BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pembelajaran matematika akan bermakna bagi siswa apabila guru mengetahui karakteristik matematika sehingga guru dapat mengajarkan materi tersebut dengan penuh dinamika dan inovasi. Marsigit (2008) menyatakan karakteristik matematika adalah sebagai berikut:
- matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan,
- matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan,
- matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving)
- matematika sebagai alat komunikasi.
Selain mengetahui karakteristik matematika, guru SD perlu juga mengetahui taraf perkembangan siswa SD sehingga mereka dapat mengajarkan matematika SD secara baik dengan mempertimbangkan karakteristik ilmu matematika dan siswa yang belajar (Sri Subarinah, 2006: 2).
Piaget (Sri Subarinah, 2006: 3) menyatakan bahwa siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 7 sampai 12 tahun, dan terletak pada fase operasi konkret. Oleh karenanya sebaiknya pembelajaran matematika di SD dibuat konkret. Konsep matematika akan dapat dipahami dengan baik jika pembelajaran dilakukan dengan menggunakan alat belajar yang konkret. Sehingga penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika sangat diperlukan.
- Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami membahas tentang”Teori Belajar Matematika dan Teknik Pembelajaran Matematika” yang dibatasi oleh beberapa masalah seperti berikut:
- Apa pengertian belajar dan pembelajaran?
- Apa saja teori belajar matematika?
- Apa saja teknik pembelajaran matematika?
- Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
- Untuk mengetahui pengertian belajar dan pembelajaran.
- Untuk mengetahui apa saja teori belajar matematika.
- Untuk mengetahui apa saja teknik pembelajaran matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran
A. Pengertian Belajar
Menurut R. Gagne (1989), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organise berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dua konsep ini menjadi terpadu dalam satu kegiatan dimana terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta sisawa dengan siswa pada saat pembeajaran berlangsung. Bagi Gagne, belajar dimaknai sebagai suatu poses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Selain itu, Gagne juga menekankan bahwa belajar sebagai suatu upaya memperoleh pengetahuan.
Menurut Hamalik belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu atau seseorang melalui interaks dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku ini mencakup perubahan dalam kebiasaan, sikap, dan keterampilan. Perubahan tingkah laku dalam kegiatan belajar disebabkan oleh pengalaman atau latihan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan sesesorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap bai dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak.
B. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
2.2 Teori Belajar Matematika
- Teoti Gestatalt
Teori ini dikemukaan oleh koffa dan kohler dari Jerman yang sekrang menjadi tenar di seluruh dunia. Hukum yang berlaku pada pengamatan adalah sama dengan hukum dalam belajar, yaitu :
- Gestalt mempunyai sesuatu yang melebihi jumlah unsur-unsurnya.
- Gestalt timbul lebih dahulu daripada bagian-bagiannya.
Jadi dalam belajar yang penting adalah adanya penyesuaian pertama yaitu memperoleh respons tepat untuk memecahkan problem yang dihadapi. Gestalt menyatakan bahwa penguasaan akan diperoleh apabila ada prasyarat dan latihan hafal atau drill yang diulang-ulang sehingga tidak mengherankan jika ada topik-topik di tata secara urut seperti perkalian bilangan cacah kurang dari sepuluh ( Rosseffendi,19993:115-116).
Tokoh aliran ini adalah John Dewey.Ia mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini :
- Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian.
- Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa.
- Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar.
- Teori Belajar Menurut J. Bruner
Kata Bruner bwlajat tidak untuk mengubah tingkah lau seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Sebab itu bruner mempunyai pendapat, alangkah baiknya bila sekolah dapat menyediakan bagi siswa untuk maju dengan cepat sesuai dengan kemampuan siswa dalam mata pelajaran tertentu. Di dalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif adri setaiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan “discovery learning environment”, ialah lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Dalam tiap lingkungan selalu ada bermacam-macam masalah, hubungan-hubungan dan hambatan yang dihayati oleh siswa secara berbeda-beda pada usia yang berbeda pula. Dalam lingkungan banyak beda pada usia yang berbeda pula. Dalam lingkungan banyak hal yang dapat dipelajari siswa, hal dimana dapat di golongkan menjadi:
- Enactive, seperti belajar naik sepeda, yang harus didahului dengan bermacam-macam keterampilan motorik.
- Iconic, seperti mengenal jalan menuju ke pasar, mengingat dimana bukunya yang penting diletakkan.
- Symbolic, seperti menggunakan kata-kata, menggunakan formula.
Dalam belajar guru perlu memperhatikan 4 hal berikut ini :
- Mengusahakan agar setiap siswa berpartisipasi aktif, minatnya perlu ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu.
- Menganalisis struktur materi yang akan diajarkan, dan juga perlu disajikan secra sederhana sehingga mudah dimengerti oleh siswa.
- Menganalisis sequence. Guru mengajar, berarti membimbing siswa melalui urutan pernyataan-pernyataan dari suatu maslah, sehingga siswa memperoleh pengertian dan dapat men-transfer apa yang sedang dipelajari
- Memberi reinforcement dan umpan balik (feed-back). Penguatan yang optimal terjadi pada waktu ssiwa mengetahui bahwa “ia menemukan jawabannya”
Aplikasi teori Brunner dalam pembelajaran matematika:
- Dalil notasi
Dalil notasi menyatakan bahwa notasi matematika yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan mental anak (enaktif, ikonik, dan simbolik). Kita dapat memilih notasi y = 2x + 3 untuk anak SMP dari pada notasi f(x) = 2x + 3 dan notasi = 2 + 3. 17 . Sedangkan untuk anak SD kita bisa menggunakan symbol-simbol yang dikenalnya, yaitu Δ = 2 □ + 3
- Dalil pengkontrasan dan keaneragaman (variasi)
Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman (variasi) menyatakan bahwa suatu konsep harus dikontraskan dengan konsep lain dan harus disajikan dengan contoh-contoh yang bervariasi. Misalnya, untuk memahami konsep bilangan 2,siswa diberi kegiatan untuk membuat kelompok benda yang beranggotakan 2. Selain itu juga diberi kegiatan untuk membuat kelompok benda yang tidak beranggotakan 2.Bisa juga memilih kelompok-kelompok mana yang merupakan kelompok 2 benda, dan kelompok-kelompok mana yang bukan 2 benda.
Contoh :
Berilah tanda √ pada kelompok 2 benda!
Berilah tanda X pada kelompok yang bukan 2 benda!
- Teori Belajar dari Piaget
Pendapat piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak adalah sebagai berikut :
- Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar.
- Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu, menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak
- Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu memalui suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dati suatu tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak.
- Perkembangan mental pada anak dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu :
- Kemaksaan
- Pengalaman
- Interaksi social
- Equilibration (proses dari ketiga factor di atas bersama-sama untuk membangun dan memperbaiki struktur mental).
- Ada beberapa tahap dalam perkembangan kognnitif, yaitu :
- Tahap sensori motor (sejak lahir sampai dengan 2 tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik(gerakan anggota tubuh)dan sensori(koordinasi alat indra). Contohmya yaitu orangtua membantu anak menghitung dengan jari, mainan, dan permen.
- Tahap Pra Operasional ( usia 2-7 tahun)
Ini merupakan tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Operasi konkrit adalah berupa tindakan- tindakan kognitif seperti mengklasifikasikan sekelompok objek,menata letak benda berdasarkan urutan tertentu,dan membilang. Contohnya orang tua meletakkan 20 kelereng, 15 berwarna merah dan 5 berwarna putih dan mengajukan pertanyaan berikut “manakah yang lebih banyak kelereng merah atau kelereng putih”
- Tahap operasi konkrit (usia 7-11 tahun)
Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami konsep kekekalan, kemampuan mengklasifikasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif, dan mampu berfikir reversible. Contohnya siswa sudah dapat memahami konsep penjumlahan, pngurangan, perkalian dan pembagian.
- Tahap operasi formal (11 tahun keatas)
Tahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu malakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung, dengan hanya menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi.
- Teori dari R. Gagne
Terhadap masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi, yaitu :
- Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku
- Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi
Mulai bayi manusia mengadakan interaksi denga lingkungan, tetapi ia baru dalam bentuk “sensori-moto coordination”. Kemudian ia mulai belajar berbiacra dan menggunakan bahasa. Kesanggupan untuk menggunakan bahasa inipenting artinya untum belajar.
Tugas pertama yang dilakukan anak ialah meneruskan “sosialisasi” dengan anak lain, atau orang deawasa, tanpa pertentangan bahkan untuk membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan keramahan dan konsiderasi pada anak itu.
Tugas kedua ialah belajar menggunakan simbol-simbol yang menyatakan keadaan sekelilingnya, seperti : gambar, huruf, angka, diagram dan sebgainya. Ini adlah tugas intelektual (membaca, menulis, berhitung dan sebagainya). Bila anak sekolah sudah dapat melakukan tugas ini, berarti dai sudah mampu belajar banyak hal adri yang mudah sampai yang amat kompleks.
Gagne mengatakan pula bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi menjadi 5 kategori, yang disebut “the domains of learning” yaitu :
- Keterampilan motoris (motor skill)
Dalam hal ini perlu koordinasi dari bebrbagai gerakan badan, misalnya melempar bola, main tenis, mengemudi mobil, mengetik huruf R.M, dan sebagainya).
- Informasi verbal
Orang dapat menjelaskan sesuatu dengan berbicara, menulis, menggambar, dalam hal ini dapat dimengerti bahwa untuk mengatakan sesuatu ini perlu intelegensi.
- Kemampuan intelektual
Manusia mengatakan interaksi dunia luar dengan menggunakan simbol-simbol. Kemapuan belajar cara inilah yang disebut “kemampuan intelektual”, misalnya membedakan huruf m dan n, menyebut tanaman yang sejenis.
- Startegi kognitif
Ini merupakan organisasi keterampilan yang internal (initernal organized skill) yang perlu untuk belajar mengingat dan berpikir. Kemampuan ini berbeda dengan kemampuan intelektual, karena ditujukan ke dunia luar, dan tidak dapat dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta memerlukan perbaikan-perbaikan secara terus-menerus.
- Sikap
Kemampuan ini tak dapat dipelajari dengan ulangan-ulangan, tidak tergantung atau dipengaruhi oleh hubungan verbal seperti halnya domain yang lain. Sikap ini penting dalam proses belajar, tanpa kemampuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik.
Aplikasi teori R. Gagne dalam pembelajaran matematika yaitu:
Kebanyakan belajar matematika adalah belajar aturan. sebagai contoh, kita ketahui bahwa 5 x 6 = 6 x 5 dan bahwa 2 x 8 = 8 x 2; akan tetapi tanpa mengetahui bahwa aturannya dapat dinyatakan dengan a x b = b x a. Kebanyakan orang pertama belajar dan menggunakan aturan bahwa perkalian komutatif adalah tanpa dapat menyatakan itu, dan biasanya tidak menyadari bahwa mereka tahu dan menerapkan aturan tersebut. Untuk membahas aturan ini, harus diberikan verbal (dengan kata-kata) atau rumus seperti “urutan dalam perkalian tidak memberikan jawaban yang berbeda atau untuk setiap bilangan a dan b, a x b = b x a”
- Teori Thorndike
Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike disebut juga dengan koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukkan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil atau hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of effect).
- Teori Skinner
Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif. Pengautan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur. Dalam teori Skinner dinyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan pada anak setelah berhasil menyelesaikan tugas dan sikap guru yang bergembira pada saat anak menjawab pertanyaan. Skiner menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang efektivitas pencapaian tujuan) harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi,atau minimalnya perbuatan baik itu dipertahankan.
- Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Bahan pelajaran akan lebih mudah dipahami jika bahan itu dirasakan bermakna bagi siswa. Kebermaknaan sesuai dengan struktur kognitif, sesuai struktur keilmuan. Ausubel membedakan antara belajar menemukan dan belajar menerima. Dalam belajar menerima siswa hanya menerima dan tinggal meghapalkan materi. Sedangkan pada belajar menemukan, siswa tidak menerima pelajaran begitu saja, tetapi konsep ditemukan oleh siswa. Belajar bermakna lebih dilakukan dengan metode penemuan (discovery) siswa. Namun demikian, metode ceramah (ekspositori) bisa juga menjadi belajar bermakna jika berlajarnya dikaitkan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari, tidak hanya sampai pada tahap hapalan, bahan pelajaran harus cocok dengan kemampuan siswa dan sesuai dengan struktur kognitif siswa.
Aplikasi teori Ausubel dalam pembelajaran matematika:
Dalam belajar program linier, siswa yang belajar bermakna bisa mengkaitkannya dengan materi menggambar grafik fungsi linear dan menyelesaikan pertidaksamaan linear serta mampu menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan program linier. Dan sebaliknya apabila tidak bermakna, maka siswa tidak bisa mengkaitkannya dengan materi sebelumnya dan tidak mampu mengaplikasikannya.
- Teori Pavlov
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan(conditioning). Dalam kegiatan belajar, agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan Pekerjaan Rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau member nilai terhadap hasil pekerjaannya.
- Teori baruda (Belajar dengan Meniru)
Baruda melihat juga adanya kelemahan dalam teori Skinner, yaitu bahwa respon yang diberikan siswa yang kemudian diberi penguatan tidaklah esensial, menurutnya yang eseinsial adalah bahwa seseorang akan belajar dengan baik melalui peniruan, melalui apa yang dilihatnya dari seseorang, tayangan, dll yang menjadi model untuk ditiru. Pengertian meniru ini bukan berarti mencontek,tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain,terutama guru.
Jika tulisan guru baik, guru berbicara sopan santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, tingkah laku yang terpuji,menerangkan dengan jelas dan sistematik,maka siswa akan menirunya. Jika contoh-contoh yang dilihatnya kurang baik iapun menirunya. Dengan demikian guru harus menjadi manusia model yang professional.
- Teori belajar W. Brownell
Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika merupakan belajar bermakna dan pengertian hal ini sesuai dengan teori Gestalt yang menyatakan bahwa latihan hafal atau drill sangat penting dalam kegiatan pembelajaran yang diterapkan setelah tertanamnya pengertian (Ruseffendi, 1993: 117).
- Teori Dienes (Joyfull Learning)
Zoltan P.Dienes adalah seorang matematikawan yang memfokuskan perhatiannya pada cara pengajaran.Dienes menekankan bahwa dalam pembelajaran sebaiknya dikembangkan suatu proses pembelajaran yang menarik sehingga bisa meningkatkan minat siswa terhadap pelajaran matematika.
- Teori Polya
Pemecahan masalah merupakan aktivitas intelektual yang paling tinggi. Pemecahan masalah harus didasarkan atas adanya kesesuaian dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa, supaya tidak terjadi stagnasi.
Tahapan pemecahan masalah:
- Memahami masalah
- Membuat rencana/cara penyelesaian masalah
- Menjalankan rencana/menyelesaikan masalah
- Melihat kembali/recek.
- Teori Van Hiele
Tahap perkembangan siswa dalam memahami geometri:
- Pengenalan
- Analisis
- Pengurutan
- Deduksi
- Keakuratan (rigor)
Menurut Van Hiele ada tiga unsure dalam pengajaran matematika yaitu waktu,materi pengajaran dan metode pengajaran, jika ketiganya ditata secara terpadu maka akan terjadi peningkatan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir lebih tinggi
- John Dewey (CTL)
- Mengkaitkan bahan pelajaran dengan situasi dunia nyata
- Mendorong siswa menghubungkan yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, pengalaman sesungguhnya dan penerapannya / manfaatnya
- Strategi: authentic, inkuiri, praktek kerja, pemecahan masalah
- Aliran latihan mental
Otak diibaratkan seperti otot, jika ingin kuat harus sering dilatih, makin keras dan sulit latihannya akan lebih baik hasilnya.
- Teori Tollman
Sesungguhnya, pada tahun 1930 pakar psikologi AS Edward C. Tolman sudah meneliti proses kognitif dalam belajar dengan penelitian eksperimen bagaimana tikus belajar mencari jalan melintasi maze (teka-teki berupa jalan yang ruwet). Ia menemukan bukti bahwa tikus-tikus percobaannya membentuk “peta kognitif” (atau peta mental) bahkan pada awal eksperimen, namun tidak menampakakan hasil belajarnya sampai mereka menerima penguatan untuk menyelesaikan jalannya melintasi maze—suatu fenomena yang disebutnya latent learning atau belajar latent. Eksperimen Tolman. Menunjukkan bahwa belajar adalah lebih dari sekedar memperkuat respons melalui penguatan.
2.3 Teknik Pembelajaran Matematika
A. Teknik Think Pair Share
Cooperative learning merupakan keiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Pelaksanaan pembelajaran kooperative dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif dan proses pembelajarannya tidak harus guru dengan siswa, tetapi siswa juga dapat membelajarkan siswa lainnya sehingga tercipta sebuah interaksi dan komunikasi. Pembelajaran kooperative memiliki teknik dalam penerapannya. Salah satunya adalah teknik think pair share (TPS) yang dikembangkan oleh Frank Lyman (Lie, 2002: 57). TPS ini memberikan kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenal dan menunjukan partisipasi mereka kepada orang lain.
Adapun tahapan think pair share dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Tahap pemberian masalah oleh guru
Dalam hal ini guru dapat berupa Lembar Krja Siswa (LKS) berisikan soal-soal yang merangsang pemikiran siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa mencari solusi atau jawaban dari permasalahan tersebut.
- Tahap Think (berpikir secara individual)
Siswa diberikan batasan waktu untuk berpikir sendiri mencari jawaban dan pertanyaan yang diberikan. Waktu harus oleh guru yang dalam penentuannya guru harus mempertimbangkan beberapa hal , pengetahuan dasar siswa untuk menjawab pertanyaan dasar yang diberikan, jenisdan bentuk pertanyaan yang disuguhkan, serta jadwal pembelajaran setiap kali pertemuan.
- Tahap Pair (siswa berpasangan)
Selanjutnya guru mrminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Tahap ini membantu siswa dalam melatih kemampuan komunikasi lisannya dan menyampaikan apa yang telah mereka peroleh pada tahap think dalam bentuk lisan terhadap pasangannya.
Pada saatnya, proses ini dapat melaju satu langkah dengan meminta satu psang siswa lain untuk membentuk kelompok berempat dengan tujuan untuk memperkaya pemikiran mereka sebelum berbagi dengan kelompok yang lebih besar (kelas). Tahap pair dalam teknik ini juga memungkinkan terjadinya banyak diskusi diantara siswa tentang jawaban yang diberikan. Secara normal guru memberi waktu lima menit untuk berpasangan.
- Tahap Share (siswa berbagi dengan seluruh kelompok kelas)
Pada akhir tahap ini, guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi hasil jawaban untuk seluruh kelompok. Tahap akhir dari pembelajaran dengan teknik TPS ini memiliki banyak keuntungan.
B. Teknik Problem Possing
Problem posing dalam pembelajaran intinya meminta siswa untuk mengajukan soal atau masalah latar belakang masalah dapat berdasarkan topik yang sedang di pelajari, soal yang sudah di kerjakan atau informasi tertentu yang di berikan guru kepada siswa.pendekatan problrm posing adalah suatu pendekatan dalm pembelajaran matematika dimana siswa diminta untuk merumuskan, membentuk dan mengajukan pertanyan atau soal dari situasi yang di sediakan. Situasi dapat di pelajari, situasi dapat berupa berupa gambar, cerita atau informasi lain yang berkitan dengan materi peljaran ketika membuat soal (problem posing) berdasarkan situasi yang tersedia,siswa terlibat secar aktif dalm belajar. Situasi yang di berikan di buat sedemikian sehingga berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.situasi dengan pengetahuan dan pengalamannya.
Pengajuan masalah (problem posing ) dalam pembelajaran intinya meminta siswa untuk mengerjakan soal atau masalah latar belakang masalah dapat berdasarkan topik yang sedang di pelajari, soal yang sudah di kerjakan atau informasi tertentu yang di berikan guru kepada siswa pendekatan problem posing adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika dimana siswa diminta untuk merumuskan, membentuk dan mengajukan pertanyaan atau soal dari situasi yang di sediakan .situasi dapat berupa gambar, cerita, atau informassi lain yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa,situasi diproses dalam bentuk siswa selanjutnya siswa akan membentuk soal sesuai dengan pengetahuan dan pengalamanya.
Pengetahuan tentang bagaimana memahami soal, secara tidak langsung di kembangkan dalam proses pembuatan soal yang di jalan siswa. Informasi yang ada diolah dalam pikiran dan setelah d pahami siswa akan biasa mengajukan pertanyaan.dengan adanya tugas pengajuan soal (problem posing) akan menyebabkan terbentuknya pemahaman konsep yang lebih baik terhadap materi yang telah di berikan.kegiatan ini akan membuat siswa lebih aktif dan lebih matang dalam pemahaman konsep. Kegiatan merumuskan masalah juga memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk merekonstruksi pikiran-pikiran dalam rangka memahami matei pembelajaran. Kegiatan tersebut menentukan pembelajaran yang di lakukan siswa lebih bermakna.
Setiap kali selesai pembahasan suatu pokok bahasan dan guru sudah memberikan contoh kepada siswa tentang cara membuat soal dan penyelesaianya. Selanjutnya, berdasarkan informasi yang di ketahui, sesudah itu, para siswa diminta untuk menyelesaiakan soal matematika sendiri dan bertukar soal dengan temanya yang lainya.
Pengajuan masalah juga merupakan tugas kegiatan yang mengaruh pada sikap kritis dan kreatif, sebab dalam pengajuan masalah siswa diminta untuk membuat pertanyaaan dari informasi yang di berikan, selain itu, dengan pengajuan masalah siswa diberi kesempatan aktif secar mental, fisik dan juga membuat jawaban-jawaban yang divergen. English (dalam siswono). 2004: 75 menjelaskan pendekatan pengajuan masalah dapat membantu siswa).
C. Teknik Menggunakan Model
Teknik ini menggunakan model dalam proses belajar mengajar, model-model yang digunakan biasanya berupa gambar atau benda yang digunakan untuk memperagakan referensi dari konsep yang akan dikembangkan. Teknik ini secara luas untuk mengurangi tingkat abstraksi suatu konsep.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar