Minggu, 06 November 2016

Membuat kekayaan budaya kerja

Tanda-tanda mendorong. Dua puluh tahun kemudian, porsi yang lumayan kekayaan budaya yang filosofis berkaitan dengan perempuan telah puli dan kekayaan baru telah dibuat. Sampai saat ini, namun tidak ada perubahan yang terjadi dalam pendidikan.
    Singkat sekilas dihalaman ensiklopedia Chambliss mengungkapkan bahwa beasiswa feminis  belum terintegrasi untuk dia ke arus utama. Bahwa entri lama pada filsafat Plato pendidikan mengabaikan sastra feminis pada subjek. Memang tidak bahkan menyebut filosofi pendidikan perempuan. Mempertimbangkan bahwa meskipun masuknya sama panjang tentang Rousseau termasuk diskusi dari Sophie nya penulis tidak mengakui bahwa buku I-IV Emile perlu membaca berbeda satu rujukan kepada Gertrude, dan itu menyesatkan. Mempertimbangkan bahwa membuat artikel di pestalozzi tetapi satu rujukan kepada Gertrude, dan itu menyesatkan. Mempertimbangkan bahwa entri pada moral pengembangan, ditujukan terutama pada untuk Lawrence Kholberg tahap teori, membuat tidak ada penyebutan penemuan Gilligan bahwa hal tersebut hanya berdasarkan dara dari para  laki-laki semata saa atau dari penelitiannya yang revolusioner tentang suara moral yang berbeda yang dia dengar ssat mewawancarai para perempuan. Patut dipertimbangakn bahwa cacatan mengenai eksistensialisme sama bungkamnya pada konstribusi-konstribusi dari Simone de Beauvioir terhadap pergerakan tersebut dan catatan tentang espistemologi sama sekali tidak terperhatikan dari karya kelompok feminis tentang pengetahuan.
    Untuk pastinya, tidak semua kebisuan tentang wanita dalam jilid (bukubuku) Chambliss itu merupakan kesalahan sang penulis. Pada banyak kasus, karya kelompok femini yang relevan tetaplah terseleaikan. Aristoteles, Hegel, Froebel, Comenius, Cicero, Erasmus, Marx, Dewey, Sartre, W.E.B. Du Bois; satu kesenangan yang besar dalam filosofi teks pendidikan masa kini adalah ketiadaan dekonstruksi kelompok feminis mengenai pemikiran pendidikan dari tokoh-tokoh laki-laki tersebut (namun lihat Laird, 1988, 1994; Leach, 1995; Henry, 1999). Seperti buku dari Titone dan Maloney yang mendapatkan kembali karya-karya tulis oleh para perempuan yang telah dibasmi dari peredaran, satu atau lebih banyak jilid buku pendamping dapat diperuntukan untuk kritik-kritik kelompok feminis terhadap filosofi-filosofi edukasi dari para laki-laki yang masih ada dalam peredaran.
    Kesenjangan lainnya pada teks tersebut adalah kegagalan untuk mengubungkan kecendekiawanan feminis dalam filosofi edukasi kepada literatur standar yang ada di lapangan. Sebagian dari penelitian ini tidak dapat dihubungkan dengan sebab yang sederhana karena penelitian tersebut bertemakan identitas, seksualitas, dan kesetaraan jenis kelamin yang sebelumnya diabaikan (misalnya de Castell dan Bryson, 1993; Mayo 1999; Stone 1999). Namun, penelitian tentang isu-isu yang hangat seperti pembelajaran dan edukasi hanya memberikan perhatian yang kurang terhadap konstruksi utama. Pendekatan “separatis” ini memungkinkan seseorang cendekiawan untuk berkonsentrasi pada pengembangan perspektifnya sendiri. Benafit dari pengemangan perspektif tersebut akan tampak seperti lebih sedikit, namun, oleh mereka yang mendapatkan benafit tersebut dari suatu pendekatan “integrasionis” seperti yang diambil ole Barbara Thayer-Bacon pada mentransformasikan pemikiran kritis (2000). Mengisikan materinya dengan latar belakang intelektual terhadap cara yang diinginkan olenya agar analisisnya dapat dimengerti, yaitu dengan bab-bab warisan bangsa Yunani, pragmatisme, dan teori-teori berpikir kritis masa sekarang ini, Thayer-Bacon membuatnya mungkin bagi para pembaca untuk menentukan sampai sejauh mana pendekatan darinya dapat menguji asumsi-asumsi yang kuno. Tanpa upaya-upaya seperti demikian untuk menghubungkan kecendekiawanan baru pada para perempuan dengan kecendekiawanan kuno yang tanpa adanya perempuan, karya-karya baru akan dianggap suatu “tambahan” yang remeh temeh yang kurang  memiliki kekuatan untuk berubah (transformatif).
    Kesenjangan ketiga dalam teks filosofi pendidikan ini adalah kegagalan untuk mengalaborasikan dan membangun karya baru dari kelompok feminis perihal filosofi pendidikan. Dalam salah satu ironi sejarah yang mengejutkan, beberapa filsuf feminis di lapangan. Literatur mengenai etika merawat adalah suatu pengecualian yang menggembirakan untuk aturan ini. Meski demikian, sepintas dalam catatan Perhimpuan Filosofi Pendidikan dan pada terbitan-terbitan jurnal perhimpuan tersebut  yang baru-baru ini bernama Teori Pendidikan memberi tanda bahwa telah terjadi jarak antara sejumlah besar para feminis dengan kecendekiawanan feminisnya.
    Satu bentuk dari adanya jarak tersebut adalah tidak ada tanda penghargaan. Kesempatan yang terbuka untuk penghargaan sangat jarang untuk diambil. Kesan yang didapatkan seseorang dari publikasi yang beredar di lapangan adalah kecuali ketetika dia membahas bidang etika merawat, beberapa filsuf pendidikan dari kelompok feminis menganggap penilitaian mereka sebagia bagian dari suatu usaha bersama/kolektif, jauh-jauh dari memiliki potensi untuk merubah. Sekalipun begitu, betapa menjadi lebih kuatnya penelitian tentang filosofi pendidikan dari perempuan jika penelitian tersebut berada dalam program penelitian yang sedang berjalan yang dimana orang lain pun juga ikut serta! Berdiri sendiri itu melambangkan pokok dari kecendekiawanan yang “melayang/mengalir bebas” yang dengan sangat gampang dapat diabaikan sepenuhnya. Berkaitan melalui rujukan dan komentar untuk berpikiran penelitian dan dibingkai sebagai bagian dari yang serius, upaya sistematis, sebagai contoh, titone dan Maloney (1999) volume adalah (lihat juga Laird, 1988, 1989; Chamberlian Houston, 1999; Mayo, 1999), hal ini jauh lebih  cenderung dianggap sebagai faktor yang harus diperitungkan.
    Bentuk lain dari menjauhkan bahwa “utama” sarjana cenderung menilai karya oleh perempuan lebih keras daripada mereka oleh laki-laki. Dalam satu lagi sejara ironi, pada tahun 1980 dan tahun 190-an feminis sarjana filsafat, sastra, dan disiplin akademik lain cenderung untuk melihat toleran pada kesalahan pada foucalt, Derridia, Lyotard, sementara mencela karya perempuan mengandung kesalahan jauh lebih mengerikan. Sekilas hari filsafat pendidikan sastra mengungkapkan praktek yang serupa. Satu menemukan perhitungan kurang menarik dari feminis dan banyak orang lain pada otoritas Aristoteles, Dewey, Foucalt, Gadamer, Habernas, Marleau-ponty, Rawls – mil meskipun apa yang orang-orang ini dikatakan atau tidak dikatakan tentang perempuan atau jenis kelamin. Di saat yang sama, tidak peduli seerapa relevan mungkin, pemikiran penddikan orang-orang wanita yang telah baru-baru ini diterima ke dalam subjek dari bidang adalah salah membaca dan salah pahami (lihat, misalnya, Thompson, 1997, 1998; Gosseling, 2000), jika tidak diskon atau diabaikan sama sekali, hampir berharap ini adalah resep untuk transformasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar