Jumat, 23 Desember 2016

Teori Pengambilan Keputusan

Sebelum membahas mengenai teori-teori pengambilan keputusan dalam organisasi, kita merli sedikit menggaris bawahi tentang perbedaan antara pengambil keputusan strategis dan pengambilan keputusan manajerial. Menurut Sanchez dan Heene (2004: 145), ada pernedaan subtansial antara pengambilan keputusan strategis dan pengambilan keputusan operasional. Pengambilan keputusan strategis biasanya dicirikan oleh kompleksitas struktural (Structural complexity), kompleksitas dinamik (dynamic complexity), informasi yang tidak lengkap dan tidak sempurna (incomplete and inferpect information), dan ketidak pastian inhern (irreducible uncertainty). Dengan perkataan lain, para pengambil keputusan strategis biasanya dihadapkan pada stiktur permasalahan yang kompleks dan bersifat dinamis (berubah-ubah). Sementara itu, informasi yang dimiliki sebagai dasar keputusan biasanya tidak lengkap dan tidak sempurna serta mengandung ketidakpastian yang inhern. Oleh karna itu, secara teoritis, pengambilan keputusan strategis lebih sukar daripada pengambilan keputusan menejerial dan operasional.
            Perbedaan ini dapat digambarkan seperti perbedaan antara “strategis” dan “taktik” dalam dunia militer. Untuk memperoleh kemajuan dimedan perang, seorang panglima perang terkadang harus menarik mundur armadanya dan memberikan musuh masuk dan menduduki wilayah tertentu. Ini adalah strategi. Demikian pula dalam organisasi, keputusan yang strategis yang tepat sangat menentukan keputusan menejerial dan keputusan operasional yang yang di ambil oleh jajaran pelaksana. Tanpa hal tersebut, keputusan-keputusan menejerial dalam level menejemen dan keputusan-keputusan operasional di level pelaksana akan kehilangan koordinasi satu sama lain, atau kehilangan relevansinya terhadap pencapaian berbagai tujuan organisasi. Jika hal ini terjadi, organisasi dapat tergeser pada posisi yang tidak menggantungkan di tengah-tengah lingkungannya. Dipandang dari sudut pandang mana pun, hal ini tentunya merupakan kerugian besar yang harus dihindari oleh setiap pengangambil keputusan.
a.       Teori Rasionalitas Terbatas
            Terlepas dari perbedaan antara keputusan strategis dan keputusan menejejerial atau operasional yang telah dijelaskan. Ada satu asumsi yang sejak awal melatarbelakangi konsep-konsep tentang pengambilan keputusan dalam organisasi.
            Menurut Simon, setiap pengambil keputusan didalam organisasi memang berusa mengambil keputusan secara rasional, tetapi ada hal-hal tertentu yang membatasi upaya tersebut, yaitu.
1.      Informasi yang tidak sempurna dan tidak lengkap.
2.      Kompleksitas pemrasalahan yang dihadapi.
3.      Keterbatasan kapasitas pengolahan informasi manusia.
4.      Keterbatasan waktu yang tersedia untuk mengambil keputusan.
5.      Politik internal organisasi yang menimbulkan preferensi-preferensi yang saling berlawanan tentang tujuan-tujuan organisasi.

Factor-faktor ini secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi arah pengambilan keputusan, sedemikian rupa sehingga yang diramalkan oleh model rasional bisa jadi tidak terwujud dalam kenyataan. Artinya, proses pengambil keputusan yang mengarah pada pilihan-pilihan paling optimal bagi organisasi (yaitu, solusi-solusi yang paling efektif dan efisien) demikian berbelok kearah lain. Simon menanamkan pengambilan keputusan dalam organisasi sebagai rasional terbatas. Simon sebenarnya masih mengacu pada  rasionalitas sebagai basis pengambilan keputusan, tetapi ia menetapka syarat-syarat atau sebagai pembatas bagi rasinoalitas itu sendiri. Dalam situasi riil pengambilan keputusan, seorang administrator atau menejer biasanya tidak berusaha untuk mengumpulkan dan menelaah semua kemungkinan solusi yang ada. Mereka lebih cenderung menyandarkan diri pada informasi yang telah terbuktu berguna berdasaarkan pengalaman sebelumnya.  
Menurut Sanchez dan Heene (2004;150), rasional terbatas inilah yang menimbulkan berbagai kelemahan dan keterbatasan dalam banyak kasus pengambilan keputusan strategis. Tanda-tandanya antara lain:
1.      Pengambilan keputusan tidak jarang mengabaikan informasi penting yang sesungguhnya tersedia dalam pengambialan keputusan.
2.      Pengambilan keputusan cenderung secara selektif berfokus pada informasi yang cocok dengan perasaan atau opini mereka mengenai suatu keadaan, alih-alih memperhitungkan secara serius informasi yang berlawanan dengan pandangan mereka saat ini.
3.      Pengambil keputusan tidak jarang terlalu cepat melakukan penurunan sasaran lebih rendah dari yang seharusnya telah di tetapkan ketika tujuan yang awal terlihat sulit untuk dicapai.
4.      Pengambilan keputusan terkadang tidak mengacuhkan peluang-peluang yang belum pernah tergali, kendati mereka tahu bahwa peluang tersebut barangkali ukup signifikan.
5.      Pengambilan keputusan lebih suka peluang-peluang “baru” yang secara konseptual dekat dengan proses-proses organisasional yang ada saat ini.
Pengambilan keputusan memiliki kecenderungan untuk membuat keputusan berdasarkan apa-apa yang “akrab” dengannya, pedahal, belum tentu bahwa suatu informasi, peluang atau metode yang “tidak akrab” itu lebih buruk. Bisa jadi, justru pada hal-hal tersebut terdapat solusi yang lebih menguntungkan bagi organisasi. Namun, demikianlah sifat atau karakter pengambil keputusan. Teori rasionalitas terbatas ini penting karena berhasil membongkar salah satu asumsi dasar yang selama ini mewarnai teori-teori pengambil keputusan klasik. Teori ini mejelaskan juga bahwa situasi pengambil keputusan tidak selamanya berada dalam ruang rapat yang tenang dan kondusif, melainkan bisa pula pada kondisi-kondisi ekstrem dimana keputusan harus diambil secara cepat dalam waktu yang terbatas. Artinya, situasi ideal tentang pengambilan keputusan tidak selamanya terwujud dalam realitas kehidupan organisasi sehari-hari. Untuk memahami realitas pengambilan keputusan dalam organisasi dewasa  ini, berbagai situasi pengambil keputusan yang berbeda ini perlu dikaji.
b.      Berbagai Proses Pengambilan Keputusan
            Secara umum, ada dua factor yang menentukan kondisi dan situasi pengambilan keputusan, yaitu (1) sepakat atau tidak sepakatnya para pengambil keputusan mengenai cara dan (2) sepakat atau tidak sepakatnya para pengambil keputusan mengenai tujuan atau definisi permsalahan.
Berdasarkan kombinasi dari dua factor ini, terdapat empat model proses pengambilan keputusan yang efektif, yaitu (Hatch: 1997:275-9);
1.      Proses keputusan rasional: jika cara dan tujuan/defenisi masalah relative disepakati.
2.      Proses keputusan koalisi; jika cara disepakati tetapi tujuan/defenisi masalah tidak disepakati.
3.      Proses keputusan coba-coba; jika cara tidak disepakati tetapi tujuan/defenisi masalah disepakati.
4.      Proses keputusan tong sampah; jika cara maupun tujuan/defenisi masalah tidak disepakati.
Kelemahan proses keputusan rasional adalah pada situasi ambiguitas dan ketidaklengkapan informasi. Namun ketikas cara dan tujuan di sepakati oleh para pengambil keputusan, proses keputusan rasional bukan sesuatu yang tidak mungkin di lakukan. Khususnya untuk masalah – masalah teknis yang terdefinisi secara jelas misalnya permasalahan – permasalahan dalam ruang lingkup engineering, biasanya pengambl keputusan di bekali dengan berbagai perangkat atau alat bantu pengambilan keputusan, seperti prosedur – prosedur statistic, teknik – teknik pemogrraman linier, analisis system, dll. Melalui berbagai perangkat analisis tersebut, permasalahan -  permasalahan yang sangat komplek sekalipun biasanya masih dapat di jabarkan secara sederhana, sehingga memudahkan pengambilan keputusan secara rasional.
            Pada situasi lain, pihak – pihak yang membuat keputusan sudah sepakat tentang tujuan – tujuan yang hendak di capai tetapi tidak sepakat mengenai cara mencapainya. Di sini, biasanya di tempuh proses keputusan coba – coba keputusan ini tidak di ambil secara derastis, melainkan di coba dulu satu langkah kecil atau terbatas, kemudian di lihat dampak dan hasilnya. Jika hasil positif, maka di lanjutkan dengan langkah yang lebih besar dan luas. Namun jika hasilnya ternyata negative, di ambil langkah atau solusi yang berbeda dari sebelumnya demekian seterusnya dapat tercapai pemecahan masalah yang bersifat menyeluruh.
            Pada situasi dimana kesepakatan tentang caradi capai tetapi terjadi ketida ksepakatan mengenai tujuan atau definisi permasalahan, proses keputusan kualisi adalah model yang lebih sesuai untuk diterapkan. Ini biasanya di ambil dalam pengambilan keputusan di organisasi organisasi besar, dimana berbagai kepentingan dan kelompok saling memperebutkan sumber daya organisasi untuk mewujudakn berbagai tujuan sendiri. Model keputusan koalisi di mana suara terbanyak adalah pemenang atau semacam voting. Model keputusan ini tidak ideal untuk organisasi secara keseluruhan. Dimana pihak-pihak yang kalah akan merasa tersingkir dan berusaha mencari cara lain untuk memperjuangkan kepentingannya. Akan tetapi, pada kondisi dimana ketidakpastian mengenai tujuan/definisi permasalahan sedemikian tajam. Jika tidak, maka pengambil keputusan akan menemukan jalan buntu, tanpa menghasilkan keputusan apa pun yang bisa depedomani oleh anggota organisasi.
            Pada situasi terburuk, dimana tidak ada kesepakatan tentang cara maupun tujuan di antara pengambil keputusan, proses keputusan tong sampah adalah model yang terjadi. Dalam hal ini, keputusan diambil secara acak (random), oleh peserta yang saling berganti, dan melalui perumusan masalah yang tidak ada hubungannya satu sama lian. Jadi, organisasi hanya semacam wadah yang menampung beraneka jenis keputusan dari peserta yang berbeda-beda . sebenarnya dalam mengambil keputusan bukanlah tidak adanya kesepakatan mengenai cara dan tujuan, melainkan pada suatu sifat aktivitas anggota anggota organisasi yang terpecah-pecah atau terbagi-bagi oleh bermacam-macam urusan yang berbeda sehingga tidak ada waktu untuk senantiasa ikut serta memproses keputusan secara penuh.  
            Adanya empat jenis pengambil keputusan tersebut menggambarkan bahwa dewasa ini situasi yang dihadapi organisasi tidak selalu sama. Satu model pengambilan keputusan bisa cocok pada satu situasi tertentu, tetapi tidak efektif bila diterapkan pada situasi lain yang berbeda. Seorang mengambil keputusan perlu mempelajari dan mengenali adanya perbedaan-perbedaan semacam ini agar mampu menggunakan cara-cara yang paling efektif sesuai dengan situasi yang dihadapinya.
c.       Peran Intuisi dalam Mengambil Keputusan
            Intuisi sering di anggap sebagai produk “otak kanan”, lawan dari keputusan rasional yang meupakan produk dari kemampuan analitis otak kiri manusia. Otak kanan tidak bekerja berdasarkan angka angka, fakta fakta, atau data yang dip roses secara linier sebagai mana otak kiri, melainkan suatu proses yang seolah olah bersipat “seketika” dimana perlu terlebih dahulu telah sampai pada suatu kesimpulan atau pemahaman sebelum ia sendiri mampu mencerna keseluruhan segi permasalahan yang sedang di hadapi.
            Intuisi menjadi suatu hal yang penting dalam pengambilan keputusan organisasi manakala situasi pengambilan keputusan cara rasional tidak memungkinkan. Menurut agor, intuisi penting contohnya adalah pada saat saat sebagai berikut:
1.      Permasalahan yang dihadapi mengandung unsure ketidak pastian yang tinggi
2.      Tidak ada atau sangat sedikit contoh preseden sebelumnya yang serupa dengan masalah tersebut.
3.      Variable-variabel keputusan tidak bisa di prediksi secara ilmiah.
4.      Fakta-fakta yang tersedia sangat sedikit.
5.      Analisis data tidak bisa banyak membantu.
6.      Terdapat sumlah alternative pemecahan masalah, yang masing-masing masuk akal dan memiliki argumentasi yang kuat.
7.      Waktu untuk mengambil keputusan sangat sempit dan keputusan harus di ambil dengan segera.
Situasi pengambilan keputusan “normal” kadang-kadang tidak ditemui dalam praktik sehari hariorganisasi karena perubahan lingkungan yang cepat dan sering kali tidak mudah untuk di prediksi. Sementara itu, pengambil keputusan tetap harus menghasilkan suatu keputusan yang jelas agar menjadi pedoman bagi organisasi. Mengingat hal tersebut, meskipun sejauh ini pengambilan keputusan melalu intuisi belum banyak dikaji secara ilmiah, khusus nya dalam teori organisasi, bisa jadi dimasa mendatang bidang kajian ini akan mendapat tempat yang tidak kalah pentingnya dibandingkan teori-teori pengambilan keputusan yang berbasis rasionalitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar