Sabtu, 03 Desember 2016

Termodinamika Korosi Dan Perlindungan Katodik-Anodik




BAB I
KOROSI SECARA UMUM


1.1    Korosi
Korosi  berasal  dari  bahasa  latin  Corrodere yang  artinya  perusakan  logam  atau berkarat. Definisi korosi adalah proses degradasi/deteorisasi/perusakan material yang terjadi disebabkan oleh lingkungan sekelilingnya. Beberapa pakar bersikeras definisi hanya berlaku pada logam saja, tetapi para insinyur korosi juga ada yang mendefinisikan istilah korosi berlaku juga untuk material non logam, seperti keramik, plastik, karet. Sebagai contoh rusaknya cat karet karena sinar matahari atau terkena bahan kimia, mencairnya lapisan tungku pembuatan baja, serangan logam yang solid oleh logam yang cair (liquid metal corrosion) (Rahman Arief dkk,2012).
Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan berlangsung dengan sendirinya pada logam yang berada dalam suatu lingkungan korosif baik itu berbentuk gas maupun cairan / elektrolit. Oleh karena itu korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali, tetapi proses korosi dapat dikendalikan, sehingga akan memperlambat proses perusakannya.
Korosi disebut juga suatu penyakit dalam dunia teknik, walaupun secara langsung tidak termasuk  produk  teknik.  Studi  dari  korosi  adalah  sejenis  usaha  pengendalian  kerusakan supaya serangannya serendah mungkin dan dapat melampaui nilai ekonomisnya, atau jangan ada logam jadi rongsokan sebelum waktunya. Caranya adalah dengan pengendalian secara preventif supaya menghambat serangan korosi. Cara ini lebih baik daripada memperbaiki secara represif yang biayanya akan jauh lebih besar. Korosi dapat berjalan secara cepat ataupun lambat tergantung dari material bahan, lingkungan, temperatur dan lain sebagainya. Dalam dunia teknik, material korosi yang sering disinggung adalah korosi pada logam (Rahman Arief dkk,2012).
1.2  Proses Korosi
Suatu proses korosi pada logam dapat terjadi karena terpenuhinya empat syarat yaitu, ada yang bertindak sebagai anoda, sebagai katoda, adanya elektrolit, dan adanya jalur listrik (electrical circuit) yang menghubungkan antara anoda dan katoda ilustrasinya dapat dilihat pada gambar 2.1, dengan kehadiran empat komponen tersebut maka suatu bentuk proses elektrokimia yang disebut dengan sel korosi (corrosion  cell) akan terjadi pada logam, dan menyebabkan  logam menjadi terdegradasi / terkorosi (Rahman Arief dkk,2012).
Proses korosi juga terjadi dikarenakan adanya kecenderungan suatu logam untuk berubah menjadi keadaan yang lebih stabil melalui reaksi oksidasi, dimana kecenderungan oksidasi suatu logam bervariasi tergantung pada potensial reduksinya.












Gambar 1.1 Proses korosi yang terjadi pada pipa
Degradasi logam terjadi pada wilayah permukaan yang bertindak sebagai anoda, dimana elektronnya tereksitasi dan mengalir melalui elektrolit sampai ke katoda. Pada anoda akan terbentuk residu hasil proses korosi berupa oksida atau karbonat yang disebut dengan karat. Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3.nH2O, yaitu suatu zat padat yang berwarna coklat kemerahan Bentuk reaksi umum pada anoda adalah reaksi peluruhan logam menjadi ion, seperti yang ditunjukkan pada persamaan di bawah ini.
M                Mn+ + en-                                                                                                                     1.1
Contoh pada besi (Fe) yang mengalami reaksi oksidasi / peluruhan, reaksi  yang terjadi adalah:
Fe               Fe2+ + 2e-                                                                                       1.2
Elektron yang dibebaskan di anoda kemudian mengalir ke bagian lain dari besi yang bertindak sebagai katoda, di mana oksigen akan tereduksi dengan reaksi pada persamaan berikut:
O2             2H2O+ + 4e-                                                                                     1.3            Persamaan 2.2 dapat juga disebut sebagai persamaan untuk reaksi anodik, sedangkan  persamaan  2.3  disebut  dengan  persamaan  katodik,  sehingga  hasil keseluruhan persamaan reaksi oksidasi-reduksinya adalah sebagai berikut:
2Fe + O2 + H2O              2Fe2+ + 4OH-                                                                              1.4
Setelah proses peluruhan, ion besi (Fe2+) akan secara merata teroksidasi menjadi Fe3+ dan akan bergabung dengan ion hidroksida (OH-) pada katoda membentuk produk yang disebut karat (FeOOH atau Fe2O3.nH2O). yang perlu diperhatikan adalah bahwa proses peluruhan logam yang terjadi pada anoda berlangsung secara elektrokimia, sedangkan produk karat dihasilkan dari reaksi kimia kedua
1.3  Jenis-jenis Korosi
Terdapat beberapa jenis korosi yang terjadi di alam diantaranya adalah sebagai berikut :
1.    Uniform Corrosion (korosi seragam)
Korosi seragam adalah korosi yang terjadi pada permukaan logam akibat reaksi kimia karena pH air yang rendah dan udara yang lembab, sehingga makin lama logam makin menipis.
Biasanya ini terjadi pada pelat baja atau profil, logam homogen. Korosi jenis ini bisa dicegah dengan cara diberi lapis lindung yang mengandung inhibitor seperti gemuk.
a.    Untuk lambung kapal diberi proteksi katodik
b.    Pemelihara material yang tepat
c.    Untuk jangka pemakain yang lebih panjang diberi logam berpaduan tembaga 0.4%
2.    Pitting Corrosion (korosi sumuran)
Adalah korosi yang disebabkan karena komposisi logam yang tidak homogen yang dimana pada daerah batas timbul korosi yang berbentuk sumur.
Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara :
a.  Pilih bahan yang homogen
b.  Diberikan inhibitor
c.  Diberikan coating dari zat agresif
3.    Errosion Corrosion ( korosi erosi )
Korosi yang terjadi karena keausan dan menimbulkan bagian – bagian yang tajam dan kasar, bagian – bagian inilah yang mudah terjadi korosi dan juga diakibatkan karena fluida yang sangat deras dan dapat mengkikis film pelindung pada logam. Korosi ini biasanya terjadi pada pipa dan propeller.
Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara :
a. Pilih bahan yang homogen
b.  Diberi coating dari zat agresif
c.  Diberikan inhibitor
d.  Hindari aliran fluida yang terlalu deras
4.  Galvanis Corrosion (korosi galvanis)
Korosi yang terjadi karena adanya 2 logam yang berbeda dalam satu elektrolit sehingga logam yang lebih anodic akan terkorosi.
                 Korosi ini dapat dicegah dengan cara :
a. Beri isolator yang cukup tebal hingga tidak ada aliran elektolit
b. Pasang proteksi katodik
c. Penambahan anti korosi inhibitor pada cairan
5.  Stress Corrosion (korosi tegangan )
Terjadi karena butiran logam yang berubah bentuk yang diakibatkan karena logam mengalami perlakuan khusus ( seperti diregang, ditekuk dll.) sehingga butiran menjadi tegang dan butiran ini sangat mudah bereaksi dengan lingkungan.
Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara :
a. Diberi inhibitor
b. Apabila ada logam yang mengalami stress maka logam harus direlaksasi.
6.  Crevice Corrosion ( korosi celah )
            Korosi yang terjadi pada logam yang berdempetan dengan logam lain diantaranya ada celah yang dapat menahan kotoran dan air sehingga kosentrasi O2 pada mulut kaya disbanding pada bagian dalam, sehingga bagian dalam lebih anodic dan bagian mulut jadi katodik
Korosi ini dapat dicegah dengan cara :
   a. Isolator     
   b. Dikeringkan bagian yang basah
   c. Dibersihkan kotoran yang ada
7.  Korosi Mikrobiologi
Korosi yang terjadi karena mikroba Mikroorganisme yang mempengaruhi korosi antara lain bakteri, jamur, alga dan protozoa. Korosi ini bertanggung jawab terhadap degradasi material di lingkungan. Pengaruh inisiasi atau laju korosi di suatu area, mikroorganisme umumnya berhubungan dengan permukaan korosi kemudian menempel pada permukaan logam dalam bentuk lapisan tipis atau biodeposit. Lapisan film tipis atau biofilm. Pembentukan lapisan tipis saat 2 – 4 jam pencelupan sehingga membentuk lapisan ini terlihat hanya bintik-bintik dibandingkan menyeluruh di permukaan.
Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara :
a.  Memilih logam yang tepat untuk suatu lingkungan dengan kondisi-kondisinya
b.  Memberi lapisan pelindung agar lapisan logam terlindung dari  lingkungannya
c.  Memperbaiki lingkungan supaya tidak korosif
d.  Perlindungan secara elektrokimia dengan anoda korban atau arus  tandingan.
e. Memperbaiki konstruksi agar tidak menyimpan air,lumpur dan zat korosif lainnya.
8.  Fatigue Corrosion
Korosi ini terjadi karena logam mendapatkan beban siklus yang terus berulang sehingga semakin lama logam akan mengalami patah karena terjadi kelelahan logam. Korosi ini biasanya terjadi pada turbin uap, pengeboran minyak dan propeller kapal.
Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara :
a. Menggunakan inhibitor
b. Memilih bahan yang tepat atau memilih bahan yang kuat korosi.
c. Memilih bahan yang tepat atau memilih bahan yang kuat korosi (Utomo Budi,2009)
1.4  Hal-hal yang Mempengaruhi Terjadinya Korosi
       Hal-hal yang memperngaruhi terjadinya korosi adalah sebagai berikut :
1.      Temperatur
Semakin tinggi temperatur maka reaksi kimia akan semakin cepat maka korosi akan semakin cepat terjadi.
2.      Kecepatan Aliran
Jika kecepatan aliran semakin cepat maka akan merusak lapisan film pada logam sehingga akan mempercepat korosi karena logam kehilangan lapisan.
3.      pH
Pada pH yang optimal maka korosi akan semakin cepat (mikroba)
4.      Kadar Oksigen
Semakin tinggi kadar oksiegen pada suatu tempat maka reaksi oksidasi akan mudah terjadi sehingga akan mempengaruhi laju korosi  (Utomo Budi,2009).
.





















BAB II
TERMODINAMIKA KOROSI


2.1    Korosi Berdasarkan Hukum Termodinamika
Di alam bebas kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia disebut ore. Bijih-bijih ini berupa oksida, sulfida, karbonat atau senyawa lain yang lebih kompleks. Dengan adanya teori termodinamika dapat dikatakan bahwa bijih atau senyawa lain berada pada energi yang terendah. Energi yang besar diperlukan untuk memisahkan logam misalnya besi dari bijihnya seperti besi oksida, ini dilakuakan dengan melalui pemanasan (dengan agen pereduksi) dalam blast furnance dengan temperatur sekitar 1600oC. Oleh karena itu logam-logam dalam keadaan tidak bergabung dengan bahan lain memiliki tingkat energi yang tinggi. Hukum termodinamika menggambarkan keadaan energi yang tinggi yang akan berubah ke energi yang rendah. Kecenderungan ini membuat logam-logam bergabung kembali dengan unsur-unsur yang dilingkungan, yang akhirnya membentuk gejala yang disebut korosi (Chodijah Siti.2008)
Selisih energi bebas antara logam dengan produk korosinya hanya menggambarkan logam yang mengalami korosi bukan penentuan laju korosinya. Energi bebeas merupakan faktor satu-satunya yang menentukan suatu korosi berlangsung spontan atau tidak.
Semua korosi bergantung pada temperatur, ini karena tingkat energi bebas unsur-unsur yang terlibat bergantung pada temperatur. Oleh sebab itu kita dapat mengaplikasikan ke persamaan termodinamika sebagai berikut :
∆G = ∆Go + RT ln J                                                                                        2.1
J didefiniskan untuk suatu reaksi A + B = C + D
J = [C][D]/[A][B]                                                                                            2.2
J mengandung nilai berubah-ubah sesuai dengan perubahan energi pada keadaan tidak seimbang. Jika sistem mencapai suatu titik dimana perubahan energi bebas tidak ada, maka sistem itu berada dalam kesetimbangan dan ∆G=O .
Maka J = K dengan K adalah tetapan kesetimbangan
∆Go = -RT ln K                                                                                               2.3
Seperti contoh reaksi diatas menggambarkan besi yang terkorosi dalam larutan tembaga sulfat sebagai berikut :
Fe             Fe2+ = 2e                                                                                         2.4
Cu2+ + 2e             Cu                                                                                       2.5
Fe + Cu2+             Fe2+ + Cu                                                                            2.6
Yang menggerakan reaksi tersebut adalah energi bebas sehingga didapatkan persamaan
∆G= ∆Go + RT ln [Fe2+][Cu]/[Cu2+][Fe]                                                         2.7
Berdasarkan persamaan yang dirumuskan Michael Faraday yang menyatakan kerja yang dilakukan (perubahan energi bebas pada proses korosi) berdasarkan beda potensial dan muatan yang dipindahkan :
∆G = E – zF                                                                                                    2.8
Keterangan :
E = potensial yang diukur (volt)
z = banyaknya elektron yang dipindahkan dalam reaksi korosi
F = muatan yang dipindahkan oleh satu mol elektron (96494 coulomb per mol)
Tanda negatif menunjukan bahwa elekron bermuatan negatif.
Tanda (o) menyatakan kondisi baku sehingga dapat dituliskan menjadi :
∆Go = - zFE                                                                                                     2.9
Sehungga kita dapat memasukan kedalam persamaan [2.5] sebagai berikut :
- zFE = -zFEo + RT ln [Fe2+]/[Cu2+]         E = Eo – RT/zF ln [Fe2+]/[Cu2+]

E = Eo –RT/zF lg Hasil reaktan/reaktan                             2.10
Dengan temperartur baku 298oK dan R= 8.3143 J/mol/K serta konversi ke logaritma berbasis 10 persamaan tersebut menjadi :
E = Eo -0.059/z log Hasil reaktan/reaktan                                                       2.11
E adalah ketidakseimbangan yang dibangkitkan pada reaksi, dengan reaktan menyatakan konsentrasi reaktan dan hasil reaksi menyatakan konsentrasi hasil reaksi.
Prilaku termodinamika dapat dijelaskan pada diagram pourbaik/ E-pH. Dalam diagram ini menggambarkan hubungan pH dan potensial elektroda dalam kondisi elektroda sehingga dapat memperlihatkan kondisi-kondisi dimana logam akan terkorosi, tidak terkorosi atau mengalami pemasifan dalam larutan dalam pelarut air.




                                                                 *
                                                                



                                                                 **









Gambar 2.1 Stabilitas Termodinamika Pada Air, Oksigen Dan Hidrogen
Pada gambar 2.1 garis a menunjukan garis kesetimbangan : H2              2H+ + 2e. Garis b menunjukan kesetimbangan 2H2O                          O2 _ 4H+ + 4e, dimana tanda * mengindikasikan peningkatan driving force termodinamika untuk reduksi oksigen secara katodik sebagaimana potensial turun dibawah garis b. Tanda ** menindikasikan peningkatan driving force untuk evolusi hydrogen secara katodik sebagaimana potensial turun dibawah garis a (Chodijah Siti.2008)
















Gambar 2.2 Diagram E-pH Aluminium






BAB III
PROTEKSI KATODIK DAN ANODIK


3.1    Proteksi Katodik
Proteksi katodik adalah suatu metode yang bersifat elektrik yang digunakan untuk pencegahan korosi pada struktur logam yang berada pada suatu lingkungan korosif berupa elektrolit seperti tanah atau air. Terdapat dua metode dasar untuk pengendalian korosi dengan proteksi katodik. Salah satunya adalah yang menggunakan arus yang dihasilkan dari penggabungan dua logam yang berbeda secara elektrokimia, metode ini dikenal sebagai metode Anoda Tumbal (Sacrificial atau Galvanic Cathodic Protection Systems). Metode lainnya dari proteksi katodik adalah yang melibatkan penggunaan sumber arus searah atau DC (Direct Current) dari luar sistem yang dikenal sebagai metode Arus Paksa (Impressed Current Cathodic Protection System).
3.1.1   Perlindungan Korosi Dengan Anoda Korban
Ada dua jenis proteksi katodik, yaitu dengan metoda anoda korban (sacrificial anode) dan dengan metoda arus tanding (impressed current). Sacrificial anode merupakan suatu sistem perlindungan terhadap korosi yang sering digunakan pada struktur pipa bawah laut. Hal ini dikarenakan proses instalasi yang sederhana dan tidak membutuhkan media penghantar arus listrik lain. Metode sacrificial anode juga dikenal sebagai galvanic anode, dimana cara kerja dan sumber arus yang digunakan berasal dari reaksi galvanis dari anoda itu sendiri. Prinsip dasar dari sistem anoda korban adalah dengan menciptakan elektrokimia galvanis dimana dua logam yang berbeda dihubungkan secara elektrik dan ditanam dalam elektrolit alam (tanah atau air). Dalam sel logam yang berbeda tersebut, logam yang lebih aktif dalam seri galvanik akan menjadi anoda terhadap logam yang kurang aktif dan terkonsumsi selama reaksi elektrokimia. Logam yang kurang aktif akan menerima proteksi katodik pada permukaannya karena adanya aliran listrik melalui elektrolit dari logam anodik dan logam yang diproteksi tersebut akan menerima elektron. Terdapat jenis-jenis sacrificial anode diantaranya bracelet anodes dan sled anode (Hudi.2012). Anoda korban relatif lebih murah, mudah dipasang bila dibandingkan dengan metoda arus tanding. Keuntungan lainnya adalah tidak diperlukannya peralatan listrik yang mahal dan tidak ada kemungkinan salah arah dalam pengaliran arus (Trethewey, 1991).
Gambar 3.1 Bracelet Anodes
Dalam mendesain sacrificial anode dibutuhkan parameter desain pipa untuk mengetahui besar arus proteksi yang dibutuhkan. Dalam hal ini, parameter desain pipa yang dibutuhkan adalah ketebalan dinding pipa dan ketebalan selimut beton. Dalam melakukan analisis desain sacrificial anode cathodic protection, terdapat beberapa kriteria perhitungan kebutuhan anoda dalam melindungi pipa dari serangan korosi. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kriteria perhitungan berdasarkan berat total anoda
2. Kriteria perhitungan berdasarkan keluaran arus anoda
3. Kriteria perhitungan berdasarkan potential attenuation
4. Kriteria berdasarkan jarak pemasangan maksimum anoda.
Keempat kriteria tersebut akan dibandingkan untuk mendapatkan jarak terpendek pemasangan anoda di sepanjang pipa bawah laut (Hudi.2012). Barangkali yang paling sederhana untuk menjelaskan cara kerja proteksi katodik dengan anoda korban adalah menggunakan konsep tentang sel korosi basah seperti gambar 3.2 Kaidah umum dari sel korosi basah adalah bahwa dalam suatu sel, anodalah yang terkorosi, sedangkan yang tidak terkorosi adalah katoda. Anoda-anoda yang dihubungkan ke struktur dengan tujuan mengefektifkan perlindungan terhadap korosi dengan cara ini disebut anoda-anoda korban (sacrificial anodes). Kita dapat memanfaatkan pengetahuan mengenai deret galvanik untuk memilih suatu bahan yang akan menjadi anoda. Anoda korban yang biasa digunakan di lingkungan pantai diantaranya adalah seng dan aluminium (Trethewey, 1991).









Gambar 3.2 Sel korosi basah sederhana (Trethewey, 1991).
Untuk struktur yang lebih besar, sistem anoda tumbal tidak dapat menyediakan kebutuhan arus yang cukup untuk perlindungan secara menyeluruh, dan juga tidak ekonomis. Sistem proteksi katodik arus paksa dikembangkan untuk mengatasi kelemahan tersebut.
3.1.2   Proteksi Katodik Arus Paksa
Proteksi katodik arus paksa atau dikenal dengan Impressed Current Cathodic Protection (ICCP) merupakan salah satu metode proteksi katodik (Cathodic Protection) dimana kebutuhan arus elektronnya disuplai dari luar system.
Proteksi katodik biasa diaplikasikan ke struktur yang telah dilapisi dengan pelapisan (coating) yang menyediakan bentuk primer dalam perlindungan korosi. Sedangkan untuk sistem yang tidak terlapisi kebutuhan arus proteksi katodik biasanya selalu berlebih. Metode ini biasa digunakan untuk perlindungan pipa-pipa dan tangki yang dikubur, struktur di dalam perairan laut dan besi-besi penunjang.
A.    Prinsip Dasar Sistem Proteksi Katodik Arus Paksa
Pada prinsipnya sistem proteksi katodik arus paksa sama dengan anoda tumbal, hanya saja kebutuhan arus elektronnya disuplai dari luar sistem yaitu dari anoda yang dihubungkan ke sumber arus DC. Sumber arus DC dapat dihasilkan dari berbagai sumber seperti baterai, solar sel, dan generator. Idenya adalah dengan membanjiri struktur logam yang akan dilindungi dengan sumber elektron dari luar sistem sehingga membuat struktur logam tersebut menjadi bersifat katodik dan membuat struktur logam imun terhadap korosi. Komponen dasar yang membentuk sistem proteksi katodik arus paksa terdiri dari katoda yaitu logam yang akan dilindungi, sumber arus DC (Rectifier), anoda inert (Ground Bed atau Anode Bed), dan kawat penghubung (Metallic Circuit) antara anoda dan katoda.

Pada sistem ini, anoda dipasang di dalam tanah tempat logam yang akan diproteksi berada dan dihubungkan ke terminal positif dari output rectifier. Sedangkan logam yang akan dilindungi dihubungkan ke terminal negatif dari output rectifier. Aliran arus akan mengalir dari anoda melalui elektrolit di dalam tanah dan sampai ke logam. Sistem proteksi katodik arus paksa dapat memiliki banyak konfigurasi anoda yang tergantung pada elektrolit dan logam yang akan dilindunginya.
Gambar 3.3 Contoh Impressed Current Cathodic Protection (ICCP)
Dengan menggunakan metode ini ada beberapa keuntungan yang tidak dapat dicapai dengan metode-metode lain, yaitu:
1.    Besarnya tegangan dan arus dapat di desain untuk range yang lebih luas dan sesuai kebutuhan.
2.    Area yang luas dapat di proteksi dengan hanya satu buah instalasi sistem proteksi katodik arus paksa.
3.    Keluaran tegangan dan arus yang bervariasi dan dapat diatur.
4.    Dapat diaplikasikan untuk lingkungan dengan tingkat resistivitas yang tinggi.
5.    Efektif untuk melindungi struktur yang dilapisi maupun yang tidak.
Selain memiliki kelebihan yang menguntungkan, metode ini juga memiliki kelemahan-kelemahan yang membatasi dalam penggunaannya, yaitu:
                                1.     Dapat menimbulkan masalah interferensi katodik.
                                2.     Dapat mengalami kegagalan suplai energi / power.
                                3.     Memerlukan inspeksi dan maintenance secara berkala.
                                4.     Memerlukan sumber daya dari luar, yang menyebabkan tambahan pengeluaran bulanan.
                                5.     Proteksi yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dari pelapisan.
Perlindungan korosi dengan metode arus paksa secara efektif dapat mencegah terjadinya proses korosi. Selama proses perlindungan, logam secara terus menerus menerima suplai arus negatif untuk mempertahankan potensialnya dibawah potensial korosi bebasnya. Sistem perlindungan ini adalah perlindungan yang paling unggul dibandingkan dengan sistem perlindungan yang lain, terutama dari segi nilai ekonomis dan kemudahan instalasinya.
3.2    Proteksi Anodik
Metode ini dikembangkan menggunakan prinsip kinetika dari elektroda. Perlindungan anodik berbeda dari perlindungan katodik, teknik lain yang digunakan untuk mencegah korosi dalam perangkat logam dan struktur logam.Dalam perlindungan anodik, arus listrik digunakan untuk membuat lapisan pelindung teroksidasi pada bahan dasar yang dilindungi, yang sering dikenal sebagai substrat.Perlindungan anodik biasanya digunakan untuk melindungi logam dalam lingkungan yang terlalu korosif sehingga metode perlindungan lain mungkin tidak akan efektif. Perlindungan katodik berbeda dari teknik anodik karena perlindungan katodik menggunakan batang logam yang disebut “katoda korban” agar terkorosi, menggantikan logam dilindungi. Secara sederhana, proteksi anodik bekerja berdasarkan susunan lapisan pelindung pada logam yang dihasilkan dari arus anodik yang dialirkan dari luar Proteksi anodik mempunyai kelebihan yang unik, contohnya adalah  arus yang dialirkan biasanya sebanding dengan laju korosi dari sistem yang dilindungi. Sehingga proteksi anodik tidak hanya melindungi tapi juga memberikan nilai langsung laju korosi untuk monitoring sistem. Perlindungan anodik umum digunakan untuk melindungi baja dari korosi akibat paparan substansi dengan pH kecil (asam) maupun pH tinggi (basa). Teknik ini biasanya ditemukan di pabrik-pabrik yang produksinya melibatkan berbagai senyawa asam kuat atau basa kuat seperti asam sulfat, asam fosfat, atau asam kromat. Material lain yang bisa pula dibuat lebih tahan dengan perlindungan anodik adalah magnesium, titanium, dan seng. Perlindungan anodik bekerja dengan membentuk lapisan pelindung yang disebut film anodik pada logam dasar. Lapisan film ini merupakan lapisan teroksidasi terkontrol yang terbentuk di atas logam menggunakan arus listrik terkontrol yang sekaligus dapat digunakan untuk meningkatkan dan mengurangi ketebalan film anodik. Lapisan film lantas bertindak sebagai penghalang antara logam dengan lingkungan korosif di sekitarnya. Sensor digunakan untuk memantau arus listrik dalam larutan dan pada logam yang dilindungi, yang berfungsi sebagai anoda Jika tingkat arus berada di bawah level aman, maka sensor akan memicu alarm dan memperingatkan operator. Proteksi anodik ini biasa digunakan untuk melindungi peralatan yang  digunakan untuk menyimpan dan menanggani asam sulfat (H2SO4) (Harsisto.2001).







BAB IV
STUDY KASUS
PENGGUNAAN ANODA KORBAN PADA LINGKUNGAN AIR LAUT


4.1    Korosi Pada Media Air Laut
Korosi yang terjadi dilingkungan air laut di dorong oleh faktor-faktor : kadar gas dalam air laut (aerosols), hujan (rain), embun (dew), kondensasi (condensation) dan tingkat kelembaban (humidity) serta resistivitas. Secara alami lingkungan air laut mengandung ion khlorida (chloride ions) dengan kombinasi tingginya penguapan (moisture), unsur yang terkandung dalam air laut dapat dan persentasi oksigen terkandung yang juga turut memperparah korosi karena air laut. Korosi pada air laut sangat tergantung pada :
·      Kadar khlorida
·      pH
·      Kadar Oksigen
·      Temperatur
Air laut merupakan lingkungan yang korosif untuk besi dan baja, terutama karena resistivitas air laut sangat rendah (+ 25 Ohm–cm) dibandingkan resistivitas air tawar ( + 4000 Ohm–cm ). Proses korosi air laut merupakan proses elektrokimia.
Faktor –faktor yang mendorong korosi pelat baja dalam media air laut adalah :
a. Sifat air laut (kimia-fisika dan biologis)
b. Sifat logam (pengaruh susunan kimia dan mill scale )
4.1.1 Sifat kimia – fisika air laut
Kandungan garam yang terlarut dalam air laut dan temperatur sangat menentukan penghantaran listrik pada air laut, yang merupakan salah satu faktor mempercepat terjadinya proses korosi. Pada kadar garam yang sama, kenaikan temperatur air laut menyebabkan daya hantar listrik air laut meningkat, sedangkan pada temperatur air laut yang sama dengan kadar garam yang meningkat menyebabkan hantaran listrik air laut naik.
4.1.2 Sifat biologis air laut
Pengaruh fouling (pengotoran lambung kapal akibat melekatnya hewan dan tumbuhan laut) akan menimbulkan korosi pada pelat lambung kapal. Proses korosi terjadi saat melekatnya mikro organisme bersel satu pada lambung kapal dengan bantuan cat sebagai zat perekatnya, sehingga terdapat lapisan yang mudah mengelupas. Pada lapisan yang mengelupas akan timbul benih-benih hewan laut dan tumbuhan laut yang akan terus berkembang biak. Mikroorganisme yang menempel di lambung kapal menimbulkan pertukaran zat yang menghasilkan zat-zat agresif seperti : NH4OH, CO2, H2S dan atom-atom yang agresif, selanjutnya akibat reaksi elektrokimia terbentuklah gas oksigen. Gas oksigen dengan proses chlorophile akan membentuk sulfit dan sulfat yang menghasilkan zat yang berpengaruh terhadap terjadinya korosi air laut.
4.1.3 Susunan kimia logam
Selain unsur Fe pada pelat baja kapal juga terdapat unsur lainnya seperti C, Si, Mn, Cu, Cr, Ni, S dan P, unsur yang menimbulkan korosi air laut adalah unsur: C, Mn, S dan P.
4.1.4   Pembentukan mill scale pada pelat baja
Pembentukan mill scale terdiri dari tiga lapisan, lapisan terluar adalah Fe2O, lapisan tengah Fe3O4 dan FeO, sedangkan lapisan yang dekat pelat kapal adalah FeO dan Fe. Perbedaan potensial elektrokimia antara pelat baja kapal +0,28 volt. Perbedaan potensial elektrokimia tersebut menyebabkan terjadi reaksi yang menimbulkan korosi air laut pada pelat baja kapal. Lapisan Fe3O4 dari hasil korosi air laut pada pelat baja kapal akan menimbulkan daerah anoda seperti Gambar 4.1, yang akan terus meluas sampai dibawah lapisan mill scale. Daerah anoda yang kedua ini menimbulkan korosi air laut yang lebih besar dibandingkan dengan daerah anoda yang pertama karena terdapat oksigen bebas yang dapat dengan bebas bereaksi (Benyamin D,2006).
Gambar 4.1 Terjadi korosi dibawah mill scale (Benyamin D, 2006).
4.2    Korosi Pelat Baja Lambung Kapal
Kapal baja merupakan kapal dengan seluruh bangunan terbuat dari baja paduan dengan komposisi kimia sesuai standar untuk konstruksi kapal yang dikeluarkan oleh biro klasifikasi kapal (Standards:ABS, BKI, DNV, RINA, GL,LR, BV, , NK, KR, CCS and etc) dengan klas baja : A, B, C, D dan E. (Grade: A, B, D, E, AH32-AH40, DH32-DH40 ,A32 ,A36 ,D32, D36 and etc) dengan tebal: 8 mm s/d 100 mm, lebar : 1500 mm s/d 2700 mm, panjang : 6 ms/d 13 m (PT. BKI,2006).
Baja untuk konstruksi kapal pada umumnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu baja konstruksi kapal biasa, baja konstruksi kapal dengan tegangan tinggi, dan baja tempa. Baja untuk konstruksi kapal mempunyai sifat mekanik yang sudah mendapat persetujuan dari BKI sebagaimana tercantum dalamtabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Sifat Mekanis Baja Kapal (BKI. 2006)
No
Jenis Baja
Kekuatan Tarik (Kg/mm2)
Tgangan Luluh (Kg/mm2)
Regangan Patah (%)
Keterangan
1
Baja kapal biasa
41 - 50
≥ 24
≥ 22
Baguan kapal yang mendapat tekanan kecil
2
Baha Tegangan Tinggi
1.    48 – 60
2.    50 - 63
≥ 32
Min. ≥ 36
≥ 22
Bagian kapal yang mendapat tekanan tinggi
3
Baja Tempa
Min.41


Poros, kopling, engkol, linggi

Pemakaian pelat baja untuk bangunan kapal memiliki resiko kerusakanyang tinggi, terutama terjadinya korosi pada pelat baja yang merupakan proses elektrokimia, akibat lingkungan air laut yang memiliki resistivitas sangat rendah + 25 Ohm-cm,jika dibandingkan dengan air tawar + 4.000 Ohm-cm, (Caridis, 1995) dan sesuai dengan posisi pelat pada lambung kapal. Pelat lambung kapal yang mengalami korosi dapat dilihat pada Gambar 4.2.



                                                                                                                         C
                                                                                                                         B
                                                                                                                         A

Gambar 4.2 Pelat lambung kapal (LCT Containers Carrier : MV. Sirena).
Posisi pelat baja lambung kapal terbagi dalam tiga bagian yaitu :
a. Selalu tercelup air (pelat lajur alas, pelat lajur bilga, dan pelat lajur sisi sampai sarat minimal).
b. Keluar masuk air (pelat lajur sisi kapal dari sarat air minimal sampai sarat air maksimal).
c. Tidak tercelup air (pelat lajur sisi mulai dari sarat maksimal sampai dek utama).
Korosi yang dapat terjadi pada pelat baja kapal dapat dibedakan menjadi beberapa jenis (Caridis, 1995), yaitu :
1. Korosi Merata (uniform corrosion), seluruh permukaan pelat terserang korosi biasanya pada bagian pelat yang berada diatas garis air.
2. Korosi Pelobangan (pitting corrosion), pada permukaan pelat terjadi lobang yang semakin lama akan bertambah dalam dan akhirnya dapat menembus pelat.
3. Korosi Tegangan (stress corrosion), korosi pada bagian pelat yang memikul beban besar.
4. Korosi Erosi (errosion corrosion), korosi yang terjadi pada material yang menerima tumbukan partikel cairan yang mengalir dengan kecepatan tinggi.
5. Korosi Celah (crevice corrosion), korosi yang terjadi pada celah, daerah jepitan, sambungan dan daerah yang ditutupi binatang dan tumbuhan kecil.
4.3    Perlindungan Anoda Korban Pada Kapal Oleh Seng dan Aluminium
Perlindungan yang akan diberikan oleh seng akan luar biasa seandainya logam tersebut dapat dilarutkan dengan laju yang kurang-lebih konstan. Seng murni yang tersedia di pasaran, terkorosi di air laut sambil membentuk selapis kulit kedap air yang sangat membatasi keluaran arusnya. Diantara bahan-bahan pengotor : besi, tembaga dan timbal; yang paling menimbulkan efek merusak pada anoda adalah besi. Kelarutannya dalam seng sedemikian rendah (<0.0014%) sehingga apabila berlebih maka kelebihan-kelebihan itu akan berupa partikel-partikel terpisah. Hal ini pada gilirannya akan membentuk sel galvanik lokal yang menghasilkan suatu lapisan seng hidroksida/seng karbonat yang tidak dapat larut dan tidak menghantarkan listrik; yang akhirnya menjadikan anoda tidak efektif (Trethewey, 1991).
Dalam keadaan normal aluminium mengalami korosi sumuran dalam air laut diakibatkan oleh lapisan oksida yang bersifat katodik yang selalu membungkus logam itu ketika masih berada di udara bebas. Unsur paduan yang ditambahkan dapat mencegah terbentuknya selaput oksida yang merata, merekat erat dan protektif sehingga kegiatan galvanik terus berlangsung.
Dengan tujuan inilah orang mengembangkan paduan aluminium yang menggunakan seng dan air raksa atau seng dan indium. Paduan aluminium mempunyai nisbah daya listrik/berat yang lebih besar dibandingkan dengan paduan seng dan penggunaan paduan aluminium mulai menggantikan penggunaan seng dalam beberapa penerapan khususnya pada industri lepas pantai (Trethewey, 1991).
Anoda korban yang dianjurkan untuk dipakai pada kapal berdasarkan Biro Klasifikasi Indonesia dalam Regulation for the Corrosion Protection and Coating System sesuai Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 sebagai berikut ini :
Tabel 2.2 Anoda korban Aluminium aplikasi dalam air laut (BKI, 2004)
Elemen
KI- Al1
KI- Al2
KI- Al3
Si
< 0,10
< 0,10
S1 + Fe
< 0,10
Fe
< 0,10
< 0,13
Cu
< 0,005
< 0,005
< 0,02
Mn
N/A
N/A
0,15 0,50
Zn
2,0-6,0
4,0-6,0
2,0-5,0
Ti
-
-
0,01-0,05
In
0,01-0,03
-
0,01-0,05
Sn
-
0,05-0,15
-
Other
< 0,10
< 0,10
< 0,10
Al
residue
Residue
Residue
Potential (T=20oC)
-1,05 Volt Ag/AgCl/See
-1,05 Volt Ag/AgCl/See
-1,05 Volt Ag/AgCl/See
Qg (T=20oC)
2000 Ah/kg
2000 Ah/kg
2700 Ah/kg
Efficiency (T=20oC)
95%
95%
95%

Tabel 2.3 Anoda korban Seng aplikasi dalam media air laut (BKI, 2004)
Elemen
KI- Zn1
KI- Zn2
Al
0,100 0,500
< 0,0100
Cd
0,025 0,070
< 0,0040
Cu
< 0,005
< 0,0050
Fe
< 0,005
< 0,0014
Pb
< 0,006
< 0,0060
Zn
> 99,22
> 99,880
Potential (T=20oC)
-1,03 Volt Ag/AgCl/See
-1,03 Volt Ag/AgCl/See
Qg (T=20oC)
780 Ah/kg
780 Ah/kg
Efficiency (T=20oC)
95%
95%
4.4    Perhitungan Laju Korosi Pelat Baja dengan Perlindungan Anoda Korban
Dalam hal ini perlu memperhitungkan luas relatif dari anoda dan katoda, karena apabila anoda telah terkorosi habis maka katoda akan segera terkorosi. Jadi laju korosi anoda harus diperhitungkan untuk memperkirakan penggantian anoda. Parameter untuk menghitung laju korosi adalah keluaran arus per satuan luas permukaan terbuka yang juga disebut laju pengausan (wastage). Juga dinyatakan dengan laju hilangnya logam dalam satuan volume maupun satuan masa perluas permukaan per tahun. Dalam perlindungan korosi dengan metode anoda korban ini, laju korosi dapat dinyatakan sebagai berikut (Trethewey, 1991):
CR =   K x W
                   A x D x T                                                                                            4.1
dimana :
CR = Laju korosi (mm/th)
W = Massa yang terkorosi (gram)
A = Luas tercelup (cm2)
K = 8.76 x 104
T = Waktu (jam)
D = Densitas (gram/cm3)
4.5    Perhitungan Kebutuhan Anoda Korban
Luas permukaan basah (wetted surface area) merupakan rancang bangun luas permukaan lambung kapal yang tercelup di dalam air laut sangatlah diperlukan, untuk menentukan berapa banyak anoda yang diperlukan, tempat peletakan anoda korban, dan lain sebagainya. Rumus – Rumus dan Tabel - Tabel yang diperlukan dalam perhitungan, mengacu pada standar Det Norske Veritas Industry Norway AS, RP B401 yang terdapat dalam Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Desain arus rata – rata densitas berdasarkan kedalaman dan iklim
(Det Norske Veritas Industry Norway, 1993)

Kedalaman (m)
Desain arus densitas (rata rata) dalam A/m2
Tropical (>20oC)
Sub- Tropical (12 - 20oC)
Beriklim sedang (7-12oC)
Sangat dingin (<7oC)
0 < 30
0.070
0.080
0.100
0.120(1)
> 30
0.060
0.070
0.080
0.100
4.6  Perhitungan Massa Anoda Korban
Total massa anoda korban (M), dapat dihitung dengan rumus.
M = Ic (rata-rata).tf .8760
                     u. e                                                                                                                       4.2
Dimana Ic, permintaan arus desain, tf umur dari proteksi katodik (tahun), 8760 konstanta, dari pertahun diajdikan perjam, u adalah factor guna anoda korban (Ampere), e adalah electrochemical efficiency material anoda (aluminium alloy) (Ampere hour/kg).
Gambar 4.3 Desain Secara Umum Anoda Korban (Fontana, 1986).






DAFTAR PUSTAKA


Hakim, Arif Rachman and Bayuseno, A.P., Dr.Ir. MSc (2012) ANALISA KOROSI ATMOSFER PADA MATERIAL BAJA KARBON-SEDANG DI KOTA SEMARANG. Undergraduate thesis, Mechanical Engineering Departement, Faculty Engineering of Diponegoro University.
Benjamin D. Craig, 2006, Corrosion Prevention and Control: A Program Management Guide for Selecting Materials by : Advanced Materials, Manufacturing, and Testing Information Analysis Center (AMMTIAC).
Fontana, Mars G, 1986, Corrosion Engineering, 3th Edition, Mc Graw Hill Book Co., New York.
Trethewey, Kenneth, R, B.Sc, Ph.D, C.Chem, MRSC, MCORR.ST, John Chamberlain, 1991, Korosi Untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasa, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Caridis, P.A, B.Sc, M.Sc, Ph.D MRINA. C. Eng, 1995, Inspection, Repair and Maintenance of Ship Structure, Witherby & CO. LTD, London.
DNV Recomended Practice RP.B401, 1993, Cathodic Protection Design, Det Norske Veritas Industry Norway AS, Hovik.
Sasono Eko Julianto.2010. Efektifitas Penggunaan Anoda Korban Paduan Aluminium Pada Pelat Baja Kapal AISI E 2512 Terhadap Laju Koroisi Di Dalam Media Air Laut. Undergraduate Thesis. Program Studi Magister Teknik Mesin, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro,Semarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar