1.
Manusia : Pandangan Antropologi
Menurut
Koentjaraningrat, antropologi adalah “ilmu tentang manusia”. Dalam perkembangannya
di Amerika, antropologi dipakai dalam arti yang sangat luas, karena meliputi
baik bagian-bagian fisik maupun sosial dari “ilmu tentang manusia”. Pada
bahasan selanjutnya akan dikemukakan mengenai manusia dalam pandangan
antropologi.
Para
ahli biologi pada abad ke-19-an menyimpulkan bahwa manusia merupakan mahluk
hidup yang terbentuk dari jutaan sel.
Pada
awalnya di dunia ini hanya ada satu sel yang kemudian berkembang dan
mengalami percabangan-percabangan. Percabangan ini mengakibatkan adanya variasi
mahluk hidup di dunia ini. Menurut Charles Darwin dalam teori Evolusinya,
manusia merupakan hasil evolusi dari kera yang mengalami perubahan secara
bertahap dalam waktu yang sangat lama. Dalam perjalanan waktu yang sangat lama
tersebut terjadi seleksi alam. Semua mahluk hidup yang ada saat ini merupakan
organisme-organisme yang berhasil lolos dari seleksi alam dan berhasil
mempertahankan dirinya.
Para
ahli biologi yang menyimpulkan bahwa semua mahluk hidup di dunia berasal
dari suku primat yang terbagi menjadi 2 cabang yaitu Anthropoid dan
Prosimii. Berdasarkan klasifikasi tersebut, manusia ditempatkan pada subsuku
Anthropoid yang dibagi menjadi 3 infrasuku yaitu, Infrasuku Ceboid,
infrasuku Cercopithedoid dan infrasuku Hominoid. Infrasuku Hominoid
terbagi kedalam 3 keluarga yaitu Pongidae, Ramapithecas dan Hominidae.
Manusia berada pada percabangan kaluarga Hominidae. Keluarga Hominidae
menggabungkan manusia purba jenis Pithecanthropus dengan Homo Neanderthal
dan dengan manusia sekarang atau Homo Sapiens. Jenis Homo Sapiens yang ada
sampai saat ini terdiri dari 4 ras yaitu ras Negroid, Caucasoid, Mongoloid dan
Austrloid (http://hanykpoespyta.wordpress.com/
2008/04/19/manusia-antara-pandangan-antropologi-dan-agama-islam).
Dapat
disimpulkn bahwa manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu sel
sederhana yang mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat
lama (evolusi). Berdasarkan teori ini, manusia dan semua mahluk hidup di dunia
ini berasal dari satu moyang yang sama. Nenek moyang manusia adalah kera. Teori
Evolusi yang dikenalkan oleh Charles Darwin ini akhirnya meluas dan terus
dipakai dalam antropologi.
2. Manusia : Pandangan Ilmu
Sosial (sosiologi)
Konsep
manusia dalam Sosiologi belum sepenuhnya melihat manusia sebagai suatu makhluk
yang utuh dan mandiri. Menurut Bapak ahli Sosiologi modern, Agus Comte.
Pandangan beliau banyak dipengaruhi oleh Louis de Bonald, Seorang filsuf
Perancis yang lahir pada tahun 1875.
Comte
berpendapat bahwa masyarakatlah yang menentukan individu. Baginya Manusia itu
ada untuk masyarakat dan masyarakatlah yang menentukan segala-galanya. Comte melihat
bahwa manusia adalah non rational. Oleh karena itu menurutnya “Individual
Liberty” justru akan menimbulkan bahaya bagi keutuhan masyarakat itu
sendiri. Demikian juga dalam masyarakat, tak seorangpun dapat berpendapat lain
dari pada apa yang telah diputuskan oleh golongan tertinggi masyarakat itu,
yaitu “The Intellectual Scientific Religious Group.” Ini berarti
bahwa manusia adalah hanya suatu bagian dari masyarakat. Ia hidup dalam
masyarakat tetapi ia tidak dapat mengarahkan masyarakat sesuai dengan keinginannya.
Dalam pendidikan manusia diibaratkan suatu benda kosong dan adalah tugas
masyarakat untuk mengisinya dengan norma-norma atau nilai-nilai yang dapat
membuat masyarakat ini berbuat secara lebih terarah dalam artian tidak
menggangu sistem. Oleh karena itu Sosialisasi dalam kehidupan manusia dipandang
sangat penting. (http://pohanrangga.blogspot.com/2012/11/hakekat-manusia-dari-segi-sosiologi.html)
Bagi
Indonesia, konsep manusia yang diberikan oleh Comte sulit untuk diterima,
karena konsep tersebut terlalu memberikan porsi yang besar pada masyarakat,
sedangkan individu tidak diberi kesempatan untuk aktif melakukan kegiatan
kemasyarakatan. Pemerintah Indonesia bertujuan membentuk manusia seutuhnya,
artinya melihat manusia tidak hanya sekedar menerima nilai-nilai masyarakat
saja, tetapi ia juga dapat menciptakan nilai-nilai baru dan menyampaikannya
pada masyarakat. Oleh karena itu partsipasi seluruh rakyat dalam proses
pembangunan adalah sangat penting dan diperlukan.
Hakikat
manusia dilihat dari sosiologi tidak lepas dari manusia
secara individu dan manusia dalam artian masyarakat. Manusia
sebagai individu mempunyai ciri bebas, unik dituntut untuk mengikuti masyarakat yang mempunyai sifat memaksa terhadap anggota masya-rakatnya. Individu
memiliki ciri interpretatif, artinya individu
tersebut memiliki persepsi atau cara pikir tersendiri mengenai sesuatu. Ketika
ia diajarkan sebuah nilai dan norma dalam sebuah masyarakat, individu tersebut
tidak sekedar menerimanya begitu saja, ia menggunakan kemampuannya dalam menginterpretasikan
nilai tersebut. Sehingga jika terdapat kekurangan dalam nilai dan norma tersebut individu bisa
melengkapinya
3.
Manusia : Pandangan
Ilmu Pendidikan
Pendapat
yang umumnya dikenal dalam pendidikan Barat mengenai mungkin tidaknya manusia dididik
terangkum dalam tiga aliran filsafat pendidikan.
Aliran-aliran tersebut adalah nativisme,
empirisme, dan konvergensi.
Menurut
nativisme, manusia tidak perlu dididik, sebab
perkembangan manusia sepenuhnya
oleh bakat yang secara alami
sudah ada pada dirinya. Sedangkan menurut
penganut empirisme adalah sebaliknya. Perkembangan dan
pertumbuhan manusia sepenuhnya ditentukan oleh lingkungannya.
Dengan demikian aliran ini memandang pendidikan
berperan penting dan sangat
menentukan arah perkembangan manusia (Jalaluddin dan
Ali Ahmad Zen, 1996:52). Adapun aliran
ketiga, yaitu konvergensi merupakan perpaduan antara kedua
pendapat tersebut. Menurut mereka
memang manusia memiliki kemampuan
dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensiitu hanya dapat
berkembang jika ada pengarahan pembinaan sertabimbingan dari
luar (lingkungan). Harus ada perpaduan antara faktor dasar
(potensi dan bakat) dan ajar (bimbingan).
Perkembangan seorang manusia tidak hanya ditentukan
oleh kemampuan potensi bakat yang dibawanya. Tanpa
ada intervensi dari luar (lingkungan)
bakat/potensi seseorang tak mungkin berkembang dengan
baik.
Pendidikan
adalah humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia atau upaya membantu manusia
agar mampu mewujudkan diri sesuai dengan martabat kemanusiaan. Sebab manusia
menjadi manusia yang sebenarnya jika ia mampu merealisasikan hakikatnya secara
total maka pendidikan hendaknya merupakan upaya yang dilaksanakan secara sadar
dengan bertitik tolak pada asumsi tentang hakikat manusia.
Pendapat
yang umumnya dikenal dalam pendidikan Barat mengenai mungkin tidaknya manusia dididik
terangkum dalam tiga aliran filsafat pendidikan.
Aliran-aliran tersebut adalah nativisme,
empirisme, dan kovergensi.
Menurut
nativisme, manusia tidak perlu dididik, sebab
perkembangan manusia sepenuhnya
oleh bakat yang secara alami
sudah ada pada dirinya. Sedangkan menurut
penganut empirisme adalah sebaliknya. Perkembangan
dan pertumbuhan manusia sepenuhnya ditentukan
oleh lingkungannya. Dengan demikian aliran
ini memandang pendidikan berperan penting dan
sangat menentukan arah perkembangan manusia (Jalaluddin dan Idi, Abdullah. 2007:52).
Adapun aliran ketiga, yaitu
konvergensi merupakan perpaduan antara
kedua pendapat tersebut. Menurut mereka
memang manusia memiliki kemampuan
dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensi itu hanya dapat
berkembang jika ada pengarahan pembinaan serta bimbingan dari
luar (lingkungan). Harus ada perpaduan antara faktor dasar
(potensi dan bakat) dan ajar (bimbingan).
Perkembangan seorang manusia tidak hanya ditentukan
oleh kemampuan potensi bakat yang dibawanya. Tanpa
ada intervensi dari luar (lingkungan)
bakat/potensi seseorang tak mungkin berkembang dengan
baik.
Salah
satu konsep kependidikan yang banyak dianjurkan pada lembaga-lembaga pendidikan
guru umumnya menggambarkan pendidikan sebagai bantuan pendidik untuk membuat
subjek didik menjadi dewasa. Manusia yang belum dewasa, proses perkembangan
kepribadiannya menuju pembudayaan maupun proses pematangan disebut sebagai
objek pendidikan ( individu yang dibina ).
Hakikat
manusia sebagai subjek didik mengandung arti sebagai berikut:
1)
Manusia
bertanggung jawab atas pendidikannya sesuai wawasan pendidikan seumur hidup
2)
Manusia
punya potensi baik fisik maupun psikis yang berbeda-beda
3)
Manusia
adalah insane yang aktif
4)
Masalah
jasmani dan rohani
Manusia
adalah mahluk Ciptaan tuhan yang paling sempurna, manusia mempunyai
keistemewaan dibanding dengan mahluk lain, dan kesempurnaan ini dapat
meningkatkan kehidupannya. Pada awalnya manusia cenderung melakukan pendidikan
pada dirinya sendiri dengan berusaha mengerti dan mencari hakikat kepribadian
siapa diri mereka sebenarnya. Dengan berfikir atau bernalar, merupakan suatu
bentuk kegiatan akal manusia melalaui pengetahuan yang diterima melalui panca
indra diolah dan ditunjukkan untuk mencapai suatu kebenaran. Sesuai dengan
makna filsafat yaitu sebagai ilmu yang bertujuan untuk berusaha memahami semua
yang timbul dalam keseluruhan lingkup pengalan manusia, maka manusia memerlukan
ilmu dalam mewujudkan pemahamn tersebut (Dr. jamaluddin, filsafat pendidikan,
1997).
Manusia Mahkuk Pengetahuan
Manusia
berbeda dengan mahluk lainnya. Manusia lahir dengan potensi kodratnya yaitu
Cipta, Rasa, dan Karsa. Cipta adalah kemampuan spiritual, yag secara khusus
mempersoalkan nilai kebenaran. Rasa adalah kemampuan spiritual yang
mempersoalkan nilai Keindahan. Sedangkan Karsa adalah kemampuan spiritual yang
secara khusus mempersoalkan nilai kebaikan. Ketiga jenis nilai tersebut
dibingkai dalam sebuah ikatan system, selanjutnya dijadikanlah landasan dasar
untuk mendirikan filsafat hidup, menentukan Landasan Hidup, dan mengatur sikap
dan perilaku hidup agar senantiasa terarah ke pencapaian tujuan hidup.
Manusia Mahluk Berpendidikan
Dengan
kemampuan pengetahuan manusia yang benar, manusia berusaha menjaga dan
mengembangkan kelangsungan hidupnya. Manusia berusaha mengamalkan
pengetahuannya di dalam perilaku sehari-hari. Sejak lahir, seorang manusia
sudah terlibat langsung dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Dia
dirawat, dijaga, dididik, dan dilatih oleh orang tua, keluarga, dan masyarakat
menuju tingkat kedewasaan dan kematangan, sampai terbentuk potensi kemandirian
dalam mengelola kelangsungan hidupnya. Kegiatan pendidikan dan pembelajaran
tersebut diselenggarakan secara Konvensional (alami) menurut pengalaman hidup,
sampai cara-cara formal yang metodik dan sistematik institusional (pendidikan
di sekolah), menurut kemampuan konseptik-rasional.
4. Manusia : Pandangan Filsfat
Ilmu
Pandangan filsafat terhadap manusia dapat dipandang dari
beberapa sudut pandang yakni dari:
a)
Teori
Descendensi
Beberapa ahli filsafat
berbeda pemikiran dalam mendefinisikan manusia. Manusia adalah makhluk yang concerned (menaruh minat yang besar) terhadap
hal-hal yang berhubungan dengannya, sehingga tidak ada henti-hentinya selalu
bertanya dan berpikir.
Aristoteles (384-322 SM), seorang
filosof besar Yunani mengemukakan bahwa manusia adalah hewan yang berakal
sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal-pikirannya.
Juga manusia adalah hewan yang berpolitik (zoonpoliticon, political animal),
hewan yang membangun masyarakat di atas famili-famili menjadi pengelompokkan
yang impersonal dari pada kampung dan negara. Manusia berpolitik karena ia
mempunyai bahasa yang memungkinkan ia berkomunikasi dengan yang lain. Dan
didalam masyarakat manusia mengenal adanya keadilan dan tata tertib yang harus
dipatuhi. Ini berbeda dengan binatang yang tidak pernah berusaha memikirkan
suatu cita keadilan.
Berdasarkan Thomas Hobbes, manusia
disebut Homo homini lupus artinya
manusia yang satu serigala manusia yang lainnya (berdasarkan sifat dan tabiat)
Nafsu yang paling kuat dari manusia
adalah nafsu untuk mempertahankan diri, atau dengan kata lain, ketakutan akan
kehilangan nyawa.
Menurut Nietsche, bahwa manusia
sebagai binatang kekurangan (a
shortage animal). Selain itu juga menyatakan bahwa manusia sebagai binatang
yang tidak pernah selesai atau tak pernah puas (das rucht festgestelte tier). Artinya manusia tidak pernah merasa
puas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut Julien, bahwa manusia manusia
tak ada bedanya dengan hewan karena manusia merupakan suatu mesin yang terus
bekerja (de lamittezie). Artinya
bahwa dari aktivitas manusia dimulai bangun tidur sampai ia tidur kembali
manusia tidak berhenti untuk beraktivitas.
Menurut Ernest Haeskel, bahwa manusia
merupakan (animalisme), tak ada sanksi bahwa segala hal manusia
sungguh-sungguh ialah binatang beruas tulang belakang yakni hewan menyusui.
Artinya bahwa tidak diragukan lagi manusia adalah sejajar dengan hewan yang
menyusui.
Menurut William Ernest, bahwa manusia
adalah hewan yang berfikir dalam istilah totalitas, dan hewan yang berjiwa.
Artinya manusia mempunyai akal pikiran untuk memikirkan segala hal dan manusia
memiliki jiwa.
Menurut Adi Negara bahwa alam
kecil sebagian alam besar yang ada di atas bumi. Sebagian dari makhluk yang
bernyawa, sebagian dari bangsa antropomoker, binatang yang menyusui, akan
tetapi makhluk yang mengetahui keadaan alamnya, yang mengetahui dan dapat
menguasai kekuatan alam di luar dan di dalam dirinya (lahir dan batin).
Kesimpulannya:
1) Menurut teori
descendensi bahwa meletakkan manusia sejajar dengan hewan berdasarkan sebab
mekanis.
2) Keistimewaan
ruhaniyah manusia dibandingkan dengan hewan terlihat dalam kenyataan bahwa
manusia adalah makhluk yang berpikir, berpolitik, mempunyai
kebebasan/kemerdekaan, memiliki sadar diri, mempunyai norma, tukang bertanya
atau tegasnya manusia adalah makhluk berbudaya.
3) Manusia
mempunyai aktivitas yang hampir sama dengan aktivitas yang dilakukan oleh
hewan.
b) Aliran Metafisika
Metafisika berasal dari
bahasa Yunani Meta ta physica yang dapat diartikan sesuatu yang ada
di balik atau di belakang benda-benda fisik.
Menurut Prof. S.
Takdir Alisyahbana, metafisika ini dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :
(1) yang mengenai kuantitas (jumlah) dan (2) yang mengenai kualitas
(sifat).Yang mengenai kuantitas terdiri atas (a)monisme, (b) dualisme, dan (c) pluralisme. Monisme adalah aliran yang mengemukakan bahwa unsur
pokok segala yang ada ini adalah esa (satu). Dualisme adalah aliran yang
berpendirian bahwa unsur pokok yang ada ini ada dua, yaitu roh dan benda.
Pluralisme adalah aliran yang berpendapat bahwa unsur pokok hakikat kenyataan
ini banyak. Yang mengenai kualitas dibagi juga menjadi dua bagian besar, yakni
(a) yang melihat hakikat kenyataan itu tetap, dan (b) yang melihat hakikat
kenyataan itu sebagai kejadian.Yang termasuk golongan pertama (tetap) ialah:”
Spiritualisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat roh.”
Materialisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu
bersifat materi. Yang termasuk golongan kedua (kejadian) ialah:”
Mekanisme, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian di dunia ini berlaku
dengan sendirinya menurut hukum sebab-akibat.” Aliran teleologi, yakni aliran
yang berkeyakinan bahwa kejadian yang satu berhubungan dengan
kejadian yang lain, bukan oleh hukum sebab-akibat, melainkan
semata-mata oleh tujuan yang sama.
Pandangan
filsafat terhadap aliran metafisika adalah memandang sesuatu yang ada pada diri
manusia yakni sebagai berikut:
1) Serba zat:
manusia terdiri dari sel yang mengacu pada materialisme / sesuatu yang nyata /
ada. Beranggapan yang sesungguhnya ada hanya materi saja yang bisa ditangkap
oleh pancaindera.
2) Serba ruh:
identik dengan jiwa, mencakup ingatan, imajinasi, kemauan, perasaan,
penghayatan.
Jadi, asal manusia dari
suatu yang ada dan tak bergantung dari yang lain. Hakikat manusia ialah dari
ruh yang ditiupkan oleh Tuhan. Artinya manusia tersusun dari zat yang ada
dengan diberikannya ruh oleh Tuhan sehingga menyebabkan manusia dapat hidup.
Manusia mempunyai fisik yaitu jasadnya. Selain jasad manusia juga mempunyai ruh
atau yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera yakni berhubungan dengan jiwa
mencakup ingatan, gagasan, imajinasi, kemauan, perasaan dan penghayatan.
c) Psikomatik
Memandang manusia hanya
terdiri atas jasad yang memiliki kebutuhan untuk menjaga keberlangsungannya
artinya manusia memerlukan kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan) untuk
keberlangsungan hidupnya.
Manusia terdiri dari sel
yang memerlukan materi cenderung bersifat duniawi yang diatur oleh nilai-nilai
ekonomi (dinilai dengan harta / uang) artinya manusia memerlukan kebutuhan
duniawi yang harus dipenuhi, apabila kebutuhan tersebut sudah terpenuhi maka
mereka akan merasa puas terhadap pencapaiannya.
Manusia juga terdiri
dari ruh yang memerlukan nilai spiritual yang diatur oleh nilai keagamaan
(pahala). Dalam menjalani kehidupan duniawi manusia membutuhkan ajaran agama,
melalui ceramah keagamaan untuk memenuhi kebutuhan rohaninya.
Manusia sempurna jika
mengembangkan unsur rasionalitas, kesadaran, akal budi, spritualitas,
moralitas, sosialitas, kesesuian dengan alam.
1) Rasionalitas
Secara etimologis
rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini
berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”. A.R.
Lacey7 menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah sebuah
pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan
pembenaran. Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai
aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam
penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan,
mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi.
Pola pikir secara
rasionalisme
Rasionalisme atau
gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran
haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan
fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai
kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam
hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus
sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun
begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme dipusatkan pada
masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa
manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada
rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang
antroposentrik. Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya
Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai
adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan
iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak
seluruh rasionalis adalah atheis.
2) Kesadaran
Manusia dikatakan
manusia sempurna apabila manusia mempunyai kesadaran hidup. Kesadaran berarti
manusia melakukan segala sesuatu atas dorongan dari diri sendiri bukan paksaan
dari orang lain.Kesadaran adalah keadaan seseorang di mana ia tahu/mengerti
dengan jelas apa yang ada dalam pikirannya. Sedangkan pikiran bisa diartikan
dalam banyak makna, seperti ingatan, hasil berpikir, akal, gagasan ataupun
maksud/niat.
Sebagai gambaran untuk
memperjelas, misalnya ada seorang anak melihat balon. Keadaan melihat tersebut
yang ia sadari sendiri itu dinamakan kesadaran. Sedangkan balon yang ia lihat
yang menimbulkan anggapan besar atau berwarna hijau disebut pikiran (persepsi).
Reaksi bagus dan indah sehingga anak tersebut suka adalah bentuk dari perasaan.
Kemudian reaksi pikiran yang menginginkan balon tersebut itu yang dimaksud
dengan niat/kehendak/maksud. Kata pikiran bermakna sangat luas sehingga ada
yang menggunakannya dalam konteks sebagai niat atau kehendak.
3) Akal budi
Akal budi yang baik akan
mengarahkan manusia ke jalan yang lurus. Mungkin pada suatu saat manusia akan
mundur atau menyimpang salah jalan. Tetapi akal budi inilah yang akan berupaya
meluruskan kembali jalan hidup kita.Akal budi ini adalah anugerah terbesar dari
Tuhan untuk manusia. Inilah yang membedakan kita dengan hewan atau bahkan
dengan tumbuhan. Dengannya kita dapat mempelajari dan mendalami keimanan.
Dengan iman inilah manusia dengan akal budinya mampu mengenali Tuhan.
Tetapi banyak orang yang
tertipu karena keterbatasan akal budinya dan menganggap pikiran manusia
berseberangan dengan iman. Tetapi yang benar adalah iman itu sebagai penuntun
akal budi agar perjalanan hidup manusia tidak menyimpang alias salah jalan. Dan
dengan akal budi kita dapat memperdalam iman. Dengan iman, manusia mampu
mengenal Tuhan dan berjalan lurus menuju kepada-Nya.
4) Spiritualitas
Dalam beberapa literatur
dijelaskan bahwa kata "spiritual" itu diambil dari bahasa Latin, Spiritus,
yang berarti sesuatu yang memberikan kehidupan atau vitalitas. Dengan vitalitas
itu maka hidup kita menjadi lebih "hidup". Spiritus ini bukan
merupakan label atau identitas seseorang yang diterima dari / diberikan oleh
pihak luar, seperti agama, melainkan lebih merupakan kapasitas bawaan dalam
otak manusia. Artinya, semua manusia yang lahir ke dunia ini sudah dibekali
kapasitas tertentu di dalam otaknya untuk mengakses sesuatu yang paling
fundamental dalam hidupnya. Jika kapasitas itu digunakan / diaktifkan, maka
yang bersangkutan akan memiliki vitalitas hidup yang lebih bagus. Kapasitas
dalam otak yang berfungsi untuk mengakses sesuatu yang paling fundamental
itulah yang kemudian mendapatkan sebutan ilmiyah, seperti misalnya: Kecerdasan
Spiritual (SQ), Kecerdasan Hati (Heart Intelligence), Kecerdasan
Transendental, dan lain-lain.
Spiritual di dalam diri
kita selalu mendorong untuk menemukan makna hidup yang lebih dalam, nilai-nilai
fundamental yang lebih bermanfaat, kesadaran akan adanya tujuan hidup yang
lebih panjang, dan peran yang dimainkan oleh makna, nilai, dan tujuan itu dalam
tindakan, strategi dan proses berpikir.
5) Moralitas
Menurut Kamus Umum
Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-buruk yang diterima
umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi
pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk,
berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah
hal kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan
aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat.
Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang adalah hal
kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena
hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati manusia.
Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati
disadari sebagai kewajiban mutlak.
6) Sosialitas
Sosialisasi
mengacu pada suatu proses belajar seorang individu yang akan mengubah dari
seseorang yang tidak tahu menahu tentang diri dan lingkungannya menjadi lebih
tahu dan memahami. Agen
sosialisasi meliputi keluarga, teman bermain, sekolah dan media massa. Keluarga
merupakan agen pertama dalam sosialisasi yang ditemui oleh anak pada awal
perkembangannya. Kemudian kelompok sebaya sebagai agen sosialisasi di mana si
anak akan belajar tentang pengaturan peran orang-orang yang berkedudukan
sederajat. Sekolah sebagai agen sosialisasi merupakan institusi pendidikan di
mana anak didik selama di sekolah akan mempelajari aspek kemandirian, prestasi,
universalisme serta spesifisitas. Agen sosialisasi yang terakhir adalah media
massa di mana melalui sosialisasi pesan-pesan dan simbol-simbol yang
disampaikan oleh berbagai media akan menimbulkan berbagai pendapat pula dalam
masyarakat.
Dalam rangka interaksi
dengan orang lain, seseorang akan mengembangkan suatu keunikan dalam hal
perilaku, pemikiran dan perasaan yang secara bersama-sama akan membentuk self.
7) Keselarasan
dengan alam
Hubungan antara manusia
dengan alam atau hubungan manusia dengan sesamanya, bukan merupakan hubungan
antara penakluk dan yang ditaklukkan, atau antara tuhan dengan hamba, tetapi
hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT. Manusia diperintahkan
untuk memerankan fungsi kekhalifahannya yaitu kepedulian, pelestarian dan
pemeliharaan. Berbuat adil dan tidak bertindak sewenang -wenang kepada semua
makhluk sehingga hubungan yang selaras antara manusia dan alam mampu memberikan
dampak positif bagi keduanya. Oleh karena itu manusia diperintahkan untuk
mempelajari dan mengembangkan pengetahuan alam guna menjaga keseimbangan alam
dan meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Itu merupakan salah satu bentuk
rasa syukur kepada Allah SWT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar