Kamis, 24 November 2016

Landasan Filsafat Pendidikan Indonesia

Pendidikan Indonesia dipengaruhi beberapa peristiwa:  
A. Era Kolonia Belanda 
Pendidikan Indonesia pada Era Kolonia Belanda mengalami 3 (tiga) fase perkembangan :
1. Masa VOC (1607), pada masa VOC pendidikan yang berkembang di Indonesia yaitu pendidikan yang berlandaskan ketuhanan.dan berpusat di gereja. Tujuan pendidikan saat itu adalah menyebarkan agama protestan dan menghilangkan pengaruh katolik di Indonesia. Tugas guru saat itu adalah untuk memupuk rasa takut terhadap Tuhan, mengajarkan dasar-dasar agama Kristen, mengajar anak berdoa, bernyanyi, pergi ke gereja, mematuhi orang tua, penguasa dan guru-guru
2. Masa Liberal (1861-1819), pendidikan pada masa tersebut dipengaruhi ole ide-ide liberal. Terjadi perubahan yang radikal bahwa kepercayaan atas kekuasaan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian empiris. Pendidikan ditujukan kepada pengembangan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional, social dan usaha mencapai tujuan-tujuan sekuler.
3. Politik Etis: 1900 – 1920, pendidikan pada masa ini ditujukan membangun kemandirian dan emansipasi pendidikan demi kesejateraan rakyat Indonesia. Ciri pendidikan pada masa ini yaitu gradualisme, dualisme, kontrol sental, keterbatasan tujuan, prinsip konkordasi dan tidak ada perencanaan pendidikan yang sistematis.

B. Era Kemerdekaan Indonesia
Pancasila sebagai dasar dan landasan berbagai kehidupan bangsa lahir pada era kemerdekaan. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebenarnya sudah sejak dulu telah mendasari aspek-aspek kehidupan bangsa Indonesia. Hal tersebut tergambar dari kehidupan bernegara pada masa Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya.
Pada era kebangkitan bangsa nilai-nilai pancasila telah menggugah kesadaran nasionalime bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Konsep Pancasila sebagai dasar, landasan dan Falsafah dalam aspek-aspek kehidupan berbangsa dicetuskan oleh tokoh-tokoh kebangsaan yaitu:
  • Mr. Muh.Yamin, mengemukakan rancangan dasar Negara, yaitu
1. Peri kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
  • Mr. Soepomo mengemukakan dasar negara Indonesia Merdeka yang dicita-citakan yaitu:
1. Dasar Integralistik, negara kesatuan, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam lapangan apapun.
2. Dasar ke-Tuhanan
3. Dasar sosialisme negara, dasar ekonomi kekeluargaan
4. Dasar musyawarah dalam kepemimpinan
  • Ir. Soekarno, mengusulkan dasar filsafat negara Pancasila dengan susunan:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau perikemanusian
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa
Pemikiran-pemikiran tersebut yang menjadi cikal bakal lahirnya Pancasila yang melandasi semua aspek kehidupan banga termasuk Landasan dan Falsafah Pendidikan Indonesia.

C. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah pengungkapan dan penelaahan dunia fisik dan dunia riil secara sistemik (menyeluruh) dan sistematis (teratur, tersusun rapi). Pancasila memberi ajaran tata hidup manusia budaya secara harmonis. Pancasila adalah filsafat keselarasan.
Pancasila sebagai sistem filsafat juga mempunyai ajaran-ajaran tentang metafisika dan ontologi Pancasila, aksiologi Pancasila dan logika Pancasila.

D. Ajaran Metafisika dan Ontologi Pancasila
Asas-asas metafisika dan ontologi dalam filsafat Pendidikan Pancasila adalah sebagai berikut:
  •  Asas monoteisme
Merupakan realisasi dari sila I Pancasila Ketuhanan yang Maha Esa, Bangsa Indonesia hanya mengakui satu tuhan saja ialah Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia menganut asas kemerdekaan untuk memilih dan menganut agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan menjunjung toleransi antar pemeluk agama.
  • Asas makrokosmos-mikrokosmos
Asas makrokosmos merupakan pengakuan kepada realita yang ada, ialah alam semesta ini, dunia dengan tata suryanya. Alam semesta raya mempunyai hukum-hukum alamnya dan menjadi sumber daya kehidupan semua makhluk hidup. Manusia sering dipandang sebagai mikrokosmos sebab pada manusia terdapat sifat-sifat atau unsur-unsur seperti yang ada pada makrokosmos.
  • Asas tata ada yang selaras, serasi, seimbang (harmoni)
Bahwa yang ada di dunia merupakan hal yang serba berlawanan namun tetap dapat berlangsung secara selaras.
  •  Asas tata hidup manusia budaya (asas kultural/religius)
Cipta, rasa dan karsa manusia secara integratif mampu menciptakan perlengkapan-perlengkapan hidup yang secara keseluruhannya disebut kebudayaan.
  • Asas persatuan dan kesatuan
Hidup budaya manusia membentuk kesatuan-kesatuan secara menyeluruh mulai dari tingkat terbawah yaitu keluarga sampai pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
  •  Asas tertib damai, kemerdekaan dan keadilan
Hidup membudaya adalah hidup tertib, teratur dan damai menghindari pertengkaran dan perselisihan
  • Asas bhineka tunggal ika
Asas ini memberi makna bahwa hidup budaya manusia menunjukan variasi-variasi, seperti adanya ras-ras manusia, macam-macam agama dan kebudayaan daerah dan sebagainya.
  • Asas idealisme, realistis dan pragmatis
Hidup bangsa Indonesia tidak tanpa arah, tetapi mempunyai arah yang ideal yakni hidup masyarakat yang adil dan makmur.

E. Epistomologi Pancasila
Ajaran Pancasila dengan teorinya selaras, serasi dan seimbang, mengakui kebenaran pengetahuan rasio dan pengetahuan pengalaman. Baik rasio maupun pengalaman dapat menjadi sumber pengetahuan. Pengetahuan datang dari intuisi dan juga bersumber pada kebenaran agama. Logika yang dikembangkan dalam epistomologi Pancasila adalah logika formal (deduksi), logika induksi, logika ilmiah dan logika intuisi.

F. Aksiologi Pancasila
Prinsip-prinsip ajaran nilai atau aksiologi Pancasila adalah sebagai berikut:
  • Prinsip nilai religius
Prinsip nilai religius bersumber pada Sila I Pancasila (Ketuhanan Yang Maha Esa). Agama menjadi sumber-sumber nilai-nilai kebaikan dan juga kebenaran. Fungsi Pancasila terhadap agama adalah:
1. Pancasila memberi fasilitas kepada hidup subur dan berkembangnya agama
2. Pancasila memberi situasi dan kondisi kerukunan dan kedamaian hidup di antara umat beragama.
  • Prinsip nilai alami
Prinsip nilai alamia artinya alam semesta sebagai ciptaan Tuhan yang berisi kebaikan-kebaikan alamiah yang berupa nilai-nilai hukum alam.
  • Prinsip nilai manusia
Prinsip nilai-nilai manusia yakni bahwa manusia adalah subjek penilai. Dalam mencapai nilai-nilai dalam hidupnya, maka manusia akan melaksanakan nilai-nilai: (1) nilai-nilai kemanusian; (2) nilai-nilai persatuan hidup bersama; (3) nilai-nilai kerakyatan atau demokrasi; (4) nilai-nilai keadilan.
  • Prinsip relativitas dan kemutlakan nilai
Nilai-nilai hidup budaya manusia ada yang bersifat relatif, terbatas oleh kurun waktu dan tempat.
Ajaran Pancasila tentang Pendidikan
Wawasan kependidikan dalam Filsafat Pendidikan Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan adalah proses pembudayaan manusia, yakni usaha sadar untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian manusia, yang dilakukan baik dalam keluarga, di sekolah maupun di masyarakat dan berlaku seumur hidup. Pendidikan adalah proses regenerasi untuk melangsungkan eksistensi manusia budaya yang lebih maju.
2. Tujuan pendidikan adalah menumbuhkan Manusia Indonesia Seutuhnya (MIS). MIS yaitu manusia pembangunan yang berkembang secara integral, selaras, serasi, seimbang antara cipta, rasa, karsa dan karya serta jasmani-rohani yang sehat.
3. Kurikulum pendidikan, melaksanakan kurikulum yang komprehensif, memadukan antara teori dan praktek. Wawasan kurikulum yang dikembangkan adalah: (1) Wawasan budaya bangsa berdasar pada kondisi sosio-budaya masyarakat dan negara Indonesia, (2) Wawasan ideologi dan pandangan hidup Pancasila, (3) Wawasan kemajuan Ilmu dan Teknologi, (4) Wawasan religius dan keimanan, (5) Wawasan Pembangunan Nasional, (6) Wawasan ketahanan bangsa, (7) Proses belajar dan mengajar, mengembangkan proses komunikasi diagonal (interaksi aktif). Mengembangkan Cara Belajar Siswa Aktif.
4. Hakekat proses belajar dan mengajar, (1) dalam proses belajar mengajar terjadi interaktif antara siswa dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru, (2) proses belajar mengajar yang efektif memerlukan strategi dan media atau teknologi pendidikan yang tepat guna, (3) kegiatan belajar mengajar direncanakan dan diimplementasikan menjadi suatu sistem, (4) materi dan sistem penyajian bersifat dinamis selalu berkembang
5. Hakekat lembaga pendidikan, sekolah dan perguruan tinggi adalah (1) lembaga pendidikan profesional yang melaksanakan pendidikan untuk meningkatkan kualitas manusia, (2) menyelenggarakan program-program pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat baik kuantitatif dan kualitatif.
6. Hakekat anak didik adalah bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri selaras dengan wawasan pendidikan sepanjang hayat
7. Hakekat guru sebagai pendidik adalah agen perubahan, berfungsi sebagai pemimpin dan pendukung serta pengembang nilai-nilai hidup di masyarakat, sebagai fasilitator dan bertanggung jawab atas tujuan belajar.
8. Hakekat masyarakat adalah sebagai lingkungan pendidikan.

Pengertian Filsafat Ilmu dan Tujuan Mempelajari Filsafat Ilmu

Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah digambarkan pada bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
Filsafat ilmu menurut Surajiyo (2010 : 45), merupakan cabang filsafat yang membahas tentang ilmu. Tujuan filsafat ilmu adalah mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh.  Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya.  Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).
Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn) itu. Inilah awal-mula sehingga seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.
Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento Wibisono, 1984), dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu, simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan filsafat ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta keterbatasan metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah dalam konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga seorang ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektualnya.
Adapun tujuan mempelajari filsafat ilmu menurut Amsal Bakhtiar (2008:20) adalah:
a)    Mendalami unsur-unsur pokok ilmu sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakekat dan tujuan ilmu.
b)    Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmudi berbagai bidang sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporermsecara historis.
c)    Menjadi pedoman untuk membedakan studi ilmiah dan non ilmiah.
d)    Mempertegas bahwa persoalan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
Bagi mahasiswa dan peneliti, tujuan mempelajari filsafat ilmu adalah
1)    seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat memahami persoalan ilmiah dengan melihat ciri dan cara kerja setiap ilmu atau penelitian ilmiah dengan cermat dan kritis.
2)    seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat melakukan pencarian kebenaran ilmiah dengan tepat dan benar dalam persoalan yang berkaitan dengan ilmunya (ilmu budaya, ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu keperawatan, ilmu hukum, ilmu sosial, ilmu ekonomi dan sebagainya) tetapi juga persoalan yang menyangkut seluruh kehidupan manusia, seperti: lingkungan hidup, peristiwa sejarah, kehidupan sosial politik dan sebagainya.
3)    Seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat memahami bahwa terdapat dampak kegiatan ilmiah (penelitian) yang berupa teknologi ilmu (misalnya alat yang digunakan oleh bidang medis, teknik, komputer) dengan masyarakat yaitu berupa tanggung jawab dan implikasi etis. Contoh dampak tersebut misalnya masalaheuthanasia dalam dunia kedokteran masih sangat dilematis dan problematik, penjebolan terhadap sistem sekuriti komputer, pemalsuan terhadap hak atas kekayaaan intelektual (HAKI) , plagiarisme dalam karya ilmiah.

Hakekat Manusia

1.    Manusia : Pandangan Antropologi
Menurut Koentjaraningrat, antropologi adalah “ilmu tentang manusia”. Dalam perkembangannya di Amerika, antropologi dipakai dalam arti yang sangat luas, karena meliputi baik bagian-bagian fisik maupun sosial dari “ilmu tentang manusia”. Pada bahasan selanjutnya akan dikemukakan mengenai manusia dalam pandangan antropologi.
Para ahli biologi pada abad ke-19-an menyimpulkan bahwa manusia merupakan mahluk hidup yang terbentuk dari jutaan sel.
Pada awalnya di dunia ini hanya ada satu sel yang kemudian berkembang dan mengalami percabangan-percabangan. Percabangan ini mengakibatkan adanya variasi mahluk hidup di dunia ini. Menurut Charles Darwin dalam teori Evolusinya, manusia merupakan hasil evolusi dari kera yang mengalami perubahan secara bertahap dalam waktu yang sangat lama. Dalam perjalanan waktu yang sangat lama tersebut terjadi seleksi alam. Semua mahluk hidup yang ada saat ini merupakan organisme-organisme yang berhasil lolos dari seleksi alam dan berhasil mempertahankan dirinya.
Para ahli biologi yang menyimpulkan bahwa semua mahluk hidup di dunia berasal dari suku primat yang terbagi menjadi 2 cabang yaitu Anthropoid dan Prosimii. Berdasarkan klasifikasi tersebut, manusia ditempatkan pada subsuku Anthropoid yang dibagi menjadi 3 infrasuku yaitu,  Infrasuku Ceboid, infrasuku Cercopithedoid dan infrasuku Hominoid. Infrasuku Hominoid terbagi kedalam 3 keluarga yaitu Pongidae, Ramapithecas dan Hominidae. Manusia berada pada percabangan kaluarga Hominidae. Keluarga Hominidae menggabungkan manusia purba  jenis Pithecanthropus dengan Homo Neanderthal dan dengan manusia sekarang atau Homo Sapiens. Jenis Homo Sapiens yang ada sampai saat ini terdiri dari 4 ras yaitu ras Negroid, Caucasoid, Mongoloid dan Austrloid (http://hanykpoespyta.wordpress.com/ 2008/04/19/manusia-antara-pandangan-antropologi-dan-agama-islam).
Dapat disimpulkn bahwa manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu sel sederhana yang mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat lama (evolusi). Berdasarkan teori ini, manusia dan semua mahluk hidup di dunia ini berasal dari satu moyang yang sama. Nenek moyang manusia adalah kera. Teori Evolusi yang dikenalkan oleh Charles Darwin ini akhirnya meluas dan terus dipakai dalam antropologi.
2.    Manusia : Pandangan Ilmu Sosial (sosiologi)
Konsep manusia dalam Sosiologi belum sepenuhnya melihat manusia sebagai suatu makhluk yang utuh dan mandiri. Menurut Bapak ahli Sosiologi modern,  Agus Comte. Pandangan beliau banyak dipengaruhi oleh Louis de Bonald, Seorang filsuf Perancis yang lahir pada tahun 1875.
Comte berpendapat bahwa masyarakatlah yang menentukan individu. Baginya Manusia itu ada untuk masyarakat dan masyarakatlah yang menentukan segala-galanya. Comte melihat bahwa manusia adalah non rational. Oleh karena itu menurutnya “Individual Liberty”  justru akan menimbulkan bahaya bagi keutuhan masyarakat itu sendiri. Demikian juga dalam masyarakat, tak seorangpun dapat berpendapat lain dari pada apa yang telah diputuskan oleh golongan tertinggi masyarakat itu, yaitu “The Intellectual Scientific Religious Group.” Ini berarti bahwa manusia adalah hanya suatu bagian dari masyarakat. Ia hidup dalam masyarakat tetapi ia tidak dapat mengarahkan masyarakat sesuai dengan keinginannya. Dalam pendidikan manusia diibaratkan suatu benda kosong dan adalah tugas masyarakat untuk mengisinya dengan norma-norma atau nilai-nilai yang dapat membuat masyarakat ini berbuat secara lebih terarah dalam artian tidak menggangu sistem. Oleh karena itu Sosialisasi dalam kehidupan manusia dipandang sangat penting. (http://pohanrangga.blogspot.com/2012/11/hakekat-manusia-dari-segi-sosiologi.html)
Bagi Indonesia, konsep manusia yang diberikan oleh Comte sulit untuk diterima, karena konsep tersebut terlalu memberikan porsi yang besar pada masyarakat, sedangkan individu tidak diberi kesempatan untuk aktif melakukan kegiatan kemasyarakatan. Pemerintah Indonesia bertujuan membentuk manusia seutuhnya, artinya melihat manusia tidak hanya sekedar menerima nilai-nilai masyarakat saja, tetapi ia juga dapat menciptakan nilai-nilai baru dan menyampaikannya pada masyarakat. Oleh karena itu partsipasi seluruh rakyat dalam proses pembangunan adalah sangat penting dan diperlukan.
Hakikat manusia dilihat dari sosiologi tidak lepas dari manusia secara individu dan manusia dalam artian masyarakat. Manusia sebagai individu mempunyai ciri bebas, unik dituntut untuk mengikuti masyarakat yang mempunyai sifat memaksa terhadap anggota masya-rakatnya. Individu memiliki ciri interpretatif, artinya individu tersebut memiliki persepsi atau cara pikir tersendiri mengenai sesuatu. Ketika ia diajarkan sebuah nilai dan norma dalam sebuah masyarakat, individu tersebut tidak sekedar menerimanya begitu saja, ia menggunakan kemampuannya dalam menginterpretasikan nilai tersebut. Sehingga jika terdapat kekurangan dalam nilai dan norma tersebut individu bisa melengkapinya
3.      Manusia : Pandangan Ilmu Pendidikan
Pendapat yang umumnya  dikenal  dalam  pendidikan Barat  mengenai mungkin  tidaknya  manusia  dididik terangkum dalam  tiga  aliran  filsafat pendidikan. Aliran-aliran tersebut adalah  nativisme, empirisme, dan konvergensi.
Menurut  nativisme,  manusia  tidak  perlu  dididik,  sebab perkembangan  manusia  sepenuhnya  oleh bakat  yang secara alami sudah  ada  pada  dirinya. Sedangkan  menurut  penganut empirisme  adalah  sebaliknya.  Perkembangan dan  pertumbuhan manusia  sepenuhnya  ditentukan  oleh lingkungannya. Dengan  demikian  aliran  ini  memandang pendidikan  berperan  penting  dan sangat  menentukan  arah perkembangan  manusia (Jalaluddin  dan  Ali Ahmad Zen, 1996:52). Adapun aliran  ketiga,  yaitu  konvergensi merupakan perpaduan antara  kedua  pendapat  tersebut. Menurut  mereka  memang  manusia memiliki kemampuan dalam  dirinya  (bakat/potensi),  tetapi potensiitu  hanya dapat  berkembang  jika  ada pengarahan  pembinaan sertabimbingan  dari  luar (lingkungan).  Harus  ada perpaduan antara faktor dasar  (potensi dan bakat)  dan  ajar (bimbingan).  Perkembangan seorang  manusia  tidak  hanya ditentukan  oleh  kemampuan potensi bakat  yang dibawanya. Tanpa  ada  intervensi  dari  luar (lingkungan)  bakat/potensi  seseorang  tak  mungkin  berkembang dengan baik.
Pendidikan adalah humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia atau upaya membantu manusia agar mampu mewujudkan diri sesuai dengan martabat kemanusiaan. Sebab manusia menjadi manusia yang sebenarnya jika ia mampu merealisasikan hakikatnya secara total maka pendidikan hendaknya merupakan upaya yang dilaksanakan secara sadar dengan bertitik tolak pada asumsi tentang hakikat manusia.
Pendapat yang umumnya  dikenal  dalam  pendidikan Barat  mengenai mungkin  tidaknya  manusia  dididik terangkum  dalam  tiga  aliran  filsafat pendidikan. Aliran-aliran tersebut adalah  nativisme, empirisme, dan kovergensi.
Menurut  nativisme,  manusia  tidak  perlu  dididik,  sebab perkembangan  manusia  sepenuhnya  oleh bakat  yang secara alami sudah  ada  pada  dirinya. Sedangkan  menurut  penganut empirisme  adalah  sebaliknya.  Perkembangan  dan  pertumbuhan manusia  sepenuhnya  ditentukan  oleh  lingkungannya. Dengan  demikian  aliran  ini  memandang  pendidikan  berperan  penting  dan sangat  menentukan  arah  perkembangan  manusia (Jalaluddin  dan  Idi, Abdullah. 2007:52). Adapun aliran  ketiga,  yaitu  konvergensi merupakan perpaduan antara  kedua  pendapat  tersebut. Menurut  mereka  memang  manusia memiliki kemampuan dalam  dirinya  (bakat/potensi),  tetapi potensi itu  hanya dapat  berkembang  jika  ada pengarahan  pembinaan serta bimbingan  dari  luar (lingkungan).  Harus  ada perpaduan antara faktor dasar  (potensi dan bakat)  dan  ajar (bimbingan).  Perkembangan seorang  manusia  tidak  hanya ditentukan  oleh  kemampuan potensi bakat  yang dibawanya. Tanpa  ada  intervensi  dari  luar (lingkungan)  bakat/potensi  seseorang  tak  mungkin  berkembang dengan baik.
Salah satu konsep kependidikan yang banyak dianjurkan pada lembaga-lembaga pendidikan guru umumnya menggambarkan pendidikan sebagai bantuan pendidik untuk membuat subjek didik menjadi dewasa. Manusia yang belum dewasa, proses perkembangan kepribadiannya menuju pembudayaan maupun proses pematangan disebut sebagai objek pendidikan ( individu yang dibina ).
Hakikat manusia sebagai subjek didik mengandung arti sebagai berikut:
1)    Manusia bertanggung jawab atas pendidikannya sesuai wawasan pendidikan seumur hidup
2)    Manusia punya potensi baik fisik maupun psikis yang berbeda-beda
3)    Manusia adalah insane yang aktif
4)    Masalah jasmani dan rohani
Manusia adalah mahluk Ciptaan tuhan yang paling sempurna, manusia mempunyai keistemewaan dibanding dengan mahluk lain, dan kesempurnaan ini dapat meningkatkan kehidupannya. Pada awalnya manusia cenderung melakukan pendidikan pada dirinya sendiri dengan berusaha mengerti dan mencari hakikat kepribadian siapa diri mereka sebenarnya. Dengan berfikir atau bernalar, merupakan suatu bentuk kegiatan akal manusia melalaui pengetahuan yang diterima melalui panca indra diolah dan ditunjukkan untuk mencapai suatu kebenaran. Sesuai dengan makna filsafat yaitu sebagai ilmu yang bertujuan untuk berusaha memahami semua yang timbul dalam keseluruhan lingkup pengalan manusia, maka manusia memerlukan ilmu dalam mewujudkan pemahamn tersebut (Dr. jamaluddin, filsafat pendidikan, 1997).
Manusia Mahkuk Pengetahuan
Manusia berbeda dengan mahluk lainnya. Manusia lahir dengan potensi kodratnya yaitu Cipta, Rasa, dan Karsa. Cipta adalah kemampuan spiritual, yag secara khusus mempersoalkan nilai kebenaran. Rasa adalah kemampuan spiritual yang mempersoalkan nilai Keindahan. Sedangkan Karsa adalah kemampuan spiritual yang secara khusus mempersoalkan nilai kebaikan. Ketiga jenis nilai tersebut dibingkai dalam sebuah ikatan system, selanjutnya dijadikanlah landasan dasar untuk mendirikan filsafat hidup, menentukan Landasan Hidup, dan mengatur sikap dan perilaku hidup agar senantiasa terarah ke pencapaian tujuan hidup.
Manusia Mahluk Berpendidikan
Dengan kemampuan pengetahuan manusia yang benar, manusia berusaha menjaga dan mengembangkan kelangsungan hidupnya. Manusia berusaha mengamalkan pengetahuannya di dalam perilaku sehari-hari. Sejak lahir, seorang manusia sudah terlibat langsung dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Dia dirawat, dijaga, dididik, dan dilatih oleh orang tua, keluarga, dan masyarakat menuju tingkat kedewasaan dan kematangan, sampai terbentuk potensi kemandirian dalam mengelola kelangsungan hidupnya. Kegiatan pendidikan dan pembelajaran tersebut diselenggarakan secara Konvensional (alami) menurut pengalaman hidup, sampai cara-cara formal yang metodik dan sistematik institusional (pendidikan di sekolah), menurut kemampuan konseptik-rasional.
4.     Manusia : Pandangan Filsfat Ilmu
Pandangan filsafat terhadap manusia dapat dipandang dari beberapa sudut pandang yakni dari:
a)    Teori Descendensi
Beberapa ahli filsafat berbeda pemikiran dalam mendefinisikan manusia. Manusia adalah makhluk yang concerned (menaruh minat yang besar) terhadap hal-hal yang berhubungan dengannya, sehingga tidak ada henti-hentinya selalu bertanya dan berpikir.
Aristoteles (384-322 SM), seorang filosof besar Yunani mengemukakan bahwa manusia adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal-pikirannya. Juga manusia adalah hewan yang berpolitik (zoonpoliticon, political animal), hewan yang membangun masyarakat di atas famili-famili menjadi pengelompokkan yang impersonal dari pada kampung dan negara. Manusia berpolitik karena ia mempunyai bahasa yang memungkinkan ia berkomunikasi dengan yang lain. Dan didalam masyarakat manusia mengenal adanya keadilan dan tata tertib yang harus dipatuhi. Ini berbeda dengan binatang yang tidak pernah berusaha memikirkan suatu cita keadilan.
Berdasarkan Thomas Hobbes, manusia disebut Homo homini lupus artinya manusia yang satu serigala manusia yang lainnya (berdasarkan sifat dan tabiat)
Nafsu yang paling kuat dari manusia adalah nafsu untuk mempertahankan diri, atau dengan kata lain, ketakutan akan kehilangan nyawa.
Menurut Nietsche, bahwa manusia sebagai binatang kekurangan (a shortage animal). Selain itu juga menyatakan bahwa manusia sebagai binatang yang tidak pernah selesai atau tak pernah puas (das rucht festgestelte tier). Artinya manusia tidak pernah merasa puas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut Julien, bahwa manusia manusia tak ada bedanya dengan hewan karena manusia merupakan suatu mesin yang terus bekerja (de lamittezie). Artinya bahwa dari aktivitas manusia dimulai bangun tidur sampai ia tidur kembali manusia tidak berhenti untuk beraktivitas.
Menurut Ernest Haeskel, bahwa manusia merupakan (animalisme), tak ada sanksi bahwa segala hal manusia sungguh-sungguh ialah binatang beruas tulang belakang yakni hewan menyusui. Artinya bahwa tidak diragukan lagi manusia adalah sejajar dengan hewan yang menyusui.
Menurut William Ernest, bahwa manusia adalah hewan yang berfikir dalam istilah totalitas, dan hewan yang berjiwa. Artinya manusia mempunyai akal pikiran untuk memikirkan segala hal dan manusia memiliki jiwa.
Menurut Adi Negara bahwa alam kecil sebagian alam besar yang ada di atas bumi. Sebagian dari makhluk yang bernyawa, sebagian dari bangsa antropomoker, binatang yang menyusui, akan tetapi makhluk yang mengetahui keadaan alamnya, yang mengetahui dan dapat menguasai kekuatan alam di luar dan di dalam dirinya (lahir dan batin).
Kesimpulannya:
1)    Menurut teori descendensi bahwa meletakkan manusia sejajar dengan hewan berdasarkan sebab mekanis.
2)    Keistimewaan ruhaniyah manusia dibandingkan dengan hewan terlihat dalam kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir, berpolitik, mempunyai kebebasan/kemerdekaan, memiliki sadar diri, mempunyai norma, tukang bertanya atau tegasnya manusia adalah makhluk berbudaya.
3)    Manusia mempunyai aktivitas yang hampir sama dengan aktivitas yang dilakukan oleh hewan.
b)   Aliran Metafisika
Metafisika berasal dari bahasa Yunani Meta ta physica yang dapat diartikan sesuatu yang ada di balik atau di belakang benda-benda fisik.
Menurut Prof. S. Takdir Alisyahbana, metafisika ini dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu : (1) yang mengenai kuantitas (jumlah) dan (2) yang mengenai kualitas (sifat).Yang mengenai kuantitas terdiri atas (a)monisme, (b) dualisme, dan (c) pluralisme. Monisme adalah aliran yang mengemukakan bahwa unsur pokok segala yang ada ini adalah esa (satu). Dualisme adalah aliran yang berpendirian bahwa unsur pokok yang ada ini ada dua, yaitu roh dan benda. Pluralisme adalah aliran yang berpendapat bahwa unsur pokok hakikat kenyataan ini banyak. Yang mengenai kualitas dibagi juga menjadi dua bagian besar, yakni (a) yang melihat hakikat kenyataan itu tetap, dan (b) yang melihat hakikat kenyataan itu sebagai kejadian.Yang termasuk golongan pertama (tetap) ialah:” Spiritualisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat roh.” Materialisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat   materi. Yang termasuk golongan kedua (kejadian) ialah:” Mekanisme, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian di dunia ini berlaku dengan sendirinya menurut hukum sebab-akibat.” Aliran teleologi, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian yang   satu berhubungan dengan kejadian yang lain, bukan oleh hukum sebab-akibat,   melainkan semata-mata oleh tujuan yang sama.
Pandangan filsafat terhadap aliran metafisika adalah memandang sesuatu yang ada pada diri manusia yakni sebagai berikut:
1)    Serba zat: manusia terdiri dari sel yang mengacu pada materialisme / sesuatu yang nyata / ada. Beranggapan yang sesungguhnya ada hanya materi saja yang bisa ditangkap oleh pancaindera.
2)    Serba ruh: identik dengan jiwa, mencakup ingatan, imajinasi, kemauan, perasaan, penghayatan.
Jadi, asal manusia dari suatu yang ada dan tak bergantung dari yang lain. Hakikat manusia ialah dari ruh yang ditiupkan oleh Tuhan. Artinya manusia tersusun dari zat yang ada dengan diberikannya ruh oleh Tuhan sehingga menyebabkan manusia dapat hidup. Manusia mempunyai fisik yaitu jasadnya. Selain jasad manusia juga mempunyai ruh atau yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera yakni berhubungan dengan jiwa mencakup ingatan, gagasan, imajinasi, kemauan, perasaan dan penghayatan.
c)    Psikomatik
Memandang manusia hanya terdiri atas jasad yang memiliki kebutuhan untuk menjaga keberlangsungannya artinya manusia memerlukan kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan) untuk keberlangsungan hidupnya.
Manusia terdiri dari sel yang memerlukan materi cenderung bersifat duniawi yang diatur oleh nilai-nilai ekonomi (dinilai dengan harta / uang) artinya manusia memerlukan kebutuhan duniawi yang harus dipenuhi, apabila kebutuhan tersebut sudah terpenuhi maka mereka akan merasa puas terhadap pencapaiannya.
Manusia juga terdiri dari ruh yang memerlukan nilai spiritual yang diatur oleh nilai keagamaan (pahala). Dalam menjalani kehidupan duniawi manusia membutuhkan ajaran agama, melalui ceramah keagamaan untuk memenuhi kebutuhan rohaninya.
Manusia sempurna jika mengembangkan unsur rasionalitas, kesadaran, akal budi, spritualitas, moralitas, sosialitas, kesesuian dengan alam.
1)  Rasionalitas
Secara etimologis rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”. A.R. Lacey7 menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi.
Pola pikir secara rasionalisme
Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik. Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.
2)  Kesadaran
Manusia dikatakan manusia sempurna apabila manusia mempunyai kesadaran hidup. Kesadaran berarti manusia melakukan segala sesuatu atas dorongan dari diri sendiri bukan paksaan dari orang lain.Kesadaran adalah keadaan seseorang di mana ia tahu/mengerti dengan jelas apa yang ada dalam pikirannya. Sedangkan pikiran bisa diartikan dalam banyak makna, seperti ingatan, hasil berpikir, akal, gagasan ataupun maksud/niat.
Sebagai gambaran untuk memperjelas, misalnya ada seorang anak melihat balon. Keadaan melihat tersebut yang ia sadari sendiri itu dinamakan kesadaran. Sedangkan balon yang ia lihat yang menimbulkan anggapan besar atau berwarna hijau disebut pikiran (persepsi). Reaksi bagus dan indah sehingga anak tersebut suka adalah bentuk dari perasaan. Kemudian reaksi pikiran yang menginginkan balon tersebut itu yang dimaksud dengan niat/kehendak/maksud. Kata pikiran bermakna sangat luas sehingga ada yang menggunakannya dalam konteks sebagai niat atau kehendak.
3)  Akal budi
Akal budi yang baik akan mengarahkan manusia ke jalan yang lurus. Mungkin pada suatu saat manusia akan mundur atau menyimpang salah jalan. Tetapi akal budi inilah yang akan berupaya meluruskan kembali jalan hidup kita.Akal budi ini adalah anugerah terbesar dari Tuhan untuk manusia. Inilah yang membedakan kita dengan hewan atau bahkan dengan tumbuhan. Dengannya kita dapat mempelajari dan mendalami keimanan. Dengan iman inilah manusia dengan akal budinya mampu mengenali Tuhan.
Tetapi banyak orang yang tertipu karena keterbatasan akal budinya dan menganggap pikiran manusia berseberangan dengan iman. Tetapi yang benar adalah iman itu sebagai penuntun akal budi agar perjalanan hidup manusia tidak menyimpang alias salah jalan. Dan dengan akal budi kita dapat memperdalam iman. Dengan iman, manusia mampu mengenal Tuhan dan berjalan lurus menuju kepada-Nya.
4)  Spiritualitas
Dalam beberapa literatur dijelaskan bahwa kata "spiritual" itu diambil dari bahasa Latin, Spiritus, yang berarti sesuatu yang memberikan kehidupan atau vitalitas. Dengan vitalitas itu maka hidup kita menjadi lebih "hidup". Spiritus ini bukan merupakan label atau identitas seseorang yang diterima dari / diberikan oleh pihak luar, seperti agama, melainkan lebih merupakan kapasitas bawaan dalam otak manusia. Artinya, semua manusia yang lahir ke dunia ini sudah dibekali kapasitas tertentu di dalam otaknya untuk mengakses sesuatu yang paling  fundamental dalam hidupnya. Jika kapasitas itu digunakan / diaktifkan, maka yang bersangkutan akan memiliki vitalitas hidup yang lebih bagus. Kapasitas dalam otak yang berfungsi untuk mengakses sesuatu yang paling fundamental itulah yang kemudian mendapatkan sebutan ilmiyah, seperti misalnya: Kecerdasan Spiritual (SQ),   Kecerdasan Hati (Heart Intelligence), Kecerdasan Transendental, dan lain-lain.
Spiritual di dalam diri kita selalu mendorong untuk menemukan makna hidup yang lebih dalam, nilai-nilai fundamental yang lebih bermanfaat, kesadaran akan adanya tujuan hidup yang lebih panjang, dan peran yang dimainkan oleh makna, nilai, dan tujuan itu dalam tindakan, strategi dan proses berpikir.
5)  Moralitas
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban,  dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk, berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian  dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang  adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak.
6)  Sosialitas
Sosialisasi mengacu pada suatu proses belajar seorang individu yang akan mengubah dari seseorang yang tidak tahu menahu tentang diri dan lingkungannya menjadi lebih tahu dan memahami. Agen sosialisasi meliputi keluarga, teman bermain, sekolah dan media massa. Keluarga merupakan agen pertama dalam sosialisasi yang ditemui oleh anak pada awal perkembangannya. Kemudian kelompok sebaya sebagai agen sosialisasi di mana si anak akan belajar tentang pengaturan peran orang-orang yang berkedudukan sederajat. Sekolah sebagai agen sosialisasi merupakan institusi pendidikan di mana anak didik selama di sekolah akan mempelajari aspek kemandirian, prestasi, universalisme serta spesifisitas. Agen sosialisasi yang terakhir adalah media massa di mana melalui sosialisasi pesan-pesan dan simbol-simbol yang disampaikan oleh berbagai media akan menimbulkan berbagai pendapat pula dalam masyarakat.
Dalam rangka interaksi dengan orang lain, seseorang akan mengembangkan suatu keunikan dalam hal perilaku, pemikiran dan perasaan yang secara bersama-sama akan membentuk self.
7)  Keselarasan dengan alam
Hubungan antara manusia dengan alam atau hubungan manusia dengan sesamanya, bukan merupakan hubungan antara penakluk dan yang ditaklukkan, atau antara tuhan dengan hamba, tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT. Manusia diperintahkan untuk memerankan fungsi kekhalifahannya yaitu kepedulian, pelestarian dan pemeliharaan. Berbuat adil dan tidak bertindak sewenang -wenang kepada semua makhluk sehingga hubungan yang selaras antara manusia dan alam mampu memberikan dampak positif bagi keduanya. Oleh karena itu manusia diperintahkan untuk mempelajari dan mengembangkan pengetahuan alam guna menjaga keseimbangan alam dan meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Itu merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT

Perkembangan Kurikulum



1.      Perkembangan Kurikulum
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Perkembangan kurikulum di Indoesia dapat dibagi daam beberapa fase, sebagai berikut:
a.      Periode sebelum tahun 1945
1)      Kurikulum pada masa VOC
Kurikulum sekolah-sekolah selama VOC bertalian erat dengan gereja. Menurut Hereen XVII,  badan tertinggi VOC di negeri Belanda yang tertidi atas 17 orang anggota, tahun 1617, gubernur di Indonesia harus menyebarluaskan agama Kristen dan mendirikan sekolah untuk tujuan itu. Menurut peraturan sekolah 1643 tugas guru dalah memupuk rasa tajkut kepada Tuhan , mengajarkan dasar agama Kristen , mengajak anak berdoa, bernyanyi , pergi ke gereja, mematuhi orang tua, penguasa, dan guru-guru. Walaupun tak ada kurikulum yang ditentukan biasanya sekolah menyajikan pelajaran tentang ketekismus, agama, juga membaca , menulis dan menyanyi.Demikian pula tidak ditentukan lama belajar. Peraturan hanya menentukan bahwa anak pria lebih dari usia 16 tahun dan anak wanita lebih dari 12 tahun hendaknya jangan dikeluarkan dari sekolah. Pembagian dalam 3 kelas untuk pertama kali dimulai pada tahun 1778. Di kelas 3, kelas terendah, anak-anak belajar abjad, di kelas 2 memaca, menulis, dan bernyanyi dan di kelas 1, kelas tertinggi: membaca, menulis, katekismus, bernyanyi dan berhitung.
2)      Kurikulum Sebelum 1892 (Sebelum Reorganisasi)
Sebelum 1892, Sekolah rendah tidak mempunyai kurikulum yang uniform, walaupun dalam peraturan 1871 ada petunjuk yang menentukan kegiatan sekolah. Ada 4 mata pelajaran yang diharuskan , yakni membaca, menulis, bahasa (bahasa daerah dan bahasa Melayu), dan berhitung. Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Melayu. Adapun mengenai pelajaran Agama, tidak di ajarkan. Seperti halnya di belanda pada masa liberal. Statuta 1874 menyatakan pengajaran agama dilarang di sekolah pemerintah, akan tetapi ruang kelas dapat digunakan untuk itu di luar jam pelajaran.
3)      Kurikulum Setelah 1892 ( Setelah Reorganisasi)
Kurikulum sekolah ini, seperti ditentukan dalam peraturan 1893 terdiri atas pelajaran membaca dan menulis dalam bahasa daerah dalam huruf daerah dan latin, membaca dan menulis dalam bahasa Melayu, berhitung, ilmu bumi Indonesia, ilmu alam, sejarah pulau tempat tinggal, menggambar dan mengukur tanah. Lama pelajaran diperpanjang dari 3 menjadi 5 kelas. Sekolah dibagi dalam 5 kelas yang terpisah sehingga sekolah beruangan satu lambat laun lenyap. Sekolah Kelas Satu tidak menjadi popular di kalangan Priayi, karena tidk memberikan pelajaran bahasa Belanda. Akhirnya, pada tahu 1907  bahasa Belanda dimasukkan ke dalam program Sekolah kelas Satu dan lama studi diperpanjang menjadi 6 tahun. Akan tetapi, perubahan itu tetap tidak menjadikan Sekolah Kelas Satu popular, ia tetap menjadi terminal tanpa kesempatan melanjutkan pelajaran. Kelemahannya jelas Nampak bila dibandingkan dengan ELS (Europese Lagere School) dan HCS (Holland Chinese School).
Dirasakan adanya diskriminasi terhadap anak Indonesia karena anak-anak cina di HCS diberi pelajaran dalam bahasa Belanda selama 7 tahun. Barulah ketika tahun 1912 bahasa Belanda diajarkan mulai kelas 1 dan lama studi diperpanjang selama 7 tahun. Lamat laun Sekolah Kelas Satu menyamai sekolah-sekolah yang tersedia bagi golongan bangsa lain, akan tetapi masih mempunyai kelemahan karena tidak membuka kesempatan untuk melanjutkan pelajaran. Perkembangan Kurikulum.
4)      Kurikulum Sekolah Kelas Dua
Disebut Sekolah Kelas Dua karena orang-orang yang sekolah disana khusus sebagian kecil rakyat. Sekolah ini akan mempersiapkan berbagai ragam pegawai rendah untuk kantor pemerintah dan perusahaan swasta.  Disamping itu juga untuk mempersiapkan guru bagi Sekolah Desa.Sekolah ini  mempunyai kurikulum yang sangat sederhana dikarenakan sekolah ini pada mulanya untuk seluruh rakyat Indonesia walupun dalam perkembangannya kemudian lebih spesifik lagi.  Program Sekolah Kelas Dua ini sama dengan program Sekolah kelas Satu kelas 1-3. Perlu diketahui, Reorganisasilah yan menyebabkan dua jenis sekolah ini, Sekolah Kelas Satu terutama bagi anak golongan atas dan Sekolah Kelas Dua untuk orang biasa.
5)      Kurikulum VolkSchool
            Kurikulum ini sangat sederhana. Kurikulum ini muncul seiring dengan kebutuhan rakyat yang pada saat itu banyak buta huruf dan tidak bisa berhitung. Akan tetapi, sekolah ini tetap saja dirasa tidak memenuhi keinginan murid untuk melanjutkan pelajarannya. Banyak anak-anak dari sekolah ini yang ingin dipindahkan ke Sekolah Kelas Dua. Pada akhirnya, sekolah desa ini menjadi substruktur dari Sekolah Kelas Dua dengan mangadakan perbaikan kurikulum Sekolah Desa.
6)      Kurikulum ELS (Europese Lagere School)
Setelah Hindia Belanda diterima kembali dari tangan Inggris pada tahun 1816 oleh para Komisariat Jendral , maka pendidikan ditanggapi secara lebih sungguh-sungguh. Akan tetapi kegiatan mereka hanya terfokus pada anak-anak berdarah Belanda.  Sekolah Belanda ini sejak mulanya dimaksudkan agar sama dengan netherland, walaupun terdapat perbedaan tentang muridnya, khususnya pada permulaannnya.  Kurikulum terdiri atas pelajaran membaca, menulis , berhitung, bahasa Belanda, sejarah, ilmu bumi dan mata pelajaran lainnya. Sedangkan pelajaran agama ditiadakan.  Pada tahun 1868 bahasa prancis diajarkan dan merupakan syarat untuk masuk ke sekolah Belanda.
7)      Kurikulum HCS (Holland Chinese School)
HCS mempunyai dasar yang sama dengan ELS. Bahasa Perancis biasanya diajarkan pada sore hari seperti halnya dengan bahasa Inggris, yang sebenarnya tidak diberikan kepada ELS, nemun diajarkan berhubung dengan kepentinan bagi perdagangan. Kurikulum dan buku pelajarannyapun sama dengan ELS.
8)      Kurikulum HIS (Holland Inlandse School)
Pendirian HIS pada prinsipnya dikarenakan keinginan yang kian menguat di kalangan orang Indonesia untuk memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan Barat. Kurikulum HIS seperti yang tercantum dalam Statuta 1914 No. 764 meliputi semua mata pelajaran. Lulusannyapun akhirnya bisa melanjutkan ke STOVIA (School tot Opleiding van Indisce Artsen, Sekolah “Dokter Djawa”) dan MULO. Selain itu mereka memasuki Sekolah Guru, Sekolah Normal, Sekolah Teknik, Sekolah Tukag, Sekolah Pertanian, Sekolah Menteri Ukur, dan lain-lain.
9)      Kurikulum MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs)
Dengan program yang diperluas. MULO merupakan sekolah pertama yang tidak mengikuti pola pendidikan Belanda, namun tetap berorientasi ada Barat dan tidak mencari penyesuaian dengan keadaan Indonesia. Programnya terdiri atas empat bahasa yakni, belanda, Perancis, Inggris dan Jerman. Kursus MULO ini dibuka pada tahun 1903. Kursus ini dimaksud sebagai sekolah rendah.
b.        Periode Tahun 1945 Sampai Tahun 1968 (Masa Kemerdekaan dan Pemerintahan Orde Lama)
1)   Kurikulum 1947, Rentjana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasaBelanda leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular disbanding  istilah curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikanditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutanRentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok :
a)    Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya.
b)   Garis-garis besar pengajaran.
            Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikankolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakansebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakanadalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2)   Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952
            Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yangkemudian diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligusciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajarannya menunjukkan secara jelas bahwa seorang guru mengajar satu mata pelajaran (Djauzak Ahmad, Dirpendas periode1991-1995).
3)   Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964
            Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok  pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan,dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus pada pengembangan dayacipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok  bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatanfungsional praktis.

c.       Periode Tahun 1968 Sampai Tahun 1999 (Masa Pemerintahan Orde Baru) Perkembangan Kurikulum
1)    Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yangdicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasilasejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani,moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Dalam kurikulum ini tampak dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dankonsekuen. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran:kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagaikurikulum bulat. "Hanya memuat mata pelajaran pokok saja". Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik  beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
2)    Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Drs Mudjito; Ak; Msi (Direktur Pemb. TK dan SD Depdiknas). yang melatar  belakangi lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaituMBO (management by objective) yang terkenal saat itu," Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yangdikenal dengan istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi: tujuan instruksional umum (TIU), tujuaninstruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar,dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibuat sibuk menulis rincian apayang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
3)    Kurikulum 1984
Kurikulum 1975 yang Disempurnakan Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL).
CBSA merupakan suatu upaya dalam pembaharuan pendidikan dan pembelajaran pada saat itu. Pendekatannya menitikberatkan pada keaktifan siswa yang merupakan inti dari kegiatan belajar. Dalam CBSA kegiatan belajarnya diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah, membentuk gagasan, menyusun rencana dan sebagainya. Adapun kegiatan yang dilakukan guru adalah sebagai berikut :
a)      Menyiapkan lembar Kerja.
b)      Menyususn tugas bersama siswa.
c)      Memberikan informasi tentang kegiatan yang akan di susun.
d)     Memberikan bantuan dan pelayanan apabila siswa mendapat kesulitan.
e)      Menyampaikan pertanyaan yang bersifat asuhan.
f)       Membantu mengarahkan rumusan kesimpulan umum.
g)      Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang lamban.
h)      Menyalurkan bakat dan minat siswa.
i)        Mengamati setiap aktivitas siswa.
              Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan,Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yangdiujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalahsuasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelangambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhirnya penolakan CBSA bermunculan.
4)   Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 Perkembangan Kurikulum
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan. Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil,menjelma menjadi kurikulum super padat.Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998,diikuti kehadiran suplemen Kurikulum 1999.Tapi perubahannya lebih pada menambah sejumlah materi. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
            Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut :
a)      Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
b)      Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
c)      Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
d)     Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
e)      Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
f)       Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
g)      Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
      Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut :
a)      Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
b)      Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu :
a)      Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
b)      Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
c)      Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
d)     Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek terkait, seperti tujuan materi pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana termasuk buku pelajaran.
e)      Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang. Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk invovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi disentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
d.      Kurikulum 2004
Kurikulum 2004, disebut juga Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu: pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi; dan pengembangan pembelajaran.
Ciri-ciri KBK sebagai berikut :
1)    Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
2)    Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
3)    Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
4)    Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
5)    Struktur kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester.
6)    Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut.
7)    Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level.
8)    Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan : Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?
Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian.
9)    Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan,  Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?
Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan kompetensi tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan.  Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002:55).
Kurikulum 2004 lebih keren dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap mata pelajaran dirinci berdasarkan kompetensi apa yang mesti di capai siswa. Kerancuan muncul pada alat ukur pencapaian kompetensi siswa yang berupa Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Nasional yang masih berupa soal pilihan ganda. Bila tujuannya pada pencapaian kompetensi yang diinginkan pada siswa, tentu alat ukurnya lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur sejauh mana pemahaman dan kompetensi siswa. Walhasil, hasil KBK tidak memuaskan dan guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
e.       KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR). Kurikulum yang terbaru adalah kurikulum 2006 KTSP yang merupakan perkembangan dari kurikulum 2004 KBK. Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini merupakan kurikulum yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan yang puncaknya tugas itu akan diemban oleh masing masing pengampu mata pelajaran yaitu guru. Sehingga seorang guru disini menurut Okvina (2009) benar-benar digerakkan menjadi manusia yang professional yang menuntuk kereatifitasan seorang guru. Kurikulum yang kita pakai sekarang ini masih banyak kekurangan di samping kelebihan yang ada. Kekurangannya tidak lain adalah (1) kurangnya sumber manusia yang potensial dalam menjabarkan KTSP dengan kata lin masih rendahnya kualitas seorang guru, karena dalam KTSP seorang guru dituntut untuk lebihh kreatif dalam menjalankan pendidikan. (2) kurangnya sarana dan prasarana yang dimillki oleh sekolah.
f.       Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru yang mulai diterapkan pada tahun 2013/2014. Kurikulum ini adalah pengembangan dari kurikulum yang telah ada sebelumnya, baik kurikulum berbasis kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 maupun kurikulum tingkat satuan pendidikan pada tahun 2006. Kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter ialah kurikulum baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan & Kebudayaan RI untuk menukar Kurikulum Tingkat Unit Pendidikan. Kurikulum 2013 ialah satu buah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, & pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi & presentasi pula mempunyai sopan santun patuh aturan yang tinggi. Kurikulum ini menukar Kurikulum Tingkat Unit Pendidikan yang diterapkan sejak 2006 dulu. Dalam Kurikulum 2013 mata pelajaran wajib diikuti oleh seluruhnya peserta didik di satu unit pendidikan kepada tiap-tiap unit atau jenjang pendidikan.
Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi:
1.      Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
2.      Manusia terdidik yang beriman  dan bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
3.      Warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan dari Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang dirintis pada tahun 2004 dan KTSP atau Kurikulum Tingakat Satuan Pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memberikan otonomi penuh kepada lembaga sekolah itu sendiri untuk mengembangkan kurikulumnya sesuai kemampuan dan kesanggupan  masing-masing. Sedangkan kurikulum 2013 mencoba kembali pada masa pemerintahan Presiden Suharto, yaitu kurikulum dikendalikan oleh pemerintah atau bersentral pada pemerintah. Jadi, guru tidak disibukkan lagi dengan tugas harus membuat silabus dan RPP, karena guru harus lebih berfokus pada bagaimana proses pembelajaran dan transformasi ilmu bisa maksimal.
Seperti yang sudah kita tahu, bahwa sejak tahun 2013 kemarin, pemerintah telah mengeluarkan sebuah kurikulum baru untuk menggantikan kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum KTSP tahun 2006. Banyak orang yang masih merasa sangat bingung mengenai kurikulum yang baru ini. Namun menurut kami, pada kurikulum 2013 ini untuk anak SD, siswa ataupun siswi SD diberikan sebuah buku dengan tujuan anak tersebut mengamati dan mengemukaan materi apa yang ada didalam buku tersebut. Jadi sangat membuat anak-anak melatih logikanya. Dan hal ini menurut saya sangat baik karena pada kehidupan didunia kerja nanti, kita lebih banyak membutuhkan kemampuan logika dan cara berpikir yang jernih. Berikut ini kami akan memberitahukan mengenai tujuan dan karakteristik kurikulum 2013.
Karakteristik :
a)      Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik;
b)      Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;
c)      Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;
d)     Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
e)      Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar matapelajaran;
f)       Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti;
g)      Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmatapelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
Dengan 7 karakteristik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari kurikulum 2013 ini adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.