Sampai saat ini Indonesia belum berhasil membangun
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), sehingga belum ada sebuah pun PLTN
yang dapat dioperasikan untuk mengurangi beban kebutuhan energi listrik yang
saat ini semakin meningkat di Indonesia. Padahal energi nuklir saat ini di
dunia sudah cukup berkembang dengan menguasai pangsa sekitar 16% listrik dunia.
Hal ini menunjukkan bahwa energi nuklir adalah sumber energi potensial,
berteknologi tinggi, berkeselamatan handal, ekonomis, dan berwawasan
lingkungan, serta merupakan sumber energi alternatif yang layak untuk
dipertimbangkan dalam Perencanaan Energi Jangka Panjang bagi Indonesia guna
mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Berdasarkan statistik PLTN dunia tahun 2002 terdapat
439 PLTN yang beroperasi di seluruh dunia dengan kapasitas total sekitar
360.064 GWe, 35 PLTN dengan kapasitas 28.087 MWe sedang dalam tahap
pembangunan. PLTN yang direncanakan untuk dibangun ada 25 dengan kapasitas
29.385 MWe. Kebanyakan PLTN baru dan yang akan dibangun berada di beberapa
negara Asia dan Eropa Timur. Memang di negara maju tidak ada PLTN yang baru,
tetapi ini tidak berarti proporsi listrik dari PLTN akan berkurang. Di Amerika
beberapa PLTN telah mendapatkan lisensi perpanjangan untuk dapat beroperasi
hingga 60 tahun, atau 20 tahun lebih lama daripada lisensi awalnya.
Di Indonesia, ide pertama untuk pembangunan dan
pengoperasian PLTN sudah dimulai pada tahun 1956 dalam bentuk pernyataan dalam
seminar-seminar yang diselenggarakan di beberapa universitas di Bandung dan
Yogyakarta. Meskipun demikian ide yang sudah mengkristal baru muncul pada tahun
1972 bersamaan dengan dibentuknya Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2PLTN)
oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) dan Departemen Pekerjaan Umum dan
Tenaga Listrik (Departemen PUTL). Kemudian berlanjut dengan diselenggarakannya
sebuah seminar di Karangkates, Jawa Timur pada tahun 1975 oleh BATAN dan Departemen
PUTL, dimana salah satu hasilnya suatu keputusan bahwa PLTN akan dikembangkan
di Indonesia. Pada saat itu juga sudah diusulkan 14 tempat yang memungkinkan di Pulau Jawa
untuk digunakan sebagai lokasi PLTN, dan kemudian hanya 5 tempat yang dinyatakan sebagai lokasi yang potensial untuk
pembangunan PLTN.
Pada perkembangan selanjutnya setelah dilakukan
beberapa studi tentang beberapa lokasi PLTN, maka diambil suatu keputusan bahwa
Semenanjung Muria adalah lokasi yang paling ideal dan diusulkan agar digunakan
sebagai lokasi pembangunan PLTN yang pertama di Indonesia. Disusul kemudian
dengan pelaksanaan studi kelayakan tentang introduksi PLTN yang pertama pada
tahun 1978 dengan bantuan Pemerinatah Itali, meskipun demikian, rencana
pembangunan PLTN selanjutnya terpaksa ditunda, untuk menunggu penyelesaian
pembangunan dan pengoperasian reaktor riset serbaguna yang saat ini bernana “GA
Siwabesy” berdaya 30 MWth di Puspiptek Serpong.
Pada tahun 1985 pekerjaan dimulai dengan melakukan
reevaluasi dan pembaharuan studi yang sudah dilakukan dengan bantuan International
Atomic Energy Agency (IAEA), Pemerintah Amerika Serikat melalui perusahaan Bechtel
International, Perusahaan Perancis melalui perusahaan SOFRATOME, dan
Pemerintah Itali melalui perusahaan CESEN. Dokumen yang dihasilkan dan
kemampuan analitis yang dikembangkan dengan program bantuan kerjasama tersebut
sampai saat ini masih menjadi dasar pemikiran bagi perencanaan dan pengembangan
energi nuklir di Indonesia khususnya di Semenanjung Muria.
Pada tahun 1989, Pemerintah Indonesia melalui Badan
Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) memutuskan untuk melakukan studi kelayakan
yang komprehensif termasuk investigasi secara mendalam tentang calon tapak PLTN
di Semenanjung Muria Jawa-Tengah. Pelaksanaan studi itu sendiri dilaksanakan di
bawah koordinasi BATAN, dengan arahan dari Panitia Teknis Energi (PTE),
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dan dilakukan bersama-sama oleh
beberapa instansi lain di Indonesia.
Pada bulan
Agustus tahun 1991, sebuah perjanjian kerja tentang studi kelayakan telah
ditandatangani oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan Perusahaan
Konsultan NEWJEC Inc. Perjanjian kerja ini berjangka waktu 4,5 tahun dan
meliputi pelaksanaan pekerjaan tentang pemilihan dan evaluasi tapak PLTN, serta
suatu studi kelayakan yang komprehensif tentang kemungkinan pembangunan
berbagai jenis PLTN dengan daya total yang dapat mencapai 7000 MWe. Sebagian
besar kontrak kerja ini digunakan untuk melakukan pekerjaan teknis tentang
penelitian pemilihan dan evaluasi tapak PLTN di lokasi tapak di Semenanjung
Muria.
Pada 2 tahapan pekerjaan yang pertama (Step 1-2) sudah
dilakukan dengan baik pada tahun 1992 dan 1993. Pada fase ini 3 buah calon
tapak yang spesifik sudah berhasil dilakukan dengan studi perbandingan dan
ditentukan rangkingnya. Sebagai kesimpulan didapatkan bahwa calon tapak terbaik
adalah tapak PLTN Ujung Lemahabang. Kemudian tahapan kegiatan investigasi akhir
(Step-3) dilakukan dengan mengevaluasi calon tapak terbaik tersebut untuk
melakukan konfirmasi apakah calon tapak tersebut betul dapat diterima dan
memenuhi standar internasional. Studi tapak PLTN ini akhirnya dapat
diselesaikan pada tahun 1995. Secara keseluruhan, studi tapak PLTN di Semanjung
Muria dapat diselesaikan pada bulai Mei tahun 1996. Selain konfirmasi kelayakan
calon tapak di Semanjung Muria, hasil lain yang penting adalah bahwa PLTN jenis air ringan dengan kapasitas antara 600 s/d 900
MWe dapat dibangun di Semenanjung Muria dan kemudian dioperasikan sekitar tahun
2004 sebagai solusi optimal untuk mendukung sistem kelistrikan Jawa-Bali.
Pada tahun-tahun selanjutnya masih dilakukan lagi
beberapa studi tambahan yang mendukung studi kelayakan yang sudah dlakukan,
antara lain studi penyiapan “Bid Invitation Specification” (BIS), studi
pengembangan dan evaluasi tapak PLTN, studi perencanaan energi dan kelistrikan
nasional dan studi pendanaan
pembangunan PLTN. Selain itu juga dilakukan beberapa
kegiatan yang mendukung aktivitas desain dan pengoperasian PLTN dengan
mengembangkan penelitian di beberapa fasilitas penelitian BATAN, antara lain
penelitian teknologi dan keselamatan PLTN, proteksi radiasi, bahan bakar nuklir
dan limbah radioaktif serta menyelenggarakan kerjasama internasional dalam
bentuk partisipasi desain PLTN.
Akibat krisis multidimensi yang terjadi pada tahun
1998, maka dipandang layak dan perlu untuk melakukan evaluasi kembali tentang
kebutuhan (demand) dan penyediaan (supply) energi
khususnya kelistrikan di Indonesia. Untuk itu suatu studi perancanaan energi dan
kelistrikan nasional jangka panjang “Comprehensive Assessment of Different
Energy Resources for Electricity Generation in Indonesia” (CADES) yang
dilakukan dan diselesaikan pada tahun 2002 oleh sebuah Tim Nasional di bawah
koordinasi BATAN dan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dengan
dukungan IAEA.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa kebutuhan energi di
Indonesia diproyeksikan meningkat di masa yang akan datang. Kebutuhan energi
final (akhir) akan meningkat dengan pertumbuhan 3,4% per tahun dan mencapai
jumlah sekitar 8146 Peta Joules (PJ) pada tahun 2025. Jumlah ini adalah sekitar
2 kali lipat dibandingkan dengan kebutuhan energi final di awal studi tahun
2000. Pertumbuhan jenis energi yang paling besar adalah pertumbuhan kapasitas
pembangkitan energi listrik yang mencapai lebih dari 3 kali lipat dari kondisi
semula, yaitu dari 29 GWe di tahun 2000 menjadi sekitar 100 GWe di tahun 2025.
Jumlah kapasitas pembangkitan ini, sekitar 75% akan dibutuhkan di jaringan
listrik Jawa-Madura-Bali (Jamali). Dari berbagai jenis energi yang tersedia
untuk pembangkitan listrik dan dilihat dari sisi ketersediaan dan
keekonomiannya, maka energi gas akan mendominasi penyediaan energi guna
pembangkitan energi listrik, sekitar 40% untuk wilayah Jamali. Energi batubara
akan muncul sebagai pensuplai kedua setelah gas, yaitu sekitar 30% untuk
wilayah Jamali. Sisanya sekitar 30% untuk akan disuplai oleh jenis energi yang
lain, yaitu hidro, mikrohidro, geothermal dan energi baru dan terbarukan
lainnya. Diharapkan energi nuklir dapat menyumbang sekitar 5-6% pada tahun
2025.
Mengingat situasi penyediaan energi konvensional
termasuk listrik nasional di masa mendatang semakin tidak seimbang dengan
kebutuhannya, maka opsi nuklir dalam perencanaan sistem energi nasional jangka
panjang merupakan suatu solusi yang diharapkan dapat mengurangi tekanan dalam
masalah penyediaan energi khususnya listrik di Indonesia. Berdasarkan kajian
yang sudah dilakukan tersebut di atas maka diharapkan pernyataan dari semua
pihak yang terkait dengan pembangunan energi nasional bahwa penggunaan energi
nuklir di Indonesia sudah diperlukan, dan untuk itu perlu dimulai pembangunan
pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) sekitar tahun 2010, sehingga sudah
dapat dioperasikan secara komersial pada sekitar tahun 2016.
BATAN sebagai Lembaga Pemerintah, berdasarkan
Undang-undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, telah dan akan terus bekerjasama
dengan Lembaga Pemerintah terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga dan
Masyarakat Internasional, dalam mempersiapkan pengembangan energi nuklir di
Indonesia, khususnya dalam rangka mempersiapkan pengembangan energi nuklir
tersebut adalah studi dan kajian aspek energi, teknologi, keselamatan, ekonomi,
lingkungan hidup, sosial-budaya, dan manajemen yang tertuang dalam bentuk
rencana stratejik 2006-2010 tentang persiapan pengembangan energi nuklir di
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar