Kamis, 24 November 2016

Hakekat Manusia

1.    Manusia : Pandangan Antropologi
Menurut Koentjaraningrat, antropologi adalah “ilmu tentang manusia”. Dalam perkembangannya di Amerika, antropologi dipakai dalam arti yang sangat luas, karena meliputi baik bagian-bagian fisik maupun sosial dari “ilmu tentang manusia”. Pada bahasan selanjutnya akan dikemukakan mengenai manusia dalam pandangan antropologi.
Para ahli biologi pada abad ke-19-an menyimpulkan bahwa manusia merupakan mahluk hidup yang terbentuk dari jutaan sel.
Pada awalnya di dunia ini hanya ada satu sel yang kemudian berkembang dan mengalami percabangan-percabangan. Percabangan ini mengakibatkan adanya variasi mahluk hidup di dunia ini. Menurut Charles Darwin dalam teori Evolusinya, manusia merupakan hasil evolusi dari kera yang mengalami perubahan secara bertahap dalam waktu yang sangat lama. Dalam perjalanan waktu yang sangat lama tersebut terjadi seleksi alam. Semua mahluk hidup yang ada saat ini merupakan organisme-organisme yang berhasil lolos dari seleksi alam dan berhasil mempertahankan dirinya.
Para ahli biologi yang menyimpulkan bahwa semua mahluk hidup di dunia berasal dari suku primat yang terbagi menjadi 2 cabang yaitu Anthropoid dan Prosimii. Berdasarkan klasifikasi tersebut, manusia ditempatkan pada subsuku Anthropoid yang dibagi menjadi 3 infrasuku yaitu,  Infrasuku Ceboid, infrasuku Cercopithedoid dan infrasuku Hominoid. Infrasuku Hominoid terbagi kedalam 3 keluarga yaitu Pongidae, Ramapithecas dan Hominidae. Manusia berada pada percabangan kaluarga Hominidae. Keluarga Hominidae menggabungkan manusia purba  jenis Pithecanthropus dengan Homo Neanderthal dan dengan manusia sekarang atau Homo Sapiens. Jenis Homo Sapiens yang ada sampai saat ini terdiri dari 4 ras yaitu ras Negroid, Caucasoid, Mongoloid dan Austrloid (http://hanykpoespyta.wordpress.com/ 2008/04/19/manusia-antara-pandangan-antropologi-dan-agama-islam).
Dapat disimpulkn bahwa manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu sel sederhana yang mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat lama (evolusi). Berdasarkan teori ini, manusia dan semua mahluk hidup di dunia ini berasal dari satu moyang yang sama. Nenek moyang manusia adalah kera. Teori Evolusi yang dikenalkan oleh Charles Darwin ini akhirnya meluas dan terus dipakai dalam antropologi.
2.    Manusia : Pandangan Ilmu Sosial (sosiologi)
Konsep manusia dalam Sosiologi belum sepenuhnya melihat manusia sebagai suatu makhluk yang utuh dan mandiri. Menurut Bapak ahli Sosiologi modern,  Agus Comte. Pandangan beliau banyak dipengaruhi oleh Louis de Bonald, Seorang filsuf Perancis yang lahir pada tahun 1875.
Comte berpendapat bahwa masyarakatlah yang menentukan individu. Baginya Manusia itu ada untuk masyarakat dan masyarakatlah yang menentukan segala-galanya. Comte melihat bahwa manusia adalah non rational. Oleh karena itu menurutnya “Individual Liberty”  justru akan menimbulkan bahaya bagi keutuhan masyarakat itu sendiri. Demikian juga dalam masyarakat, tak seorangpun dapat berpendapat lain dari pada apa yang telah diputuskan oleh golongan tertinggi masyarakat itu, yaitu “The Intellectual Scientific Religious Group.” Ini berarti bahwa manusia adalah hanya suatu bagian dari masyarakat. Ia hidup dalam masyarakat tetapi ia tidak dapat mengarahkan masyarakat sesuai dengan keinginannya. Dalam pendidikan manusia diibaratkan suatu benda kosong dan adalah tugas masyarakat untuk mengisinya dengan norma-norma atau nilai-nilai yang dapat membuat masyarakat ini berbuat secara lebih terarah dalam artian tidak menggangu sistem. Oleh karena itu Sosialisasi dalam kehidupan manusia dipandang sangat penting. (http://pohanrangga.blogspot.com/2012/11/hakekat-manusia-dari-segi-sosiologi.html)
Bagi Indonesia, konsep manusia yang diberikan oleh Comte sulit untuk diterima, karena konsep tersebut terlalu memberikan porsi yang besar pada masyarakat, sedangkan individu tidak diberi kesempatan untuk aktif melakukan kegiatan kemasyarakatan. Pemerintah Indonesia bertujuan membentuk manusia seutuhnya, artinya melihat manusia tidak hanya sekedar menerima nilai-nilai masyarakat saja, tetapi ia juga dapat menciptakan nilai-nilai baru dan menyampaikannya pada masyarakat. Oleh karena itu partsipasi seluruh rakyat dalam proses pembangunan adalah sangat penting dan diperlukan.
Hakikat manusia dilihat dari sosiologi tidak lepas dari manusia secara individu dan manusia dalam artian masyarakat. Manusia sebagai individu mempunyai ciri bebas, unik dituntut untuk mengikuti masyarakat yang mempunyai sifat memaksa terhadap anggota masya-rakatnya. Individu memiliki ciri interpretatif, artinya individu tersebut memiliki persepsi atau cara pikir tersendiri mengenai sesuatu. Ketika ia diajarkan sebuah nilai dan norma dalam sebuah masyarakat, individu tersebut tidak sekedar menerimanya begitu saja, ia menggunakan kemampuannya dalam menginterpretasikan nilai tersebut. Sehingga jika terdapat kekurangan dalam nilai dan norma tersebut individu bisa melengkapinya
3.      Manusia : Pandangan Ilmu Pendidikan
Pendapat yang umumnya  dikenal  dalam  pendidikan Barat  mengenai mungkin  tidaknya  manusia  dididik terangkum dalam  tiga  aliran  filsafat pendidikan. Aliran-aliran tersebut adalah  nativisme, empirisme, dan konvergensi.
Menurut  nativisme,  manusia  tidak  perlu  dididik,  sebab perkembangan  manusia  sepenuhnya  oleh bakat  yang secara alami sudah  ada  pada  dirinya. Sedangkan  menurut  penganut empirisme  adalah  sebaliknya.  Perkembangan dan  pertumbuhan manusia  sepenuhnya  ditentukan  oleh lingkungannya. Dengan  demikian  aliran  ini  memandang pendidikan  berperan  penting  dan sangat  menentukan  arah perkembangan  manusia (Jalaluddin  dan  Ali Ahmad Zen, 1996:52). Adapun aliran  ketiga,  yaitu  konvergensi merupakan perpaduan antara  kedua  pendapat  tersebut. Menurut  mereka  memang  manusia memiliki kemampuan dalam  dirinya  (bakat/potensi),  tetapi potensiitu  hanya dapat  berkembang  jika  ada pengarahan  pembinaan sertabimbingan  dari  luar (lingkungan).  Harus  ada perpaduan antara faktor dasar  (potensi dan bakat)  dan  ajar (bimbingan).  Perkembangan seorang  manusia  tidak  hanya ditentukan  oleh  kemampuan potensi bakat  yang dibawanya. Tanpa  ada  intervensi  dari  luar (lingkungan)  bakat/potensi  seseorang  tak  mungkin  berkembang dengan baik.
Pendidikan adalah humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia atau upaya membantu manusia agar mampu mewujudkan diri sesuai dengan martabat kemanusiaan. Sebab manusia menjadi manusia yang sebenarnya jika ia mampu merealisasikan hakikatnya secara total maka pendidikan hendaknya merupakan upaya yang dilaksanakan secara sadar dengan bertitik tolak pada asumsi tentang hakikat manusia.
Pendapat yang umumnya  dikenal  dalam  pendidikan Barat  mengenai mungkin  tidaknya  manusia  dididik terangkum  dalam  tiga  aliran  filsafat pendidikan. Aliran-aliran tersebut adalah  nativisme, empirisme, dan kovergensi.
Menurut  nativisme,  manusia  tidak  perlu  dididik,  sebab perkembangan  manusia  sepenuhnya  oleh bakat  yang secara alami sudah  ada  pada  dirinya. Sedangkan  menurut  penganut empirisme  adalah  sebaliknya.  Perkembangan  dan  pertumbuhan manusia  sepenuhnya  ditentukan  oleh  lingkungannya. Dengan  demikian  aliran  ini  memandang  pendidikan  berperan  penting  dan sangat  menentukan  arah  perkembangan  manusia (Jalaluddin  dan  Idi, Abdullah. 2007:52). Adapun aliran  ketiga,  yaitu  konvergensi merupakan perpaduan antara  kedua  pendapat  tersebut. Menurut  mereka  memang  manusia memiliki kemampuan dalam  dirinya  (bakat/potensi),  tetapi potensi itu  hanya dapat  berkembang  jika  ada pengarahan  pembinaan serta bimbingan  dari  luar (lingkungan).  Harus  ada perpaduan antara faktor dasar  (potensi dan bakat)  dan  ajar (bimbingan).  Perkembangan seorang  manusia  tidak  hanya ditentukan  oleh  kemampuan potensi bakat  yang dibawanya. Tanpa  ada  intervensi  dari  luar (lingkungan)  bakat/potensi  seseorang  tak  mungkin  berkembang dengan baik.
Salah satu konsep kependidikan yang banyak dianjurkan pada lembaga-lembaga pendidikan guru umumnya menggambarkan pendidikan sebagai bantuan pendidik untuk membuat subjek didik menjadi dewasa. Manusia yang belum dewasa, proses perkembangan kepribadiannya menuju pembudayaan maupun proses pematangan disebut sebagai objek pendidikan ( individu yang dibina ).
Hakikat manusia sebagai subjek didik mengandung arti sebagai berikut:
1)    Manusia bertanggung jawab atas pendidikannya sesuai wawasan pendidikan seumur hidup
2)    Manusia punya potensi baik fisik maupun psikis yang berbeda-beda
3)    Manusia adalah insane yang aktif
4)    Masalah jasmani dan rohani
Manusia adalah mahluk Ciptaan tuhan yang paling sempurna, manusia mempunyai keistemewaan dibanding dengan mahluk lain, dan kesempurnaan ini dapat meningkatkan kehidupannya. Pada awalnya manusia cenderung melakukan pendidikan pada dirinya sendiri dengan berusaha mengerti dan mencari hakikat kepribadian siapa diri mereka sebenarnya. Dengan berfikir atau bernalar, merupakan suatu bentuk kegiatan akal manusia melalaui pengetahuan yang diterima melalui panca indra diolah dan ditunjukkan untuk mencapai suatu kebenaran. Sesuai dengan makna filsafat yaitu sebagai ilmu yang bertujuan untuk berusaha memahami semua yang timbul dalam keseluruhan lingkup pengalan manusia, maka manusia memerlukan ilmu dalam mewujudkan pemahamn tersebut (Dr. jamaluddin, filsafat pendidikan, 1997).
Manusia Mahkuk Pengetahuan
Manusia berbeda dengan mahluk lainnya. Manusia lahir dengan potensi kodratnya yaitu Cipta, Rasa, dan Karsa. Cipta adalah kemampuan spiritual, yag secara khusus mempersoalkan nilai kebenaran. Rasa adalah kemampuan spiritual yang mempersoalkan nilai Keindahan. Sedangkan Karsa adalah kemampuan spiritual yang secara khusus mempersoalkan nilai kebaikan. Ketiga jenis nilai tersebut dibingkai dalam sebuah ikatan system, selanjutnya dijadikanlah landasan dasar untuk mendirikan filsafat hidup, menentukan Landasan Hidup, dan mengatur sikap dan perilaku hidup agar senantiasa terarah ke pencapaian tujuan hidup.
Manusia Mahluk Berpendidikan
Dengan kemampuan pengetahuan manusia yang benar, manusia berusaha menjaga dan mengembangkan kelangsungan hidupnya. Manusia berusaha mengamalkan pengetahuannya di dalam perilaku sehari-hari. Sejak lahir, seorang manusia sudah terlibat langsung dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Dia dirawat, dijaga, dididik, dan dilatih oleh orang tua, keluarga, dan masyarakat menuju tingkat kedewasaan dan kematangan, sampai terbentuk potensi kemandirian dalam mengelola kelangsungan hidupnya. Kegiatan pendidikan dan pembelajaran tersebut diselenggarakan secara Konvensional (alami) menurut pengalaman hidup, sampai cara-cara formal yang metodik dan sistematik institusional (pendidikan di sekolah), menurut kemampuan konseptik-rasional.
4.     Manusia : Pandangan Filsfat Ilmu
Pandangan filsafat terhadap manusia dapat dipandang dari beberapa sudut pandang yakni dari:
a)    Teori Descendensi
Beberapa ahli filsafat berbeda pemikiran dalam mendefinisikan manusia. Manusia adalah makhluk yang concerned (menaruh minat yang besar) terhadap hal-hal yang berhubungan dengannya, sehingga tidak ada henti-hentinya selalu bertanya dan berpikir.
Aristoteles (384-322 SM), seorang filosof besar Yunani mengemukakan bahwa manusia adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal-pikirannya. Juga manusia adalah hewan yang berpolitik (zoonpoliticon, political animal), hewan yang membangun masyarakat di atas famili-famili menjadi pengelompokkan yang impersonal dari pada kampung dan negara. Manusia berpolitik karena ia mempunyai bahasa yang memungkinkan ia berkomunikasi dengan yang lain. Dan didalam masyarakat manusia mengenal adanya keadilan dan tata tertib yang harus dipatuhi. Ini berbeda dengan binatang yang tidak pernah berusaha memikirkan suatu cita keadilan.
Berdasarkan Thomas Hobbes, manusia disebut Homo homini lupus artinya manusia yang satu serigala manusia yang lainnya (berdasarkan sifat dan tabiat)
Nafsu yang paling kuat dari manusia adalah nafsu untuk mempertahankan diri, atau dengan kata lain, ketakutan akan kehilangan nyawa.
Menurut Nietsche, bahwa manusia sebagai binatang kekurangan (a shortage animal). Selain itu juga menyatakan bahwa manusia sebagai binatang yang tidak pernah selesai atau tak pernah puas (das rucht festgestelte tier). Artinya manusia tidak pernah merasa puas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut Julien, bahwa manusia manusia tak ada bedanya dengan hewan karena manusia merupakan suatu mesin yang terus bekerja (de lamittezie). Artinya bahwa dari aktivitas manusia dimulai bangun tidur sampai ia tidur kembali manusia tidak berhenti untuk beraktivitas.
Menurut Ernest Haeskel, bahwa manusia merupakan (animalisme), tak ada sanksi bahwa segala hal manusia sungguh-sungguh ialah binatang beruas tulang belakang yakni hewan menyusui. Artinya bahwa tidak diragukan lagi manusia adalah sejajar dengan hewan yang menyusui.
Menurut William Ernest, bahwa manusia adalah hewan yang berfikir dalam istilah totalitas, dan hewan yang berjiwa. Artinya manusia mempunyai akal pikiran untuk memikirkan segala hal dan manusia memiliki jiwa.
Menurut Adi Negara bahwa alam kecil sebagian alam besar yang ada di atas bumi. Sebagian dari makhluk yang bernyawa, sebagian dari bangsa antropomoker, binatang yang menyusui, akan tetapi makhluk yang mengetahui keadaan alamnya, yang mengetahui dan dapat menguasai kekuatan alam di luar dan di dalam dirinya (lahir dan batin).
Kesimpulannya:
1)    Menurut teori descendensi bahwa meletakkan manusia sejajar dengan hewan berdasarkan sebab mekanis.
2)    Keistimewaan ruhaniyah manusia dibandingkan dengan hewan terlihat dalam kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir, berpolitik, mempunyai kebebasan/kemerdekaan, memiliki sadar diri, mempunyai norma, tukang bertanya atau tegasnya manusia adalah makhluk berbudaya.
3)    Manusia mempunyai aktivitas yang hampir sama dengan aktivitas yang dilakukan oleh hewan.
b)   Aliran Metafisika
Metafisika berasal dari bahasa Yunani Meta ta physica yang dapat diartikan sesuatu yang ada di balik atau di belakang benda-benda fisik.
Menurut Prof. S. Takdir Alisyahbana, metafisika ini dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu : (1) yang mengenai kuantitas (jumlah) dan (2) yang mengenai kualitas (sifat).Yang mengenai kuantitas terdiri atas (a)monisme, (b) dualisme, dan (c) pluralisme. Monisme adalah aliran yang mengemukakan bahwa unsur pokok segala yang ada ini adalah esa (satu). Dualisme adalah aliran yang berpendirian bahwa unsur pokok yang ada ini ada dua, yaitu roh dan benda. Pluralisme adalah aliran yang berpendapat bahwa unsur pokok hakikat kenyataan ini banyak. Yang mengenai kualitas dibagi juga menjadi dua bagian besar, yakni (a) yang melihat hakikat kenyataan itu tetap, dan (b) yang melihat hakikat kenyataan itu sebagai kejadian.Yang termasuk golongan pertama (tetap) ialah:” Spiritualisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat roh.” Materialisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat   materi. Yang termasuk golongan kedua (kejadian) ialah:” Mekanisme, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian di dunia ini berlaku dengan sendirinya menurut hukum sebab-akibat.” Aliran teleologi, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian yang   satu berhubungan dengan kejadian yang lain, bukan oleh hukum sebab-akibat,   melainkan semata-mata oleh tujuan yang sama.
Pandangan filsafat terhadap aliran metafisika adalah memandang sesuatu yang ada pada diri manusia yakni sebagai berikut:
1)    Serba zat: manusia terdiri dari sel yang mengacu pada materialisme / sesuatu yang nyata / ada. Beranggapan yang sesungguhnya ada hanya materi saja yang bisa ditangkap oleh pancaindera.
2)    Serba ruh: identik dengan jiwa, mencakup ingatan, imajinasi, kemauan, perasaan, penghayatan.
Jadi, asal manusia dari suatu yang ada dan tak bergantung dari yang lain. Hakikat manusia ialah dari ruh yang ditiupkan oleh Tuhan. Artinya manusia tersusun dari zat yang ada dengan diberikannya ruh oleh Tuhan sehingga menyebabkan manusia dapat hidup. Manusia mempunyai fisik yaitu jasadnya. Selain jasad manusia juga mempunyai ruh atau yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera yakni berhubungan dengan jiwa mencakup ingatan, gagasan, imajinasi, kemauan, perasaan dan penghayatan.
c)    Psikomatik
Memandang manusia hanya terdiri atas jasad yang memiliki kebutuhan untuk menjaga keberlangsungannya artinya manusia memerlukan kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan) untuk keberlangsungan hidupnya.
Manusia terdiri dari sel yang memerlukan materi cenderung bersifat duniawi yang diatur oleh nilai-nilai ekonomi (dinilai dengan harta / uang) artinya manusia memerlukan kebutuhan duniawi yang harus dipenuhi, apabila kebutuhan tersebut sudah terpenuhi maka mereka akan merasa puas terhadap pencapaiannya.
Manusia juga terdiri dari ruh yang memerlukan nilai spiritual yang diatur oleh nilai keagamaan (pahala). Dalam menjalani kehidupan duniawi manusia membutuhkan ajaran agama, melalui ceramah keagamaan untuk memenuhi kebutuhan rohaninya.
Manusia sempurna jika mengembangkan unsur rasionalitas, kesadaran, akal budi, spritualitas, moralitas, sosialitas, kesesuian dengan alam.
1)  Rasionalitas
Secara etimologis rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”. A.R. Lacey7 menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi.
Pola pikir secara rasionalisme
Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik. Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.
2)  Kesadaran
Manusia dikatakan manusia sempurna apabila manusia mempunyai kesadaran hidup. Kesadaran berarti manusia melakukan segala sesuatu atas dorongan dari diri sendiri bukan paksaan dari orang lain.Kesadaran adalah keadaan seseorang di mana ia tahu/mengerti dengan jelas apa yang ada dalam pikirannya. Sedangkan pikiran bisa diartikan dalam banyak makna, seperti ingatan, hasil berpikir, akal, gagasan ataupun maksud/niat.
Sebagai gambaran untuk memperjelas, misalnya ada seorang anak melihat balon. Keadaan melihat tersebut yang ia sadari sendiri itu dinamakan kesadaran. Sedangkan balon yang ia lihat yang menimbulkan anggapan besar atau berwarna hijau disebut pikiran (persepsi). Reaksi bagus dan indah sehingga anak tersebut suka adalah bentuk dari perasaan. Kemudian reaksi pikiran yang menginginkan balon tersebut itu yang dimaksud dengan niat/kehendak/maksud. Kata pikiran bermakna sangat luas sehingga ada yang menggunakannya dalam konteks sebagai niat atau kehendak.
3)  Akal budi
Akal budi yang baik akan mengarahkan manusia ke jalan yang lurus. Mungkin pada suatu saat manusia akan mundur atau menyimpang salah jalan. Tetapi akal budi inilah yang akan berupaya meluruskan kembali jalan hidup kita.Akal budi ini adalah anugerah terbesar dari Tuhan untuk manusia. Inilah yang membedakan kita dengan hewan atau bahkan dengan tumbuhan. Dengannya kita dapat mempelajari dan mendalami keimanan. Dengan iman inilah manusia dengan akal budinya mampu mengenali Tuhan.
Tetapi banyak orang yang tertipu karena keterbatasan akal budinya dan menganggap pikiran manusia berseberangan dengan iman. Tetapi yang benar adalah iman itu sebagai penuntun akal budi agar perjalanan hidup manusia tidak menyimpang alias salah jalan. Dan dengan akal budi kita dapat memperdalam iman. Dengan iman, manusia mampu mengenal Tuhan dan berjalan lurus menuju kepada-Nya.
4)  Spiritualitas
Dalam beberapa literatur dijelaskan bahwa kata "spiritual" itu diambil dari bahasa Latin, Spiritus, yang berarti sesuatu yang memberikan kehidupan atau vitalitas. Dengan vitalitas itu maka hidup kita menjadi lebih "hidup". Spiritus ini bukan merupakan label atau identitas seseorang yang diterima dari / diberikan oleh pihak luar, seperti agama, melainkan lebih merupakan kapasitas bawaan dalam otak manusia. Artinya, semua manusia yang lahir ke dunia ini sudah dibekali kapasitas tertentu di dalam otaknya untuk mengakses sesuatu yang paling  fundamental dalam hidupnya. Jika kapasitas itu digunakan / diaktifkan, maka yang bersangkutan akan memiliki vitalitas hidup yang lebih bagus. Kapasitas dalam otak yang berfungsi untuk mengakses sesuatu yang paling fundamental itulah yang kemudian mendapatkan sebutan ilmiyah, seperti misalnya: Kecerdasan Spiritual (SQ),   Kecerdasan Hati (Heart Intelligence), Kecerdasan Transendental, dan lain-lain.
Spiritual di dalam diri kita selalu mendorong untuk menemukan makna hidup yang lebih dalam, nilai-nilai fundamental yang lebih bermanfaat, kesadaran akan adanya tujuan hidup yang lebih panjang, dan peran yang dimainkan oleh makna, nilai, dan tujuan itu dalam tindakan, strategi dan proses berpikir.
5)  Moralitas
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban,  dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk, berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian  dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang  adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak.
6)  Sosialitas
Sosialisasi mengacu pada suatu proses belajar seorang individu yang akan mengubah dari seseorang yang tidak tahu menahu tentang diri dan lingkungannya menjadi lebih tahu dan memahami. Agen sosialisasi meliputi keluarga, teman bermain, sekolah dan media massa. Keluarga merupakan agen pertama dalam sosialisasi yang ditemui oleh anak pada awal perkembangannya. Kemudian kelompok sebaya sebagai agen sosialisasi di mana si anak akan belajar tentang pengaturan peran orang-orang yang berkedudukan sederajat. Sekolah sebagai agen sosialisasi merupakan institusi pendidikan di mana anak didik selama di sekolah akan mempelajari aspek kemandirian, prestasi, universalisme serta spesifisitas. Agen sosialisasi yang terakhir adalah media massa di mana melalui sosialisasi pesan-pesan dan simbol-simbol yang disampaikan oleh berbagai media akan menimbulkan berbagai pendapat pula dalam masyarakat.
Dalam rangka interaksi dengan orang lain, seseorang akan mengembangkan suatu keunikan dalam hal perilaku, pemikiran dan perasaan yang secara bersama-sama akan membentuk self.
7)  Keselarasan dengan alam
Hubungan antara manusia dengan alam atau hubungan manusia dengan sesamanya, bukan merupakan hubungan antara penakluk dan yang ditaklukkan, atau antara tuhan dengan hamba, tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT. Manusia diperintahkan untuk memerankan fungsi kekhalifahannya yaitu kepedulian, pelestarian dan pemeliharaan. Berbuat adil dan tidak bertindak sewenang -wenang kepada semua makhluk sehingga hubungan yang selaras antara manusia dan alam mampu memberikan dampak positif bagi keduanya. Oleh karena itu manusia diperintahkan untuk mempelajari dan mengembangkan pengetahuan alam guna menjaga keseimbangan alam dan meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Itu merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar