, kenaikan temperatur air laut menyebabkan daya hantar listrik air laut meningkat,
sedangkan pada temperatur air laut yang sama dengan kadar garam yang meningkat
menyebabkan hantaran listrik air laut naik.
4.1.2 Sifat
biologis air laut
Pengaruh
fouling (pengotoran lambung kapal akibat melekatnya hewan dan tumbuhan
laut) akan menimbulkan korosi pada pelat lambung kapal. Proses korosi terjadi
saat melekatnya mikro organisme bersel satu pada lambung kapal dengan bantuan
cat sebagai zat perekatnya, sehingga terdapat lapisan yang mudah mengelupas.
Pada lapisan yang mengelupas akan timbul benih-benih hewan laut dan tumbuhan
laut yang akan terus berkembang biak. Mikroorganisme yang menempel di lambung
kapal menimbulkan pertukaran zat yang menghasilkan zat-zat agresif seperti :
NH4OH, CO2, H2S dan atom-atom yang agresif, selanjutnya akibat reaksi
elektrokimia terbentuklah gas oksigen. Gas oksigen dengan proses chlorophile
akan membentuk sulfit dan sulfat yang menghasilkan zat yang berpengaruh
terhadap terjadinya korosi air laut.
4.1.3 Susunan
kimia logam
Selain
unsur Fe pada pelat baja kapal juga terdapat unsur lainnya seperti C, Si, Mn,
Cu, Cr, Ni, S dan P, unsur yang menimbulkan korosi air laut adalah unsur: C,
Mn, S dan P.
4.1.4 Pembentukan mill scale pada pelat baja
Pembentukan
mill scale terdiri dari tiga lapisan, lapisan terluar adalah Fe2O,
lapisan tengah Fe3O4 dan FeO, sedangkan lapisan yang dekat pelat kapal adalah
FeO dan Fe. Perbedaan potensial elektrokimia antara pelat baja kapal +0,28
volt. Perbedaan potensial elektrokimia tersebut menyebabkan terjadi reaksi yang
menimbulkan korosi air laut pada pelat baja kapal. Lapisan Fe3O4 dari
hasil korosi air laut pada pelat baja kapal akan menimbulkan daerah
anoda seperti Gambar 4.1, yang akan terus meluas sampai dibawah lapisan
mill scale. Daerah anoda yang kedua ini menimbulkan korosi air laut yang
lebih besar dibandingkan dengan daerah anoda yang pertama karena
terdapat oksigen bebas yang dapat dengan bebas bereaksi (Benyamin D,2006).
Gambar 4.1
Terjadi korosi dibawah mill scale (Benyamin D, 2006).
4.2
Korosi
Pelat Baja Lambung Kapal
Kapal baja merupakan kapal dengan seluruh bangunan
terbuat dari baja paduan dengan komposisi kimia sesuai standar untuk konstruksi
kapal yang dikeluarkan oleh biro klasifikasi kapal (Standards:ABS, BKI, DNV,
RINA, GL,LR, BV, , NK, KR, CCS and etc) dengan klas baja : A, B, C, D dan
E. (Grade: A, B, D, E, AH32-AH40, DH32-DH40 ,A32 ,A36 ,D32, D36 and etc)
dengan tebal: 8 mm s/d 100 mm, lebar : 1500 mm s/d 2700 mm, panjang : 6 ms/d 13
m (PT. BKI,2006).
Baja untuk konstruksi kapal pada umumnya dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu baja konstruksi kapal biasa, baja konstruksi kapal
dengan tegangan tinggi, dan baja tempa. Baja untuk konstruksi kapal mempunyai
sifat mekanik yang sudah mendapat persetujuan dari BKI sebagaimana tercantum
dalamtabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Sifat
Mekanis Baja Kapal (BKI. 2006)
No
|
Jenis Baja
|
Kekuatan Tarik (Kg/mm2)
|
Tgangan Luluh (Kg/mm2)
|
Regangan Patah (%)
|
Keterangan
|
1
|
Baja kapal biasa
|
41 - 50
|
≥ 24
|
≥ 22
|
Baguan kapal yang mendapat tekanan kecil
|
2
|
Baha Tegangan Tinggi
|
1.
48 – 60
2.
50 - 63
|
≥ 32
Min. ≥ 36
|
≥ 22
|
Bagian kapal yang mendapat tekanan tinggi
|
3
|
Baja Tempa
|
Min.41
|
Poros, kopling, engkol, linggi
|
Pemakaian pelat baja untuk bangunan kapal memiliki
resiko kerusakanyang tinggi, terutama terjadinya korosi pada pelat baja yang
merupakan proses elektrokimia, akibat lingkungan air laut yang memiliki
resistivitas sangat rendah + 25 Ohm-cm,jika dibandingkan dengan air tawar +
4.000 Ohm-cm, (Caridis, 1995) dan sesuai dengan posisi pelat pada lambung
kapal. Pelat lambung kapal yang mengalami korosi dapat dilihat pada Gambar 4.2.
C
B
A
Gambar 4.2
Pelat lambung kapal (LCT Containers Carrier : MV. Sirena).
Posisi pelat baja lambung kapal terbagi dalam tiga
bagian yaitu :
a. Selalu tercelup air (pelat
lajur alas, pelat lajur bilga, dan pelat lajur sisi sampai sarat minimal).
b. Keluar masuk air (pelat lajur
sisi kapal dari sarat air minimal sampai sarat air maksimal).
c. Tidak tercelup air (pelat lajur
sisi mulai dari sarat maksimal sampai dek utama).
Korosi yang dapat terjadi pada pelat baja kapal dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis (Caridis, 1995), yaitu :
1. Korosi Merata (uniform corrosion), seluruh permukaan pelat
terserang korosi biasanya pada bagian pelat yang berada diatas garis air.
2. Korosi Pelobangan (pitting corrosion), pada permukaan pelat
terjadi lobang yang semakin lama akan bertambah dalam dan akhirnya dapat
menembus pelat.
3. Korosi Tegangan (stress corrosion), korosi pada bagian pelat
yang memikul beban besar.
4. Korosi Erosi (errosion corrosion), korosi yang terjadi pada
material yang menerima tumbukan partikel cairan yang mengalir dengan kecepatan
tinggi.
5. Korosi Celah (crevice corrosion), korosi yang terjadi pada
celah, daerah jepitan, sambungan dan daerah yang ditutupi binatang dan tumbuhan
kecil.
4.3
Perlindungan Anoda Korban Pada Kapal Oleh Seng dan
Aluminium
Perlindungan yang akan diberikan oleh seng akan luar
biasa seandainya logam tersebut dapat dilarutkan dengan laju yang kurang-lebih
konstan. Seng murni yang tersedia di pasaran, terkorosi di air laut sambil
membentuk selapis kulit kedap air yang sangat membatasi keluaran arusnya.
Diantara bahan-bahan pengotor : besi, tembaga dan timbal; yang paling
menimbulkan efek merusak pada anoda adalah besi. Kelarutannya dalam seng
sedemikian rendah (<0.0014%) sehingga apabila berlebih maka
kelebihan-kelebihan itu akan berupa partikel-partikel terpisah. Hal ini pada
gilirannya akan membentuk sel galvanik lokal yang menghasilkan suatu lapisan
seng hidroksida/seng karbonat yang tidak dapat larut dan tidak menghantarkan
listrik; yang akhirnya menjadikan anoda tidak efektif (Trethewey, 1991).
Dalam keadaan normal aluminium mengalami korosi
sumuran dalam air laut diakibatkan oleh lapisan oksida yang bersifat katodik
yang selalu membungkus logam itu ketika masih berada di udara bebas. Unsur
paduan yang ditambahkan dapat mencegah terbentuknya selaput oksida yang merata,
merekat erat dan protektif sehingga kegiatan galvanik terus berlangsung.
Dengan tujuan inilah orang mengembangkan paduan
aluminium yang menggunakan seng dan air raksa atau seng dan indium. Paduan
aluminium mempunyai nisbah daya listrik/berat yang lebih besar dibandingkan
dengan paduan seng dan penggunaan paduan aluminium mulai menggantikan
penggunaan seng dalam beberapa penerapan khususnya pada industri lepas pantai
(Trethewey, 1991).
Anoda korban yang dianjurkan untuk dipakai pada kapal berdasarkan Biro
Klasifikasi Indonesia dalam Regulation for the Corrosion Protection and Coating
System sesuai Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 sebagai berikut ini :
Tabel 2.2 Anoda
korban Aluminium aplikasi dalam air laut (BKI, 2004)
Elemen
|
KI- Al1
|
KI- Al2
|
KI- Al3
|
Si
|
< 0,10
|
< 0,10
|
S1 + Fe
< 0,10
|
Fe
|
< 0,10
|
< 0,13
|
|
Cu
|
< 0,005
|
< 0,005
|
< 0,02
|
Mn
|
N/A
|
N/A
|
0,15 – 0,50
|
Zn
|
2,0-6,0
|
4,0-6,0
|
2,0-5,0
|
Ti
|
-
|
-
|
0,01-0,05
|
In
|
0,01-0,03
|
-
|
0,01-0,05
|
Sn
|
-
|
0,05-0,15
|
-
|
Other
|
< 0,10
|
< 0,10
|
< 0,10
|
Al
|
residue
|
Residue
|
Residue
|
Potential (T=20oC)
|
-1,05 Volt Ag/AgCl/See
|
-1,05 Volt
Ag/AgCl/See
|
-1,05 Volt Ag/AgCl/See
|
Qg (T=20oC)
|
2000 Ah/kg
|
2000 Ah/kg
|
2700 Ah/kg
|
Efficiency (T=20oC)
|
95%
|
95%
|
95%
|
Tabel 2.3 Anoda
korban Seng aplikasi dalam media air laut (BKI, 2004)
Elemen
|
KI- Zn1
|
KI- Zn2
|
Al
|
0,100 – 0,500
|
< 0,0100
|
Cd
|
0,025 – 0,070
|
< 0,0040
|
Cu
|
< 0,005
|
< 0,0050
|
Fe
|
< 0,005
|
< 0,0014
|
Pb
|
< 0,006
|
< 0,0060
|
Zn
|
> 99,22
|
> 99,880
|
Potential (T=20oC)
|
-1,03 Volt
Ag/AgCl/See
|
-1,03 Volt
Ag/AgCl/See
|
Qg (T=20oC)
|
780 Ah/kg
|
780 Ah/kg
|
Efficiency (T=20oC)
|
95%
|
95%
|
4.4 Perhitungan Laju Korosi Pelat Baja dengan Perlindungan
Anoda Korban
Dalam hal ini perlu memperhitungkan luas relatif dari
anoda dan katoda, karena apabila anoda telah terkorosi habis maka katoda akan
segera terkorosi. Jadi laju korosi anoda harus diperhitungkan untuk
memperkirakan penggantian anoda. Parameter untuk menghitung laju korosi adalah
keluaran arus per satuan luas permukaan terbuka yang juga disebut laju
pengausan (wastage). Juga dinyatakan dengan laju hilangnya logam dalam
satuan volume maupun satuan masa perluas permukaan per tahun. Dalam
perlindungan korosi dengan metode anoda korban ini, laju korosi dapat
dinyatakan sebagai berikut (Trethewey, 1991):
CR = K x W
A x D x T 4.1
dimana :
CR = Laju korosi (mm/th)
W = Massa yang terkorosi (gram)
A = Luas tercelup (cm2)
K = 8.76 x 104
T = Waktu (jam)
D
= Densitas (gram/cm3)
4.5
Perhitungan
Kebutuhan Anoda Korban
Luas permukaan basah (wetted surface area)
merupakan rancang bangun luas permukaan lambung kapal yang tercelup di dalam
air laut sangatlah diperlukan, untuk menentukan berapa banyak anoda yang
diperlukan, tempat peletakan anoda korban, dan lain sebagainya. Rumus – Rumus
dan Tabel - Tabel yang diperlukan dalam perhitungan, mengacu pada standar Det
Norske Veritas Industry Norway AS, RP B401 yang terdapat dalam Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Desain arus rata – rata densitas berdasarkan
kedalaman dan iklim
(Det Norske Veritas Industry
Norway, 1993)
Kedalaman (m)
|
Desain arus densitas (rata – rata) dalam
A/m2
|
|||
Tropical (>20oC)
|
Sub- Tropical (12 - 20oC)
|
Beriklim sedang (7-12oC)
|
Sangat
dingin (<7oC)
|
|
0 < 30
|
0.070
|
0.080
|
0.100
|
0.120(1)
|
> 30
|
0.060
|
0.070
|
0.080
|
0.100
|
4.6 Perhitungan Massa Anoda Korban
Total massa anoda korban
(M), dapat dihitung dengan rumus.
M = Ic (rata-rata).tf .8760
u. e 4.2
Dimana
Ic, permintaan arus desain, tf umur dari proteksi katodik (tahun), 8760
konstanta, dari pertahun diajdikan perjam, u adalah factor guna anoda korban
(Ampere), e adalah electrochemical efficiency material anoda
(aluminium alloy) (Ampere hour/kg).
Gambar
4.3 Desain Secara Umum Anoda Korban (Fontana, 1986).
DAFTAR
PUSTAKA
Hakim, Arif Rachman and Bayuseno, A.P., Dr.Ir. MSc (2012) ANALISA KOROSI ATMOSFER PADA
MATERIAL BAJA KARBON-SEDANG DI KOTA SEMARANG. Undergraduate thesis, Mechanical
Engineering Departement, Faculty Engineering of Diponegoro University.
Benjamin
D. Craig, 2006, Corrosion Prevention and Control: A Program Management Guide
for Selecting Materials by : Advanced Materials, Manufacturing, and Testing
Information Analysis Center (AMMTIAC).
Fontana, Mars G, 1986, Corrosion
Engineering, 3th Edition, Mc Graw Hill Book Co., New York.
Trethewey, Kenneth, R, B.Sc, Ph.D, C.Chem, MRSC, MCORR.ST, John
Chamberlain, 1991, Korosi Untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasa, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Caridis,
P.A, B.Sc, M.Sc, Ph.D MRINA. C. Eng, 1995, Inspection, Repair and
Maintenance of Ship Structure, Witherby & CO. LTD, London.
DNV
Recomended Practice RP.B401, 1993, Cathodic Protection Design,
Det Norske Veritas Industry Norway AS, Hovik.
Sasono Eko Julianto.2010. Efektifitas Penggunaan Anoda Korban
Paduan Aluminium Pada Pelat Baja Kapal AISI E 2512 Terhadap Laju Koroisi Di
Dalam Media Air Laut. Undergraduate Thesis. Program Studi Magister Teknik
Mesin, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro,Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar